Saat Anak Alami Trauma, Psikolog Sarankan Orangtua Tak Terlalu Banyak Bicara

Usai kejadian traumatis, otak manusia tidak bisa terlalu merespons kata-kata yang diucapkan oleh orang lain.

oleh Diviya Agatha diperbarui 14 Agu 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2022, 08:00 WIB
Empati
Ilustrasi Anak dan Orangtua Credit: pexels.com/Ketut

Liputan6.com, Jakarta Orangtua pasti tahu yang terbaik untuk anaknya, kalimat tak asing yang mungkin pernah Anda dengar. Nyatanya, tak semua orangtua sepenuhnya tahu dan memahami apa yang sebenarnya terbaik bagi anak.

Hal tersebut pun kerap menjadi fakta yang ditutup-tutupi. Tak sedikit orangtua yang berupaya melakukan banyak hal yang dinilai baik olehnya atas dalih kebaikan untuk anak.

Salah satunya bisa dilakukan saat orangtua mengeluarkan berbagai macam kata-kata saat anak tengah mengalami trauma.

Maksud hati untuk menghibur atau mungkin membela, namun saat mengalami trauma, seseorang termasuk anak-anak ternyata akan lebih sulit untuk memproses kata-kata dengan baik.

Psikolog anak, remaja, dan keluarga Universitas Kristen Maranatha Bandung, Efnie Indriani mengungkapkan bahwa saat masih trauma, otak tidak terlalu bisa untuk merespons kata-kata yang dikeluarkan oleh orang lain.

"Saat (trauma) ini tidak bisa terlalu banyak kata-kata diungkapkan, karena saat masih trauma otak tidak terlalu merespons kata-kata," ujar Efnie melalui keterangan pada Health Liputan6.com ditulis Jumat, (12/8/2022).

Menurut Efnie, saat anak mengalami trauma, orangtua bisa membantu dengan memberikan dukungan. Dukungan tersebut dapat dilakukan secukupnya dengan tetap berada di dekat anak, mendengarkan, dan memberikan pelukan hangat.

Dengan begitu, anak dianggap dapat lebih merasa aman usai kejadian traumatis yang terjadi.

"Orangtua (sebaiknya) hadir di dekat anak, mendengarkan, memberikan pelukan hangat agar anak merasa aman," kata Efnie.

Hindari Marah Usai Kejadian Traumatis di Depan Anak

Anak
Ilustrasi Remaja dan Orangtua Credit: pexels.com/pixabay

Dalam kondisi trauma, Efnie juga menyarankan agar orangtua menghindari marah atau mengomentari perlakuan yang diterima oleh anak di depan anaknya langsung, karena emosi yang keluar dapat memperberat kondisi trauma yang dialami oleh anak.

"Sebaiknya orangtua juga menghindari marah atau mengomentari perlakuan yang diterima oleh anak saat di hadapan anak. Ini akan memperberat trauma sang anak," ujar Efnie.

Lebih lanjut Efnie mengungkapkan bahwa kondisi traumatis yang terjadi pada anak semasa kecil memang baiknya diselesaikan. Hal tersebut lantaran bila tidak selesai, maka anak mungkin akan membawa lukanya hingga dewasa.

"Kondisi traumatis masa kecil yang tidak diselesaikan akan merusak kesehatan mental anak, dan tentunya berimbas pada kehidupan di kemudian hari termasuk saat dewasa. Anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak bahagia," ujar Efnie.

Efek psikis juga bisa muncul dalam bentuk yang beragam. Seperti gangguan kecemasan, self concept yang negatif, self esteem yang rendah, dan masih banyak lagi.

Efek Trauma pada Kesehatan Fisik

Ilustrasi Anak Menangis
Ilustrasi Anak Menangis Credit: pexels.com/Yan

Selain dapat memengaruhi psikis anak, kejadian traumatis juga dapat memengaruhi kondisi kesehatan fisik. Efnie mengungkapkan bahwa kondisi fisik dan psikis memang dapat saling memengaruhi.

"Jika efek dari kondisi psikis (seperti peristiwa traumatis atau stres berat) sampai berimbas ke fisik maka sakit fisik yang dimunculkan tersebut disebut dengan psikosomatis," kata Efnie.

"Beban psikis yang terlalu berat dan tidak bisa ditanggulangi oleh mental seseorang akan menimbulkan reaksi fisik dalam bentuk sakit. Sakit yang akan bisa dimunculkan oleh fisik bisa berbeda-beda, tergantung kondisi bawaan fisik masing-masing," tambahnya.

Menurut Efnie, sakit yang biasanya muncul akibat stres dapat berupa demam, diare, mual dan muntah, sakit kepala, hingga alergi.

Bisa Dibantu dengan Psikoterapi

Ajarkan Arti Kebahagiaan
Ilustrasi Orangtua dan Anak Credit: pexels.com/pixabay

Sehingga menurut Efnie, cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan anak dukungan sosial yang baik dan tepat. Selain itu, psikoterapi juga menjadi hal yang dianjurkan usai mengalami trauma.

"Idealnya, anak tersebut dibantu melalui psikoterapi yang dilakukan oleh ahli (profesional). Pihak keluarga dan orang-orang terdekat menjadi pihak yang selalu memberikan dukungan (social support) agar secara perlahan kondisi psikisnya bisa pulih kembali," kata Efnie.

Mengutip laman VeryWellMind, psikoterapi dianjurkan bagi Anda yang mengalami kesulitan atau gangguan yang signifikan dalam hidup. Salah satunya jika aktivitas sehari-hari seperti sekolah, bekerja, atau relasi dengan orang lain hingga mengalami gangguan.

Psikoterapi juga dapat dilakukan bagi Anda yang memiliki coping mechanism tidak sehat atau berbahaya. Seperti dengan makan berlebihan, melampiaskan frustasi pada orang lain, merokok, atau minum-minum.

Bentuk psikoterapi juga begitu beragam dan dapat dilakukan lewat banyak cara, yang dapat dipilih sesuai dengan kenyamanan masing-masing individu.

Infografis 6 Cara Jaga Anak Aman Berinternet Saat Pandemi Covid-19
Infografis 6 Cara Jaga Anak Aman Berinternet Saat Pandemi Covid-19 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya