Liputan6.com, Jakarta Berbagai survei menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 meninggalkan trauma yang lebih dalam bagi perempuan ketimbang laki-laki.
Data juga menunjukkan bahwa perempuan terdampak jauh lebih buruk dibandingkan laki-laki. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), faktanya memang perempuan terbukti lebih banyak memikul beban ganda.
Baca Juga
Beban tersebut berupa peningkatan pekerjaan perawatan tidak berbayar (unpaid care work) yang membuat mereka harus mengurangi waktu pekerjaan berbayar, bahkan keluar dari pekerjaan.
Advertisement
Perempuan bahkan berisiko tinggi mengalami kekerasan berbasis gender, terutama dalam rumah tangga, dalam dunia digital, dan juga di manapun ia berada. Anak-anak perempuan juga semakin rentan untuk dinikahkan sebelum mencapai usia dewasa karena himpitan ekonomi. Ini hanyalah sebagian kecil gambaran dari dampak buruk yang terjadi di lapangan.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengatakan meskipun di tengah berbagai kesulitan tersebut, nyatanya peran perempuan tetap penting dalam pemulihan COVID-19.
“PBB misalnya mengatakan bahwa perempuan merupakan tulang punggung dari proses pemulihan di dalam komunitas,” ujar Bintang mengutip keterangan pers Rabu (28/4/2021).
Ia menambahkan, Mastercard (2020) dalam laporannya juga menyatakan bahwa partisipasi dan kesetaraan bagi perempuan di dunia usaha sangat penting dalam pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi COVID-19.
Simak Video Berikut Ini
Pemikiran Keliru tentang Perempuan
Di sisi lain, pemikiran turun temurun bahwa perempuan lebih rendah posisinya dibandingkan dengan laki-laki menjadi akar masalah dari ketimpangan gender yang masih terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, lanjut Bintang.
“Kita, pemangku kepentingan yang menjadi advokat utama bagi isu-isu perempuan dan anak baik di tingkat pusat dan daerah, benar-benar harus menginternalisasi bahwa perempuan merupakan kekuatan yang harus kita dukung secara holistik melalui kebijakan dan program yang inklusif.”
“Kita tidak hanya harus memberikan ruang bagi perempuan untuk memaksimalkan potensinya, tetapi juga mengikis berbagai pemikiran masyarakat yang masih menghambat perempuan,” katanya.
Untuk mengikis pemikiran masyarakat yang telah kuat mengakar, dibutuhkan upaya-upaya holistik dari berbagai sisi, termasuk agama. Apalagi, agama merupakan fondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat.
“Saya sangat percaya bahwa semua agama, tanpa terkecuali, memandang seluruh ciptaan-Nya sebagai makhluk yang sama baiknya di mata Sang Pencipta, yang tidak patut diperlakukan secara diskriminatif,” tutup Bintang.
Advertisement