HEADLINE: Indonesia Disebut Masuk Gelombang Ketiga COVID-19, Pengendaliannya?

Indonesia disebut telah memasuki gelombang ketiga COVID-19. Kasus konfirmasi positif infeksi SARS-CoV-2 terus bertambah setiap hari.

oleh Dyah Puspita WisnuwardaniBenedikta DesideriaFitri Haryanti HarsonoAde Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Feb 2022, 10:25 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2022, 00:01 WIB
Satgas Ingatkan Potensi Gelombang Ketiga Covid-19 RI di Akhir Tahun
Waspadai gelombang ketiga Covid-19. (pexels/edward jenner).

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa pihak menyebut Indonesia telah memasuki gelombang ketiga COVID-19. Anggapan tersebut tak lepas dari fakta kasus konfirmasi positif infeksi SARS-CoV-2 yang terus bertambah setiap hari. Terlebih setelah varian Omicron berkunjung.

Konfirmasi kasus positif yang sebelumnya melandai kini terus meningkat. Pada akhir Januari 2022, penambahan kasus positif COVID-19 berada di atas 10 ribu per hari.

Per 29 Januari 2022, tercatat kasus konfirmasi positif COVID-19 bertambah 11.588; pada hari berikutnya bertambah 12.422 kasus; lalu pada 31 Januari bertambah 10.185; dan penambahan melesat ke angka 16.021 kasus pada 1 Februari 2022. Kasus aktif COVID-19 pun turut meningkat seiring bertambahnya konfirmasi positif.

Peningkatan kasus konfirmasi positif COVID-19 yang terjadi setiap hari ini dimaknai oleh Satuan Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban sebagai salah satu indikator gelombang ketiga COVID-19.

Dalam cuitannya pada 31 Januari 2022, pria yang karib disapa Prof Beri mengatakan Indonesia telah masuk gelombang ketiga COVID-19. Hal tersebut ditandai dengan beberapa faktor.

"Bagi yang mengira kita telah masuk gelombang tiga, ya kita telah 'berhasil' memasukinya," kata pemilik akun Twitter @ProfesorZubairi ini. 

Menurut Prof Beri ada beberapa indikator yang menandakan kita sudah masuk gelombang ketiga COVID-19. Kasus konfirmasi COVID-19 naik setiap hari. Lalu, bed occupancy rate (BOR) dan positivity rate juga naik serta adanya klaster-klaster penularan Corona.

Meski memasuki gelombang ketiga COVID-19, Prof Beri meminta masyarakat tidak panik. "Kita bisa atasi sebelum jadi lebih buruk. Pemutusan rantai penularan harus dilakukan cepat dan efisien," katanya. 

Sementara itu, epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, Indonesia saat ini baru memasuki awal gelombang ketiga COVID-19. Dicky meminta masyarakat dan pemerintah mewaspadainya.

"Dalam 2-3 minggu ke depan, korbannya bisa mulai terjadi. Orang dirawat di RS meninggal bisa saja terjadi. Untuk itu kita harus mitigasi," kata Dicky kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (2/2/2022).

Dokter spesialis paru RS Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan pun menyebut, Indonesia kemungkinan sudah masuk gelombang ketiga COVID-19. Hal ini ditandai dengan peningkatan pasien COVID-19 yang masuk rumah sakit, salah satunya di RS Persahabatan.

"Yang jadi kekhawatiran, mungkin Indonesia sudah masuk gelombang ketiga COVID-19 ini. Karena kasusnya terus meningkat, sistem kesehatan bisa kolaps," kata Erlina saat konferensi pers Perkembangan COVID-19 RS Persahabatan, Rabu (2/2/2022).

Menurutnya, Indonesia juga perlu berhati-hati dengan penularan Omicron yang semakin menyebar luas. Sebagaimana data pasien Omicron di Afrika Selatan, kecepatan penularan Omicron lebih tinggi dibanding varian Delta.

"Penularan cepat dan bisa ditembus pertahanan (imun) kita. Pelu diperhatikan, grafik kasus naik terus. Omicron ini superspreader, yang penularannya sampai 2,9 kali lebih tinggi dibanding varian Delta," lanjut Erlina.

"Dan terjadi juga reinfeksi. Sekali lagi, sebagian besar kasus ini dari Afrika datangnya. Memang gejala Omicron ringan dibandingkan Delta, Alpha atau Beta."


Kemenkes: Indonesia Belum Masuk Gelombang Ketiga

Infografis IDI Sebut Indonesia Masuk Gelombang Ketiga Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis IDI Sebut Indonesia Masuk Gelombang Ketiga Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menanggapi soal Indonesia disebut-sebut sudah memasuki gelombang 3 COVID-19. Bahwa untuk menyatakan gelombang 3 COVID-19 atau belum, masih dalam tahap monitoring.

"Masih kita monitoring ya (gelombang 3 COVID-19 atau belum)," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 2 Februari 2022.

Selain itu, Kemenkes juga masih memantau perkembangan kasus COVID-19 nasional untuk melihat, apakah Indonesia benar memasuki gelombang 3 COVID-19. Dalam beberapa hari ini, kasus baru COVID-19 nasional terpantau meningkat di atas 10.000 kasus.

"Untuk menyatakan, gelombang 3 COVID-19, kita masih melihat perkembangan penambahan kasus," lanjut Nadia.

Tanggapan senada pun disampaikan Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito. Menurutnya, untuk menyatakan Indonesia masuk gelombang ketiga COVID-19 masih harus ada pemantauan perkembangan kasus.

Walau begitu, Indonesia harus bersiap menghadapi gelombang ketiga COVID-19. Tak dimungkiri, kasus harian COVID-19 semakin bertambah tiap hari, di atas 10.000. Per 2 Februari 2022, penambahan kasus baru COVID-19 hampir menembus 18.000, tepatnya 17.895.

"Saat ini, memang terjadi kenaikan kasus konfirmasi dalam beberapa minggu terakhir. Namun, kita masih menbutuhkan waktu untuk memantau tren (kenaikan kasus COVID-19) tersebut jika dibandingkan dengan gelombang kedua yang lalu," jelas Wiku di Studio BNPB, Graha BNPB, Jakarta pada Rabu, 2 Februari 2022.

Upaya yang dilakukan melihat tren kenaikan kasus COVID-19, setiap elemen berusaha menekan laju penularan. Butuh kerja sama baik pusat maupun daerah.

"Yang perlu diperhatikan sekarang adalah upaya bersama menekan laju. Jangan sampai terus terjadi kenaikan," lanjut Wiku.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pun meminta Indonesia bersiap menghadapi gelombang ketiga COVID-19 yang diiringi kenaikan kasus Omicron. Adapun kenaikan kasus COVID-19 diperkirakan akan terus terjadi sampai akhir Februari atau awal Maret 2022.

Kewaspadaan, tetap berhati-hati, dan tidak panik menjadi kunci bersama, walau dalam beberapa hari ini kasus baru COVID-19 secara nasional terus bertambah.

"Negara-negara lain udah banyak yang naik kasusnya. Kita tetap waspada, enggak usah terlalu khawatir. Kalaupun kita kena Omicron dan gejala ringan atau tanpa gejala, ya udah di rumah aja. Karena perkiraan saya, kita akan terus naik kasus," terang Budi Gunadi saat diskusi Persiapan Kemenkes Menghadapi Gelombang Ketiga COVID-19 di Indonesia.

Terkait perkembangan Omicron, Budi Gunadi Sadikin menyebut, ketidakpastian masih banyak. Penambahan kasus Omicron di negara lain juga fluktuatif.

"Kita lihat ketidakpastiannya banyak ya. Di Afrika Selatan, peak-nya (puncak) naik, sekarang turun. Di Inggris dan Amerika Serikat juga begitu, naik sekarang turun. Kisaran kenaikan 35-65 hari, habis itu turun," terangnya.

"Kalau Indonesia, Omicron baru terdeteksi pertengahan Desember 2021. Kalau hitung-hitungan saya, akhir Februari atau awal Maret 2022 puncaknya. Angkanya berapa ya saya enggak bisa nebak. Yang penting, prokes rajin, vaksinasi jalan, mudah-mudahan enggak terlalu tinggi (pas puncak Omicron)."

Sebagai upaya peningkatan kapasitas testing varian Omicron, Menkes Budi juga meminta rumah sakit melakukan testing yang bisa mendeteksi varian Omicron. Tes yang dimaksud mirip tumor marker (penanda tumor) dengan tes PCR S-Gene Target Failure (SGFT).

Hal tersebut juga melihat semakin banyaknya kasus baru COVID-19, yang mana memunculkan pertanyaan, apakah sebagian besar kasus konfirmasi saat ini bervarian Omicron?

"Saya sebenarnya juga bertanya-tanya, di kita sudah ada 2.000-an kasus Omicron, nah sisanya (yang kasus konfirmasi COVID-19), Delta, Omicron atau lainnya? Makanya, saya minta rumah sakit bisa melakukan tes kayak tumor marker," imbuh Budi Gunadi.

 

 


BOR DKI Jakarta

Infografis Ragam Tanggapan Indonesia Disebut Masuk Gelombang Ketiga Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ragam Tanggapan Indonesia Disebut Masuk Gelombang Ketiga Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Menkes Budi Gunadi Sadikin pun telah menyatakan sejak jauh hari bahwa kasus positif COVID-19 akan terus meningkat pesat seiring dengan temuan varian Omicron di masyarakat. DKI Jakarta dipersiapkan menjadi battlefield atau kancah pertempuran pertama dalam memerangi infeksi COVID-19. Daerah-daerah penyangga seperti Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor pun diminta untuk ikut meningkatkan kewaspadaan. 

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan pun telah mempersiapkan rumah sakit dan obat-obatan yang diperlukan sebagai antisipasi atas prediksi lonjakan kasus COVID-19 terkait varian Omicron. 

Saat ini, diketahui keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 di DKI Jakarta kini telah mencapai 60 persen per 1 Februari 2022. Diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan 5.111 tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19. Namun, dari jumlah tempat tidur yang disediakan telah terpakai 3.072 pasien.

Sementara untuk tempat tidur pasien di ruang ICU rumah sakit rujukan COVID-19 telah terpakai 28 persen. Pemprov DKI sendiri menyediakan 679 tempat tidur dan telah terpakai 187.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga mengingatkan bahwa peningkatan kasus positif COVID-19 varian Omicron mengalami peningkatan cukup signifikan.

"Apa yang menjadi perhatian sering saya sampaikan Omicron dari transmisi lokal meningkat drastis," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Senin (31/1/2022).

Sebelumnya, Ahmad Riza Patria, menyampaikan kenaikan tingkat keterisian rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) di Ibu Kota sampai Minggu (30/1/2022) mencapai 56 persen setelah beberapa waktu lalu berada di angka 45 persen. Hal ini tak lepas dari meningkatnya angka pasien positif COVID-19.

"Jadi data yang kami terima, BOR-nya itu 56 persen. Hari sebelumnya masih 54 (beberapa hari sebelumnya 45 persen), sekarang meningkat lagi," kata Riza di Jakarta, Minggu (30/1/2022).

Riza menerangkan, BOR rumah sakit di Jakarta sudah mencapai 2.426 dari total 4.361 jumlah tempat tidur rumah sakit di Ibu Kota.

Bukan hanya itu, ruang ICU pun turut mengalami kenaikan keterisian dalam beberapa hari terakhir. Sebanyak 19 persen ICU sudah terisi pada 30 Januari 2022. "ICU-nya sudah 19 persen. Naik lagi. Dari 651 (ICU) terpakai 152," beber Ahmad Riza Patria. 

Soal peningkatan jumlah pasien COVID-19 juga disampaikan Direktur Utama RS Persahabatan Agus Dwi Susanto. Menurutnya, jumlah pasien COVID-19 mulai naik pada Januari 2022. Padahal, akhir tahun 2021, sempat terjadi penurunan pasien yang dirawat.

"Kapasitas tempat tidur COVID-19 per 31 Januari 2022 yang terpakai di rumah sakit kami ada 47 bed. Total untuk COVID-19 ada 56 bed, tapi itu fluktuatif ya. Ada yang masuk dan keluar, sembuh dan pulang," papar Agus.

"Secara keseluruhan, pasien COVID-19 di RS Persahabatan sampai tanggal 2 Februari 2022 puku 04.00 WIB dini hari, ada 156 pasien. Dari jumlah itu, 8 Warga Negara Asing (WNA) dan 148 Warga Negara Indonesia (WNI)."

Dari total 156 pasien di RS Persahabatan, pasien yang pulang sudah cukup banyak ada 91 orang dan yang masih dirawat sebanyak 55 pasien. Data RS Persahabatan juga menunjukkan, pasien COVID-19 non Omicron masih banyak dibanding Omicron.

Walau begitu, Agus menyebut, tren ke depan akan diprediksi kasus pasien Omicron yang akan banyak.

"Kita bisa lihat sejauh ini, kasus non Omicron lebh tinggi dibanding Omicron. Kalau dilihat polanya, ada kecenderungan makin ke sini, proposi 50 persen lebih ke Omicron. Ke depan, diprediksi didominasi Omicron," imbuhnya.

Adapun hingga 1 Februari 2022, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mencatat, ada 2.892 kasus Omicron di Jakarta. Angka ini meningkat seiring dengan kasus aktif COVID-19 di Jakarta yang naik di angka 4.711 kasus.

"Dari 2.892 orang yang terinfeksi, sebanyak 1.581 orang adalah pelaku perjalanan luar negeri, sedangkan 1.311 lainnya adalah transmisi lokal," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia melalui Siaran Pers PPID DKI Jakarta, Selasa (1/2/2022). 

Sesuai data Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, jumlah kasus aktif COVID-19 di Jakarta pada 1 Februari 2022 naik sejumlah 4.711 kasus, sehingga jumlah kasus aktif kini sebanyak 36.881 (orang yang masih dirawat/isolasi).

"Perlu digarisbawahi bahwa 34.631 orang dari jumlah kasus aktif (93,9 persen) merupakan transmisi lokal, sedangkan sisanya adalah pelaku perjalanan luar negeri," papar Dwi.

"Sementara itu, kasus positif baru COVID berdasarkan hasil tes PCR per 1 Februari 2022 bertambah 6.388 orang, total 919.743 kasus, yang mana 5.937 di antaranya (92,9 persen) juga merupakan transmisi lokal."

 


Epidemiolog: Pemerintah Perlu Siapkan Skenario Terburuk

Dicky Budiman menegaskan, pemerintah dan masyarakat tidak boleh terlalu percaya diri dalam menghadapi gelombang Omicron. Sehingga, pemerintah harus menyiapkan skenario terburuk.

"Omicron sangat serius, ini dengan kasus sebelum delta 1-2 orang, sekarang kasus 1 hari 10 ribu. Kalau Indonesia melaporkan sehari 10-20 ribu itu merupakan puncak gunung es, kita harus sadari," kata dia.

Dengan sifat Omicron yang masa inkubasinya sangat singkat dan pertumbuhannya 2-3 kali Delta, maka pemerintah harus segera aktif melakukan 3 T, tes (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment). 

Saat ini, kata Dicky, 3 T yang dilakukan pemerintah bersifat pasif yaitu hanya menunggu orang datang ke fasilitas kesehatan. Sementara saat ini 80-90 persen masyarakat yang terpapar Omicron tidak bergelaja atau bergejala ringan. 

Sementara kecenderungan masyarakat Indonesia tidak akan ke fasilitas kesehatan dan hanya dirawat sendiri. 

"Pada tahap awal tidak apa-apa tapi ini menyimpan bahaya, kalau tidak ada mitigasi yang kuat, ini akan mengarah pada kelompok risiko tinggi, lansia, kamorbid, anak," ujar dia.

Untuk itu, kata Dicky, pemerintah harus melakukan deteksi dan karantina bagi yang terpapar. Namun, kata dia, jangan sampai membebani tenaga kesehatan. Untuk pasien tak bergejala atau bergejala ringan, dapat lakukan isolasi mandiri. 

Kemudian, pemerintah juga bisa menyiapkan fasilitas isolasi terpadu yang dekat dengan masyarakat.

"Ini akan mengurangi beban ke faskes. Karena ini masih awal, belum puncak. Jangan sampai RS penuh duluan," kata dia.

Selain itu, APD untuk tenaga kesehatan dan oksigen harus disiapkan.

Dicky menyebut, pemerintah harus bersiap menghadapi puncak Omicron di mana jumlah kasusnya akan 4 kali lebih banyak dari varian Delta. 

Untuk itu, Dicky meminta pemerintah melakukan percepatan vaksinasi bukan hanya pada anak, tetapi dewasa.

"Inilah yang secara tidak langsung melindungi anak-anak," kata dia.

Selain itu, Dicky juga meminta mengurangi mobilitas masyarakat dengan berlakukan pembelajaran secara daring dan lakukan kebijakan WFH. 

"Melindungi anak-anak ini adalah dengan cara bukan hanya vaksinasi tapi juga membatasi mobilitas interaksi mereka," kata dia.

"Misalnya PTM dihentikan sementara, paling tidak sampai awal Maret bisa dibuka lagi. Kalau ini dilakukan, yang menerima manfaat tidak hanya anak, tapi juga adik-adiknya yang belum divaksin," lanjutnya.

Jangan sampai kebijakan pemerintah ini terlambat dilakukan. 

"Kalau sudah terjadi peningkatan di RS ini telat. Untuk memperbaikinya perlu 2 minggu. Selama ini akan jatuh terus kematiannya," tandas Dicky.


Strategi Pemerintah Hadapi Gelombang Ketiga

Infografis Kenaikan Kasus Covid-19 dan Strategi Hadapi Gelombang Ketiga. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Kenaikan Kasus Covid-19 dan Strategi Hadapi Gelombang Ketiga. (Liputan6.com/Trieyasni)

Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan mengungkap pemerintah mengkaji perkembangan kasus Omicron di negara lain serta melihat data di dalam negeri. Kajian ini dilakukan bersama dengan para pakar di lintas bidang.

"Para pakar melihat masa inkubasi Omicron hanya 3 hari, derajat keparahan lebih ringan dibandingkan Delta, namun kecepatan menular lebih tinggi 3 sampai 5 kali," kata Abetnego kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (2/2/2022).

Untuk menghadapi gelombang ketiga COVID-19 ini, kata dia, pemerintah akan melakukan penyesuaian formula penentuan level PPKM. Dengan jumlah dan jenis variabel yang sama sesuai dari WHO, pemerintah akan memberikan pembobotan lebih besar terhadap angka keterisian rumah sakit.

"Dimana pemda akan diberikan insentif agar mendorong RS hanya diperuntukan kepada yang sakit sedang, berat, lansia, dan komorbid. Sedangkan untuk yang ringan dan tanpa gejala diharapkan untuk melakukan isolasi mandiri atau terpusat. Untuk wilayah Jabodetabek ada pelayanan telemedisin," kata dia. 

Sementara, kata dia, pembelajaran tatap muka masih mengacu pada Surat Keputusan Bersama 4 Menteri. Dimana persentase PTM mengacu pada level PPKM tiap daerah. Kebijakan ini diputuskan karena Indonesia sangat luas dan situasi tiap daerah tidak sama.

"Untuk itu, Bapak Presiden meminta situasi tiap daerah untuk dievaluasi, terutama Jakarta, Banten, dan Jawa Barat," kata dia.

Apabila di suatu daerah angka kasusnya meningkat disertai peningkatan angka BOR, kata Abetnego, maka level PPKM pada daerah tersebut bisa naik.

"Jika level PPKM naik maka persentase PTM akan dikurangi atau diperbanyak yang online," tandas dia.

Percepat Vaksinasi dan Siapkan Obat

Pemerintah akan mempercepat vaksinasi dan menyiapkan stok obat-obatan di apotek. "Upaya pengendalian juga dengan memperkuat telemedicine bagi masyarakat tanpa gejala dan ringan. Kemudian penguatan protokol kesehatan dan mempercepat pelacakan kontak erat," Wiku Adisasmito menambahkan.

Demi menjaga importasi kasus COVID-19, Pemerintah tetap melakukan pengetatan di pintu masuk negara dan memperketat skrining.

"Pemerintah akan terus memantau kasus seiring dengan optimalisasi upaya pengendalian dan pencegahan di berbagai lini sektor sosial ekonomi," imbuh Wiku.

Meski tidak dituangkan dalam aturan khusus, Menkes Budi Gunadi menyarankan masyarakat untuk kembali bekerja dari rumah.

"Work From Home (WFH) lebih baik, lebih less risk (risiko rendah). Jangan terlalu panik dan enggak juga sampai, misalnya, lockdown se-Jakarta. Kalau ada satu kantor kena, WFH dulu, masih bisa jalan. Nanti ya balik lagi (kalau kondisi sudah kondusif)."

Masyarakat juga diminta mematuhi protokol kesehatan (prokes) dan segera vaksinasi COVID-19, khususnya di Jakarta. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah berfokus mempercepat vaksinasi booster di Jakarta demi menghadapi lonjakan Omicron.

Total kasus Omicron di Indonesia yang tercatat di Kemenkes per 2 Februari 2022 berjumlah 2.980. Kemudian sebanyak 2.892 kasus Omicron berada di Jakarta.

"Yang kita perlu lakukan, pertama prokes. Kedua, kerumunan jangan dipaksakan. Ketiga, vaksinasi dipercepat, termasuk booster. Saya sama Pak Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) sedang melakukan percepatan booster di Jakarta," pesan Budi Gunadi.

"Sekarang ini, selain kami minta teman-teman di puskesmas, kami juga minta swasta bisa bantu bikin sentra vaksinasi. Saya akan minta vaksinasi booster dipercepat di Jakarta, karena yang bakal 'perangnya' (medan perang Omicron) duluan kan di sini."

Wisma Atlet sebagai Lokasi Isolasi Terpusat

Upaya penanganan Omicron pun berbeda dengan varian Delta. Hal ini melihat lebih banyak pasien Omicron mengalami gejala ringan atau asimptomatik tanpa gejala (Orang Tanpa Gejala/OTG), yang mana mereka bisa dirawat dan isolasi mandiri (isoman) di rumah.

Jika tidak bisa isoman di rumah, maka dapat dilakukan di isolasi terpusat (isoter). Pemerintah sudah menyediakan fasilitas isoter, seperti di Wisma Atlet dan rusun.

Untuk pasien Omicron gejala sedang-berat maupun lansia atau yang memiliki komorbid diarahkan dirawat di rumah sakit. Terlebih bila membutuhkan terapi oksigen.

"Aturan yang kami bikin, kalau dia OTG dan gejala ringan, disarankan isoman atau isolasi terpusat (isoter). Kalau rumahnya tidak layak isoman, ya isolasi terpusat," jelas Budi Gunadi Sadikin.

"Di Wisma Atlet sekarang, akan kami sortir pasien-pasien COVID-19 yang masuk, sehingga yang masuk Wisma Atlet bisa hanya OTG asimptomatik yang memang tidak atau kurang layak rumahnya buat isoman."

Perkembangan keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Ratio/BOR) di RSDC Wisma Atlet Kemayoran (Tower 4, 5, 6 dan 7). Tower 6 dan 7 kembali difungsikan optimal untuk perawatan pasien COVID-19.

Jumlah pasien rawat inap di RSD Wisma Atlet per 2 Februari 2022 sebanyak 4.970 orang (2.249 pria, 2.721 wanita). Semula 4.814  orang, lalu bertambah 156 orang.

Rekapitulasi Pasien Terhitung Mulai Tanggal (TMT) 23 Maret 2020 sampai 2 Februari 2022 pukul 08.00 WIB, antara lain, pasien terdaftar 141.428 orang, pasien keluar 136.458 orang. Rinciannya, pasien rujuk ke RS lain 1.097 orang, sembuh 134.765 orang, dan meninggal 596 orang.

Memanfaatkan Telemedisin 

Pasien Omicron yang mengalami gejala ringan atau tanpa gejala dianjurkan untuk melakukan isolasi mandiri jika tempat tinggalnya memenuhi persyaratan. Saat isoman, pasien bisa mengakses layanan telemedicine dan mendapatkan obat COVID-19 gratis. 

"Sasaran layanan telemedisin Isoman perawatan Omicron adalah bagi pasien positif Omicron tanpa gejala atau gejala ringan, berusia minimal 18 tahun, kondisi rumah layak isoman. Diperiksa di wilayah Jabodetabek, berdomisili di Jabodetabek," ujar Nadia, Senin (17/1).

Pasien isoman bisa berkonsultasi online dengan dokter di salah satu dari 17 layanan telemedisin jika sudah dapat WA pemberitahuan. Caranya dengan menekan link yang tercantum di pesan WA dari Kemenkes atau di link yang muncul ketika pengecekan NIK mandiri di situs isoman.kemkes.go.id/panduan. Pasien perlu memasukkan kode voucher agar bsia konsultasi dan dapat paket obat gratis.

Untuk mendapat layanan konsultasi daring dan paket obat gratis, ada syarat yang harus dipenuhi pasien Omicron. Pasien terlebih dahulu harus melakukan tes PCR di laboratorium yang sudah terafiliasi dengan sistem New All Record (NAR) Kemenkes.

Pasien akan menerima pesan Whatsapp dari Kemenkes RI (dengan centang hijau) secara otomatis jika hasil tes positif dan laboratorium penyedia tes COVID-19 melaporkan data hasil pemeriksaan ke database Kemenkes (NAR).

Bila tidak mendapat pemberitahuan melalui WA, pasien bisa memeriksa NIK secara mandiri di situs isoman.kemkes.go.id.

Lanjutkan Membaca ↓

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya