Trust Issue Anak pada Orangtua, Psikolog: Butuh Waktu dan Usaha untuk Mengobatinya

Masalah kepercayaan atau trust issue mungkin terjadi pada anak ke orangtua.

oleh Diviya Agatha diperbarui 11 Mei 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2022, 15:00 WIB
Kurang Mendapatkan Perhatian Orangtua
Ilustrasi Anak Menangis Credit: pexels.com/Yan

Liputan6.com, Jakarta Anda mungkin sudah tak asing lagi dengan trust issue, sebuah kondisi dimana seseorang mengalami kesulitan untuk percaya dengan orang lain termasuk pada yang terdekat seperti orangtua.

Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani mengungkapkan bahwa anak memang bisa memiliki masalah kepercayaan pada orangtuanya sendiri.

Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh orangtua yang tidak dapat memenuhi kebutuhan anak baik secara fisik ataupun psikis.

"Contohnya kalau dari bayi, misalnya anak ngompol sampai basah, kotor. Tapi orangtuanya enggak ngeh, jadi enggak ganti-gantiin. Berarti dia akan merasa tidak nyaman dengan dirinya. Dia bisa menjadi tidak trust bahwa ada orang lain yang bisa membantu dia," ujar wanita yang akrab disapa Nina tersebut pada Health Liputan6.com ditulis Rabu (11/5/2022).

"Kayak gitu-gitu kalau kebawa sampai besar, enggak bisa juga tiba-tiba orangtuanya bilang mau ganti popoknya. Kan anaknya juga sudah enggak pakai popok kalau sudah gede," tambahnya.

Hal tersebut merupakan contoh paling sederhana cikal bakal masalah kepercayaan anak pada orangtua.  Artinya, masih ada kemungkinan lain yang lebih serius dan dapat berkontribusi dibaliknya.

"Kalau misalnya trust issue-nya seperti itu, orangtua harus ngebalikin lagi perilakunya supaya dia menjadi lebih dekat lagi sama anaknya," ujar Nina.

"Dia bisa ngobrol lagi dengan nyaman sama anaknya, anaknya bisa ketawa-ketawa bareng sama dia. Benar-benar sampai menciptakan rasa nyaman sedemikian rupa. Nah di situ bisa muncul trust kembali," tambahnya.

Membenahi Relasi

Lebih lanjut Nina menjelaskan, hal lain yang bisa menjadi akar dari masalah kepercayaan anak pada orangtua bisa disebabkan oleh pengalaman tidak langsung, yang dapat terjalin dari waktu ke waktu.

"Kalau popok tadi itu kan pengalaman langsung. Tapi ada juga yang mengalaminya karena si orangtua tidak bisa dipercaya oleh orang di sekitarnya seperti saudara kandungnya atau ibu bapaknya," kata Nina.

"Jadi misalnya, si ibu sering berbohong sama bapaknya. Meskipun ibunya jujur pada anak, tapi anak ini bisa jadi enggak trust sama ibunya," tambahnya.

Sehingga dalam kasus tersebut, menurut Nina, yang harus dibenahi bukan hanya relasi anak dan orangtua. Melainkan relasi keseluruhan di keluarga dimana satu sama lain harus bisa merasa nyaman.

"Trust issue itu seringkali soal bagaimana dia merasa nyaman dan nyaman itu memang sangat relatif. Nyaman itu juga bukan hanya masalah fisik ya, oh udara nyaman, oh kenyang, bukan, bukan cuma itu,"

"Tapi juga secara emosional. Dia (anak) merasa didengarkan, dihargai pendapatnya, merasa didampingi, ditemani," kata Nina.

Butuh Waktu dan Usaha

Menurut Nina, dalam hal mengatasi trust issue yang telah lama terjadi membutuhkan waktu yang cukup panjang. Bahkan terkadang membutuhkan terapi untuk mengobatinya.

Namun bukan berarti trust issue anak pada orangtua tidak bisa tertangani. Hanya saja membutuhkan waktu dan usaha antar masing-masing pihak.

"Kuncinya memang semuanya harus mau belajar ulang untuk memiliki relasi yang lebih dekat dan nyaman satu sama lain," ujar Nina.

Trust issue sendiri sebenarnya dapat berdampak pada banyak hal. Salah satunya dapat membuat seorang anak tidak mau atau malas untuk mendengarkan orangtuanya.

Mengingat bisa saja sebelumnya ada hal-hal yang pernah mengecewakan hati anak. Sehingga orangtua bukan menjadi figur yang dapat dipercaya oleh anak.

"Jadi selain masalah tumbuh kembang, tahap perkembangannya dia, bisa juga karena sebenarnya dia tidak trust (percaya) pada orangtuanya. Sehingga dia juga malas mendengarkan," kata Nina.

Lebih lanjut Nina mengungkapkan bahwa justru yang harus diperhatikan orangtua saat anak membangkang adalah cara untuk mengomunikasikannya.

"Nah yang perlu kita perhatikan kalau anaknya lagi membangkang (tidak mau mendengarkan) itu caranya kita untuk meminta anak melakukan sesuatu bukan dengan memaksa. Harus ada strateginya untuk membuat anak ini mendengarkan," ujarnya.

Tidak Mau Mendengarkan Orangtua

Sebelumnya, Nina juga sempat menjelaskan terkait kemungkinan penyebab lainnya mengapa seorang anak tidak mau mendengarkan atau nurut pada orangtua.

"Ada banyak sekali kemungkinan penyebab anak itu tidak mau mendengarkan orangtua. Ada hal yang sangat wajar banget, natural banget," ujar Nina.

"Misalnya, anak lagi fokus banget sama apa yang ia perhatikan. Sehingga dia tidak bisa mendengarkan hal-hal lain termasuk orangtuanya," tambah Nina.

Selain itu, Nina menjelaskan, dalam beberapa kasus memang akan ada anak yang pada dasarnya mendengarkan. Namun menolak untuk mendengarkan atau menuruti orangtuanya.

Hal tersebut lantaran memang ada tahap perkembangan usia dimana anak memiliki egonya sendiri. Secara singkat, Nina menyebutnya sebagai tahap usia membangkang.

Misalnya, pada tahap usia satu tahun, mulai muncul banyak kemauan pada diri anak. Pada tahap usia tiga tahun, anak mulai memiliki banyak inisiatif baru. Serta, pada tahap usia enam tahun dimana anak mulai punya banyak ide untuk berkarya.

"Pada usia-usia itu, membangkang itu jadi sesuatu hal yang wajar. Justru kalau misalnya membangkang itu bisa jadi tanda-tanda anak ini berkembang dengan baik karena dia punya idenya sendiri," kata Nina.

Infografis Jangan Panik, Kenali Gejala Hepatitis Akut pada Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jangan Panik, Kenali Gejala Hepatitis Akut pada Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya