Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan seks seseorang. Selain stres, trauma masa kecil ternyata juga turut memiliki andil dalam kehidupan seks.
Journal of Sex and Martial mengungkapkan bahwa partisipan yang mengalami trauma masa kecil cenderung kurang puas pada kehidupan seksnya dibandingkan dengan yang tidak memiliki trauma. Penelitian tersebut dilakukan pada 410 orang yang sedang menjalani terapi seks.
Para partisipan dimintai keterangan terkait kehidupan seks, masa kanak-kanak, tingkat tekanan psikologis yang dialami, serta seberapa besar tingkat mindfulness atau kesadaran masing-masing dalam kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Uniknya, poin-poin dalam trauma masa kecil yang dimaksud dalam penelitian tersebut tidak hanya menyangkut tentang pelecehan seksual yang mungkin dialami partisipan. Melainkan pengabaian orangtua, paparan perilaku agresif atau kasar secara emosional dari orangtua, hingga intimidasi atau direndahkan oleh teman sebaya.
Penelitian juga mengungkapkan bahwa orang-orang dengan trauma masa kecil merasa mengalami lebih banyak tekanan psikologis seperti memiliki perasaan khawatir dan cemas setiap harinya. Tekanan psikologis tersebut kemudian dikaitkan dengan tingkat kesadaran yang lebih rendah.Â
Baca Juga
Itulah mengapa tercipta kesimpulan bahwa orang yang memiliki trauma masa kecil cenderung kesulitan untuk menikmati kehidupan seksnya. Mengingat, tekanan psikologis yang dialami sehari-hari dapat membuat seseorang menjadi kurang fokus termasuk saat berhubungan seks.
"Tekanan psikologis seperti depresi, kecemasan, dan mudah marah dapat mendorong seseorang untuk melarikan diri dari penderitaan atau keadaan psikologis yang tidak menyenangkan, yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kesadaran seseorang terkait apa yang terjadi pada saat itu," ujar para peneliti dikutip Health, Jumat (8/10/21).
Para peneliti menambahkan, trauma masa kecil tersebut mengurangi kemampuan dan penerimaan seseorang terkait rangsangan yang menyenangkan, termasuk rangsangan seksual.
Hal tersebut akhirnya mengarah pada kehidupan seks yang dianggap kosong, buruk, tidak menyenangkan, negatif, tidak memuaskan, atau tidak berarti.
Kehilangan kemampuan melawan
Terapis seks asal New York, Holly Richmond mengungkapkan bahwa dalam praktiknya, orang-orang yang memiliki trauma secara tidak sadar sebenarnya selalu menempatkan diri pada tiga mode yakni bertarung (fight), menghindar (flight), atau membeku (freeze).
"Kebanyakan orang paham tentang mode fight dan flight, tetapi respons paling umum pada anak-anak sebenarnya adalah freeze atau tidak dapat memberikan perlawanan saat dihadapkan dengan orang dewasa,"
"Dengan melarikan diri (flight), seberapa cepat seorang anak dapat benar-benar berlari? Tetapi ketika membeku, secara harfiah anak tersebut bisa hanya berbaring terdiam sampai apa yang dihadapinya selesai," ujar Holly.
Akhirnya, kebiasaan tersebutlah yang dapat mengikuti seseorang hingga dewasa. Bahkan dalam hal yang seharusnya memberikan dampak positif seperti seks. Terlebih, Holly pun menegaskan bahwa hal ini dapat terjadi secara tidak sadar.
"Kebanyakan orang tidak tahu mengapa mereka tidak dapat berkutik, mereka pun menjadi sangat frustasi dan keras dengan diri mereka sendiri," kata Holly.
Advertisement