BKKBN Sebut Upaya Turunkan Stunting Perlu Peran Banyak Pihak dengan Konsep Pentahelix

Unsur yang terlibat dalam penanganan pentahelix untuk stunting kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo yakni mulai dari pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, dunia usaha hingga media.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jun 2022, 11:05 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2022, 11:05 WIB
Ilustrasi anak stunting
Ilustrasi anak (Foto: Pixabay/PixelLoverK3)

Liputan6.com, Jakarta - Peran aktif masyarakat diperlukan guna mengatasi masalah stunting atau kekerdilan. Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.

Seperti pandemi COVID-19, stunting pun perlu penanganan yang melibatkan banyak pihak dengan konsep pentahelix.

"Upaya percepatan penurunan prevalensi kekerdilan atau stunting membutuhkan peran banyak pihak dengan konsep pentahelix,' ujar Hasto dalam wawancara virtual, Selasa (21/6), dilansir Antara.

Unsur yang terlibat dalam penanganan pentahelix untuk stunting kata Hasto yakni mulai dari pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, dunia usaha hingga media.

"Masyarakat juga ikut berperan penting, karena kesadaran dan pemahaman masyarakat merupakan kunci utama dalam upaya mencegah dan mengatasi stunting," kata Hasto.

Hasto mengatakan, BKKBN akan memperkuat edukasi dan advokasi mengenai pentlingnya upaya pencegahan kekerdilan atau stunting di tengah masyarakat.

"BKKBN juga akan terus menyosialisasikan dan mengajak seluruh keluarga untuk memberikan asupan makanan bergizi seimbang sebagai salah satu upaya mencegah stunting," ujarnya.

Hasto mengingatkan, makanan bergizi seimbang bisa didapat dari berbagai bahan pangan lokal yang tersedia.

"Tentunya bahan pangan yang bergizi dan terjangkau dengan cita rasa yang sesuai dengan selera keluarga-keluarga Indonesia," kata Hasto.

Pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi baru lahir hingga usia enam bulan juga disampaikannya.

Sebelumnya, BKKBN juga menyambut baik wacana penerapan cuti melahirkan selama enam bulan dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) guna mendukung upaya percepatan penurunan prevalensi kekerdilan atau stunting.

Menurut Hasto, dengan pemberian cuti enam bulan maka ibu yang baru saja melahirkan bisa fokus memulihkan diri dan memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

"Jika ASI eksklusif tercukupi maka cukup luar biasa, karena salah satu upaya pencegahan stunting adalah dengan pemberian ASI eksklusif," ucapnya.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


6 Juta Anak Indonesia Alami Gangguan Pertumbuhan

Berdasarkan data survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi angka stunting nasional masih ada di angka 24,4 persen. Dari jumlah tersebut maka masih ada sekitar 6 juta anak yang mengalami gangguan pertumbuhan.

Pemerintah pun menargetkan angka stunting nasional bisa terus turun. Dalam peta jalan yang telah dibuat, pemerintah ingin menurunkan prevalensi stunting nasional pada 2024 menjadi 14 persen.

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi menjelaskan, untuk menurunkan angka stunting nasional, pemerintah telah mengelompokkan 12 provinsi yang akan menjadi prioritas dalam menurunkan angka stunting pada anak.

"Ada 12 provinsi khusus dalam percepatan penanganan stunting pada anak," kata Suprayoga Hadi dalam Pembukaan Kegiatan Sosialisasi Arah Kebijakan DAK Stunting Tahun Anggaran 2023, Jakarta, Selasa (14/6/2022).

Yoga menjelaskan dari 12 provinsi tersebut 7 diantaranya merupakan provinsi dengan prevalensi anak mengalami stunting tertinggi. Sedangkan 5 provinsi lainnya merupakan daerah dengan jumlah anak mengalami stunting terbanyak.

"Dari 12 provinsi tersebut telah mencapai 60 persen dari total anak balita yang mengalami stunting di Indonesia," ungkapnya.


Program Penurunan Stunting

Yoga mengatakan program penurunan stunting pada anak tidak hanya dilakukan di 12 provinsi prioritas saja. Kepada 22 provinsi lainnya dilakukan program serupa demi mencapai target pemerintah yang kurang dari 2 tahun ini.

"Kita tetap lakukan program yang sama untuk menurunkan angka stunting di wilayah lainnya," kata dia.

Untuk itu, pihaknya telah meminta pemerintah untuk mengalokasikan anggaran khusus dalam penanganan stunting pada anak. Kemudian pada tahun 2019 pemerintah mulai mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan non fisik untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia.

Hanya saja, dia menyayangkan belum semua daerah bisa memanfaatkan DAK tersebut secara optimal. Sehingga dampaknya belum terasa signifikan. Padahal pemerintah menargetkan pada tahun 2024 prevalensi angka stunting nasional turun ke angka 14 persen.

"Banyak daerah yang belum memanfaatkan secara optimal DAK yang ada untuk penurunan stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024," kata dia.


Pentingnya Asupan Protein Hewani

Upaya pencegahan stunting perlu dilakukan sejak calon ibu berusia remaja. Remaja putri perlu paham dan sadar untuk mengonsumsi makanan bergizi agar status nutrisinya baik saat hamil nanti.

Serta tidak lupa untuk memberikan protein hewani kepada bayinya ketika mulai mendapat makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Sebab, bukan rahasia lagi, salah satu penyebab stunting yaitu kekurangan nutrisi, khususnya protein hewani.

"Penyebab stunting ada dua. Pertama karena malanutrisi berkelanjutan, dan kedua karena sakit kronis," kata dr Kurniawan Satria Denta MSc SpA dalam Memperingati Hari Susu Sedunia yang dirayakan tiap 1 Juni.

Protein hewani, lanjut Kurnia, penting dalam mencegah stunting. Sayangnya, konsumsi protein hewani di Indonesia masih rendah.

Hal tersebut diaminkan Penyuluh KB Ahli Utama Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dwi Listyawardani yang menyebut bahwa berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, konsumsi protein hewani hanya 21,5 gram per kapita per hari.

"Ini berarti hanya sekitar 1/3 dari konsumsi protein keseluruhan yang mencapai 62,28 gram per kapita per hari," kata Dani.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya