1.500 Bayi RI Berisiko Lahir dengan Hipotiroid Kongenital, Kemenkes Sarankan Skrining

Sekitar 1.500 dari 4,4 juta bayi baru lahir di Indonesia berisiko kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid kongenital.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 09 Okt 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi bayi baru lahir
Ilustrasi bayi baru lahir. Foto: Freepik.

Liputan6.com, Jakarta Sekitar 1.500 dari 4,4 juta bayi baru lahir di Indonesia berisiko kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid kongenital.

Hal ini disampaikan Plt Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ni Made Diah dalam konferensi pers daring Kemenkes, Jumat (7/10/2022).

Menurut Diah, hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang bahkan gangguan kognitif.

Hipotiroid kongenital yang dideteksi lebih cepat dan diobati, dapat mencegah anak mengalami keterlambatan pertumbuhan dan keterbelakangan secara kognitif. Dengan demikian skrining hipotiroid kongenital perlu dilakukan.

Gejala dan tanda yang dapat diobservasi setelah 1 bulan bayi lahir antara lain tubuh pendek, lunglai, kurang aktif, bayi kuning, lidah besar, mudah tersedak, suara serak, pusar bodong, dan ubun-ubun melebar.

Skrining hipotiroid kongenital dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang memiliki kondisi hipotiroid kongenital.

“Dengan skrining, diharapkan bayi dengan hipotiroid kongenital dapat diberikan tatalaksana dengan segera sehingga dapat terhindar dari disabilitas, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif,” ujar Diah pada konferensi pers virtual, Jumat (7/10) di Jakarta.

Pemeriksaan skrining hipotiroid kongenital menggunakan sampel darah tumit pada bayi usia 48 jam sampai 72 jam yang diambil oleh tenaga kesehatan. Semua bayi baru lahir berhak mendapatkan pemeriksaan tersebut melalui pelayanan di Puskesmas hingga rumah sakit.

Pemeriksaan Sampel Darah Tumit

Pemeriksaan sampel darah tumit dilakukan melalui laboratorium di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo, sesuai dengan regionalisasi berikut:

1. Laboratorium RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, mengampu wilayah DKI Jakarta, Banten, Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan. Bengkulu, Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan sebagian Jawa Barat (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi).

2. Laboratorium RSUP Dr. Hasan Sadikin, mengampu wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Jawa Barat.

3. Laboratorium RSUP Dr. Sardjito, mengampu wilayah DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Jawa Tengah, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah.

4. Laboratorium RSUD Dr. Soetomo, mengampu wilayah Jawa Timur.

“Bila pada skrining ditemukan hipotiroid kongenital, maka dilakukan pengobatan segera dalam periode emas (kurang dari 1 bulan). Dengan pengobatan yang dimulai tepat waktu, penderita Hipotiroid Kongenital dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal,” kata Diah.

Jika Tidak Skrining

Jika skrining tidak dilakukan, maka hipotiroid kongenital pada anak tidak akan terdeteksi. Akibatnya, anak tak dapat tumbuh dengan optimal, baik secara fisik maupun intelektual.

Hipotiroid kongenital yang tak diobati bisa memicu dampak negatif jangka panjang, ini termasuk:

- Beban biaya untuk menanggung perawatan anak hipotiroid kongenital seumur hidup

- Beban psikologi dan sosial keluarga

- Negara harus menyiapkan guru dan Sekolah Luar Biasa (SLB)

- Bonus demografi tidak tercapai.

“Kalau anak tumbuh kembangnya kurang, intelektualnya kurang, nanti anak itu tidak produktif dan itu akan menjadi beban psikologis dan sosial keluarga.”

Alur skrining hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir cenderung sederhana. Bayi baru lahir akan diambil sampel darahnya dengan tusukan jarum khusus di tumit. Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga kesehatan sehingga orangtua tak perlu khawatir.

Sampel darah kemudian dikirimkan ke laboratorium rujukan dan diperiksa di laboratorium tersebut. Orangtua tinggal menunggu hasil dan jika hasilnya normal maka bayi tinggal menjalankan pemantauan tumbuh kembang seperti bayi pada umumnya.

Jika Hormon Tiroid Bayi Tinggi

Sedangkan, jika hasil skrining menyatakan bahwa kadar hormon tiroid bayi tinggi, maka bayi akan ditatalaksana di fasilitas kesehatan oleh dokter spesialis anak.

Akan dilakukan pula tes konfirmasi di laboratorium terstandar yang berada di kabupaten, kota, dan di laboratorium rujukan.

Jika positif hipotiroid kongenital, maka akan ditatalaksana dengan pengobatan di fasilitas kesehatan.

“Pengobatannya nanti sesuai dengan penanganan rujukan, mengikuti mekanisme dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.”

Sedangkan, jika negatif maka akan dilakukan pemantauan tumbuh kembang di fasilitas kesehatan seperti biasa.

“Bayi yang hipotiroid kongenital ini tidak dikenali, kalau tidak skrining dia bisa mengalami gangguan tumbuh kembang. Manfaat dari skrining ini kita bisa deteksi yang positif untuk segera diobati,” pungkasnya.

Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular Covid-19
Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya