Pakar: Data Kematian COVID-19 Merupakan Indikator Penilaian Situasi Epidemiologi

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan tanggapannya terkait data kematian akibat COVID-19.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Agu 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2021, 11:00 WIB
FOTO: Angka Kematian Dihapus dari Indikator Penanganan Covid-19
Petugas pemakaman berjalan di antara makam di TPU Khusus COVID-19 Rorotan, Jakarta, Rabu (11/8/2021). Sejak awal pandemi COVID-19 Maret 2020 lalu hingga Rabu (11/8/2021), ada 112.198 orang di Indonesia meninggal dunia akibat terpapar COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan tanggapannya terkait data kematian akibat COVID-19.

Menurutnya data kematian menjadi hal yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai penilaian situasi epidemiologi.

“Indikator angka kematian memang diperlukan dalam penilaian situasi epidemiologi. Kalau data yang tersedia dianggap tidak baik maka datanya yang harus diperbaiki,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (12/8/2021).

5 Tanggapan Tjandra

Tjandra menambahkan, ada 5 tanggapan sesuai informasi angka kematian dan penilaian situasi atau levelnya yakni:

- Kematian tentu adalah hal amat penting, karena kalau sudah meninggal tentu tidak bisa kembali lagi.

- Untuk berbagai penyakit di dunia maka data kematian merupakan indikator epidemiologi utama.

- Angka kematian di Indonesia tinggi. Saat kasus di India sedang tinggi-tingginya, jumlah kematian paling tinggi sekitar 5 ribu sehari.

“Penduduk India 4 kali Indonesia, jadi kalau jumlah kematian pada 10 Agustus adalah 2 ribu orang maka kalau dikali 4 angkanya menjadi 8 ribu.”

- Pada awal pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat tanggal 3 Juli, jumlah yang meninggal sehari adalah 491 orang.

“Jadi angka 10 Agustus adalah 4 kali angka hari pertama awal PPKM darurat.”

- Indikator angka kematian per 100 ribu penduduk per minggu merupakan salah satu variabel dalam penentuan level 4, 3 dan seterusnya yang sekarang dipakai, sesuai SK Menkes.

8 Hal untuk Mengatasi Keadaan

Sebelumnya, Tjandra juga membahas terkait 8 hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengatasi keadaan.

Delapan hal tersebut yakni:

- Analisa mendalam dari berbagai faktor penyebab fluktuasi jumlah kasus.

- Analisa pola kematian di masyarakat dengan berbagai parameter sosioepidemiologis.

- Analisa mendalam secara klinis medis audit kematian di rumah sakit.

- Analisa kenapa target tes 400 ribu belum tercapai.

- Analisa kenapa target telusur belum tercapai.

- Analisa kenapa target vaksinasi 1 atau 2 juta sehari belum tercapai.

- Dengan dasar 5 analisa mendalam di atas (secara amat ilmiah) maka maksimalkan program pengendalian.

- Walau tidak berharap kasus akan naik lagi, tapi baik mulai sekarang sudah dilakukan persiapan matang kalau-kalau akan ada peningkatan kasus lebih besar dari yang sebelumnya terjadi. 

“Mudah-mudahan tidak terjadi,” tutupnya.

Infografis Ayo Jangan Ragu, Vaksin COVID-19 Dipastikan Aman

Infografis Ayo Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Dipastikan Aman. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ayo Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Dipastikan Aman. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya