Liputan6.com, Jakarta Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengundang berbagai kritik usai beberapa anggota DPR dan beberapa tokoh lain dilaporkan mengikuti uji klinis fase dua vaksin COVID-19 itu.
Dikutip dari Merdeka.com, salah satunya adalah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, yang pada Rabu lalu melakukan proses pengambilan sampel darah untuk uji klinis vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto.
Baca Juga
"Saya ini lahir di sini, makan di sini, minum di sini, diberi ilmu di sini, dan dididik sebagai seorang prajurit di Bumi Pertiwi, kemudian ada hasil karya putra Indonesia yang terbaik kemudian uji klinik kenapa tidak, apapun saya lakukan untuk bangsa dan negara ini," kata Gatot.
Advertisement
Namun, menurut ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo, dalam utas di akun Twitternya @PakAhmadUtomo, mengatakan bahwa Vaksin Nusantara bukanlah inovasi anak bangsa.
"Bukan inovasi anak bangsa. Inovasinya berasal dari Amerika oleh peneliti Amerika dari perusahaan biotek komersil di Amerika," kata Ahmad, dikutip Jumat (16/4/2021) atas seizin beliau.
Ahmad Utomo mengatakan bahwa tim dari Terawan tidak menceritakan keutuhan dari teknologi vaksin tersebut "dan cenderung menamainya 'nusantara' yang sebenarnya tidak akurat."
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Respons Imun Vaksin Dendritik
Dalam kesempatan berbeda, Anwar Santoso, anggota Ikatan Dokter Indonesia yang juga Komnas Penilai Khusus Vaksin COVID-19 juga mengungkapkan bahwa antigen untuk Vaksin Nusantara bukan berasal dari virus Indonesia.
Kalau kita bicara Vaksin Nusantara, maka antigennya itu bukan dari virus Indonesia tapi didapatkan dari Amerika," kata Anwar dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa lalu.
"Kita tidak tahu persis bagaimana sekuens genomiknya dan seperti strain apa virus yang didapatkan dari Amerika," kata Anwar.
Dalam cuitannya, Ahmad Utomo mengungkapkan bahwa penggunaan sel dendritik yang dikultur di laboratorium membutuhkan fasilitas mahal.
Menurutnya, BPOM telah menyatakan RS Kariadi belum memenuhi good manufacturing practice yang mutlak dalam pembuatan vaksin personal karena ancaman adanya kontaminasi kuman.
Terkait respon imun, Ahmad Utomo mengatakan bahwa respon imun vaksin dendritik cenderung menimbulkan imunitas seluler, bukan imunitas humoral atau pembentukan antibodi.
"Dalam tahap uji klinis fase 1 yang lalu, tidak jelas berapa persentase relawan yang memunculkan antibodi padahal antibodi penting untuk menyergap virus," tulisnya.Â
Advertisement
Tim Peneliti Diminta Berkoordinasi dengan BPOM
Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan bahwa apabila mayoritas relawan uji klinis fase 1 memunculkan neutralizing antibodi, maka ini dinilai tidak lazim.
"Karena umumnya produksi vaksin dendrit memunculkan respon seluler bukan humoral (antibodi) maka tentu perlu penjelasan kok bisa berbeda dari kelaziman," ujarnya.
Ahmad mengaku bahwa dirinya tidak bisa mengakses data hasil uji klinis fase 1. Menurutnya dalam pengembangan vaksin COVID-19 lainnya, semua data dilaporkan dan dipublikasikan secara luas sehingga bisa dianalisis ilmuwan lainnya.
Ia pun mengimbau agar pendanaan lebih diprioritaskan untuk pengembangan Vaksin Merah Putih, di mana ilmuwan yang terlibat di dalamnya "berdasarkan kepada teknologi dan data yang bisa dipertanggungjawabkan."
Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 pun juga telah memberikan tanggapan mengenai heboh Vaksin Nusantara dalam keterangan persnya pada Kamis (15/4/2021).
"Vaksin Nusantara adalah jenis vaksin yang dikembangkan di Amerika dan diujicobakan di Indonesia," kata Wiku.
Wiku mengatakan bahwa semua vaksin yang akan diberikan ke masyarakat, pada prinsipnya harus mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, terutama dalam aspek keamanan, efikasi, dan kelayakan.
"Selama memenuhi kriteria pemerintah akan memberikan dukungan," kata Wiku.
Wiku pun meminta agar tim pengembang Vaksin Nusantara melakukan koordinasi dengan BPOM "agar isu yang ada terkait vaksin ini dapat segera terselesaikan."
Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca
Advertisement