Ada 9 Kasus Suspek Monkeypox di RI, Menkes Budi: Semua Negatif

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan sudah ada kasus suspek monkeypox di Indonesia. Kasus suspek penyakit yang juga disebut cacar monyet ada sekitar sembilan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 26 Jul 2022, 15:35 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2022, 15:30 WIB
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Tengah)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Tengah). Foto: Liputan6.com Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan sudah ada kasus suspek cacar monyet atau monkeypox di Indonesia. Kasus suspek  cacar monyet ada sembilan.

Namun, semua kasus suspek sudah dites di Jakarta dan semuanya dinyatakan negatif.

“Ada 9 kasus suspek, kita sudah tes di Jakarta dan semuanya hasilnya negatif,” kata Budi saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (26/7/2022).

Ia menambahkan, monkeypox virusnya lebih besar ketimbang virus Corona penyebab COVID-19.

“Jadi kalau SARS-Cov2 itu cuman 30.000 basis DNA-nya, ini (monkeypox) ratusan ribu. Jadi tes-nya dengan PCR biasa cuma reagennya berbeda dan kita sudah dapat reagen ini dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 500 tes dan kita sudah beli dan mudah-mudahan akan datang minggu ini dari China.”

Alat ini kemudian akan digunakan untuk skrining monkeypox. Saat ini Indonesia sudah memiliki kemampuan tes dan bisa dilakukan di 1.100 laboratorium PCR yang dimiliki Indonesia pada saat masa COVID-19.

“Jadi kita beruntung karena ada COVID jadi kita sudah punya 1.100 lab di seluruh Indonesia yang bisa melakukan tes untuk monkeypox,” kata Budi.

Ia membenarkan bahwa penyebaran monkeypox sebagian besar terjadi di kelompok tertentu. Penularannya pun tinggi seperti HIV AIDS.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Mengelola Kelompok Berisiko Tinggi

Launching Satusehat Kementerian Kesehatan. (Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com).
Launching Satusehat Kementerian Kesehatan. (Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Mengingat kemampuan penularan yang tinggi, Budi pun mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pendekatan dengan organisasi-organisasi yang mengelola kelompok-kelompok berisiko tinggi.

“Untuk bisa melakukan surveilans secara aktif, jadi tidak menunggu laporan tapi kelompok ini kita dekati supaya bisa melakukan testing yang langsung.”

Budi juga menjelaskan perbedaan monkeypox dengan COVID-19. Menurutnya, monkeypox baru menular ketika sudah ada gejala sedangkan COVID-19 menular walaupun sebelum ada gejala timbul.

“Mereka (monkeypox) menular setelah ada gejala. COVID kan enggak ada gejala langsung sudah bisa menularkan. Monkeypox itu kan harus ada gejalanya dulu, lesi-lesi, ruam-ruam, itu baru dia menular sehingga surveilansnya lebih mudah.”

Surveilans yang lebih mudah membuat masyarakat tidak usah sepanik dulu, kata Budi. Pasalnya, gejala monkeypox bisa terlihat dengan mata dari ciri fisiknya sehingga tak perlu ada penutupan total seperti COVID-19 di tahun-tahun lalu. Hal ini ia sampaikan setelah peluncuran platform integrasi kesehatan baru bernama Satusehat,


Platform Satusehat

Launching Satusehat Kementerian Kesehatan. (Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com).
Launching Satusehat Kementerian Kesehatan. (Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Aplikasi yang awalnya diberi nama Indonesia Health Services (IHS) adalah salah satu perwujudan dari program transformasi kesehatan yang dicanangkan Kementerian Kesehatan.

“Jadi memang kita rujukan roadmap transformasi teknologi informasi kesehatan itu di bulan Desember 2021, nah itu ada beberapa program di dalamnya. Tapi secara garis besar ada program yang mengintegrasikan data, jadi seperti ini (program Satusehat) adalah salah satu contohnya,” kata Budi.

Budi menambahkan, ini merupakan upaya menyederhanakan aplikasi kesehatan yang ada saat ini.

“Kita mau sederhanakan aplikasi yang ada, jadi kita akan lebih fokusnya ke platform aja. Kita mau membangun ekosistem informasi. Jadi gimana start up bisa masuk, nah itu rencananya sudah ada di sana sampai tahun 2024.”

Aplikasi ini juga terintegrasi dengan apotek hingga 32 rumah sakit di berbagai daerah serta Pedulilindungi. Menkes juga memiliki target untuk menyatukan 32 rumah sakit daerah, puskesmas, laboratorium, dan apotek untuk terintegrasi di akhir 2023.


Tak Ada Kendala Berarti

Terkait kendalanya, sejauh ini Budi mengatakan bahwa pilot project ini mudah.

“So far yang saya dengar, di pilot project ini mudah. Ini kan relatif RS-RS yang teknologinya bagus. RS itu variasinya besar sekali, jadi mungkin nanti kita akan cari RS yang tidak memiliki sistem Informasi yang baik, kita kasih alternatif yang lebih sederhana.”

Budi berharap pada 2023 semua rumah sakit dapat terkoneksi. Tidak hanya rumah sakit pemerintah saja tapi juga rumah sakit swasta.

“Kita maunya semuanya, akhir 2023 kalau bisa semuanya sudah terkoneksi ya.”

Dalam kesempatan yang sama, Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes Setiaji mengatakan bahwa Satusehat akan bisa menyajikan berbagai macam data dari berbagai macam standarisasi.

“Satusehat merupakan platform yang nantinya akan menyediakan berbagai macam data baik rekam medis maupun resume medis yang saling terhubung dan didukung keamanan datanya oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN),” ujar Setiaji.

Data ini akan banyak bermanfaat, bukan hanya terkait untuk rujukan tapi juga untuk menunjang layanan kesehatan.

“Sebelum melakukan peluncuran ini kami sudah melakukan uji coba di beberapa rumah sakit baik di tingkat daerah maupun dinas kesehatan DKI Jakarta yang secara khusus mendukung 32 rumah sakit daerah agar bisa terhubung dengan Satusehat ini,” katanya.

Infografis Mengenal Cacar Monyet yang Menginfeksi Manusia
Infografis Mengenal Cacar Monyet yang Menginfeksi Manusia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya