HEADLINE: Indonesia Ditargetkan Lepas Status Pandemi COVID-19 Awal 2023, Persyaratannya?

Banyak pihak melontarkan prediksi status pandemi. Kali ini Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) menyebut status pandemi bakal dicabut pada Februari 2023. Asal, kasus terus landai.

oleh Benedikta DesideriaFitri Haryanti HarsonoMaulandy Rizky Bayu KencanaDiviya Agatha diperbarui 14 Okt 2022, 00:01 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2022, 00:01 WIB
Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki melintasi pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Pencabutan status pandemi COVID-19 telah ditunggu oleh begitu banyak orang. Dua tahun lebih hidup dalam pandemi membuat miliaran orang di dunia menunggu-nunggu angin segar tersebut.

Di Indonesia sendiri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyinggung kemungkinan mengenai berakhirnya pandemi COVID-19. 

"Pandemi memang sudah mulai mereda. Mungkin sebentar lagi akan kita nyatakan pandemi sudah berakhir," tutur Jokowi dalam peluncuran Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM di Gedung Smesco, Jakarta pada 3 Oktober 2022.

Sepekan setelah pernyataan Jokowi, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto menyatakan bahwa Indonesia merencanakan pencabutan status pandemi COVID-19 pada awal tahun 2023. Tentunya dengan melihat perkembangan kasus. Jika kasus tetap landai, kemungkinan status pandemi akan dicabut pada Februari mendatang.

"Kalau kita bisa jaga di bulan Februari kasusnya landai, maka kita bisa lepas dari pandemi COVID-19 ini,” jelas Menko Airlangga di Kantor Presiden Jakarta, Selasa, 11 Oktober 2022. 

Selaras dengan Airlangga, Wakil Ketua KPCPEN Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan soal kemungkinan Indonesia melepas status pandemi pada 2023.

"Sangat ada (kemungkinan lepas status pandemi). Tapi, kita enggak tahu, kalau ada varian baru," katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2022.

Optimisme dari pejabat pemerintah RI itu setelah melihat angka kasus penularan COVID-19 di Indonesia dalam enam bulan terakhir melandai. Lalu, angka reproduksi efektif (Rt) yang menunjukkan laju penularan virus Corona sudah kurang dari satu dalam tiga bulan terakhir. Ini artinya situasi COVID-19 di Indonesia terkontrol.

Lalu, Secara nasional, rata-rata jumlah kasus konfirmasi harian dalam sepekan berkisar di angka yang relatif rendah, yaitu 1.195 kasus.

Salah satu upaya untuk menekan laju kasus COVID-19, pemerintah juga bertekad melakukan ekstensifikasi vaksinasi booster pada tiga bulan ke depan. Lalu, pemerintah akan mengevaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sampai akhir Oktober 2022 untuk menentukan kebijakan selanjutnya.

"Akhir bulan depan (November 2022) ditentukan terkait PPKM ke depan, disertai catatan booster dan vaksinasi diekstensifkasi di November, Desember, dan Januari, karena kalau kita bisa jaga di Februari kasus landai maka kita bisa lepas dari pandemi COVID-19," kata Airlangga.

 

Infografis Indonesia Kemungkinan Lepas Status Pandemi Covid-19 Awal 2023. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Indonesia Kemungkinan Lepas Status Pandemi Covid-19 Awal 2023. (Liputan6.com/Trieyasni)

Tetap Mengikuti Arahan WHO

Infografis Indikator dan Syarat Indonesia Menuju Tahapan Endemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Indikator dan Syarat Indonesia Menuju Tahapan Endemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Meski ada harapan untuk segera mengakhiri pandemi, Luhut menyebut Indonesia akan tetap merujuk pencabutan status pada Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

"Kita akan lihat. Kita tetap harus nurut kepada WHO. Tapi, kita pada status yang terbaik sekarang. Di seluruh dunia, dibanding beberapa negara, kita termasuk yang paling baik," katanya.

Senada dengan Luhut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa wewenang pencabutan status pandemi ada di tangan WHO. 

“Khusus mengenai pandemi ini, karena ini sifatnya dunia, nanti WHO yang akan memberikan timing-nya  (waktunya) kapan," terang Budi Gunadi usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta di awal Oktober 2022.

"Kapan dicabutnya, dia (WHO) yang akan meresmikan."

WHO melakukan tinjauan mengenai status pandemi setiap tiga bulan sekali. Organisasi di bawah PBB itu terakhir melakukan tinjauan sekitar dua bulan lalu seperti disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di kesempatan berbeda.

"Soal status pandemi, setiap tiga bulan, WHO melakukan review (tinjauan) Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Saya lupa terakhir kapan dilakukannya, sekitar 2 bulan yang lalu," kata Budi di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa, 11 Oktober 2022.

"Nanti mereka akan mereview (lagi) statusnya seperti apa."

Pada peninjauan rapat tiga bulanan PHEIC, WHO juga memperbarui bagaimana kebijakan dan rekomendasi dalam penanganan COVID-19. Peninjauan status PHEIC pun tak hanya persoalan kesehatan, melainkan turut menyasar geopolitik dan ekonomi.

"Kembali lagi, status pandemi atau istilahnya PHEIC ini akan ditentukan di rapat tiga bulanan. Akan diupdate (diperbarui) lagi. Kalau rapatnya lebih banyak geopolitik sama ekonomi," terang Budi.

 

Menuju Endemi, Masyarakat Harus Siap

Infografis Ragam Tanggapan Indonesia Kemungkinan Lepas Status Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ragam Tanggapan Indonesia Kemungkinan Lepas Status Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Indonesia perlu berhati-hati dalam memaknai akhir dari pandemi COVID-19. Walau kasus COVID-19 nasional terus menurun, angka kematian masih harus ditekan dan capaian vaksinasi booster diupayakan dapat meningkat.

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan, angka kematian COVID-19 di Indonesia terbilang tinggi. Sebagaimana data Satgas Penanganan COVID-19 per September 2022, ada lebih dari 100 kematian dalam seminggu.

"Kematian masih perlu untuk segera ditekan semaksimal mungkin. Karena saat ini masih mencatatkan lebih dari 100 kematian dalam satu minggu. Angka tersebut terbilang cukup banyak, karena kematian tidak hanya sekedar angka, namun berarti nyawa," tegas Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Kamis (13/10/2022).

Untuk mengakhiri pandemi COVID-19, menurut Wiku juga diperlukan kesadaran masing-masing individu dan pemerintah daerah. Terutama kesadaran untuk melindungi diri sendiri dan juga orang lain dari penularan virus Corona.

"Di sisi lain, kesiapan kita dalam mengakhiri pandemi dan memulai transisi ke endemi, perlu didukung kuat dari kesadaran masyarakat. Selain kesiapan pemerintah masing-masing daerah, kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya dan orang lain dapat terefleksi dari cakupan vaksinasi COVID-19 khususnya dosis ketiga," terangnya.

Bukan cuma Wiku yang mengatakan masyarakat perlu bersiap hadapi endemi, Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Amin Soebandrio juga. 

“Yang harus mempersiapkan diri terhadap perubahan dari pandemi ke endemi itu tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat, fasilitas dan tenaga kesehatan,” ujar Amin dalam konferensi pers daring bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 5 Oktober 2022. 

Meski pandemi COVID-19 berakhir masih ada kemungkinan ancaman dari patogen virus lain yang serupa.

“Mungkin pandemi COVID-19-nya akan berakhir, tapi ada kemungkinan patogen atau virus lain yang serupa. Artinya turunannya entah dari Omicron atau hasil mutasi dan sebagainya yang kemudian menyebabkan muncul kembali (pandemi).”

Menuju Endemi, Masyarakat Perlu Punya Kesadaran

Terkait strategi mempercepat endemi, Amin mengatakan bahwa salah satunya adalah peningkatan pengetahuan masyarakat soal penularan. Selama angka reproduksi di atas satu maka COVID-19 masih bisa menular.

Sejauh ini, pemerintah sangat melonggarkan masyarakat dalam menjalankan mobilitas. Masyarakat sudah tak perlu tes PCR atau antigen, artinya potensi penularan semakin kecil.

Meski begitu, setiap masyarakat harus mencoba mencegah penularan terutama jika setelah berada di kerumunan atau bertemu dengan orang yang tak serumah.

Strategi mempercepat endemi juga berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk melakukan self assessment, lanjut Amin.

Artinya, masyarakat perlu sadar jika telah kontak dengan orang lain, kemudian ada gejala yang muncul. Meski gejala itu belum tentu berkaitan dengan kontak yang dilakukan sebelumnya, tapi tetap saja hal ini perlu menjadi perhatian.

“Kalau setiap ada gejala dia periksakan diri supaya bisa memastikan dirinya aman, maka dia juga memastikan bahwa dirinya aman pula bagi orang lain.”

Vaksinasi Booster Diperkuat

Menuju akhir pandemi, Indonesia harus bisa menjaga kasus COVID-19 terkendali. Terlebih masyarakat rasa-rasanya sudah jenuh dengan kondisi pandemi COVID-19.

"Intinya sekarang, bagaimana supaya kita bisa sama-sama atau lebih cepat menuju akhir pandemi. Masyarakat ya kelihatan sudah benar-benar capek. Kita harus percaya diri dan kita harus optimis," terang Tim Pandemi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono.

Walau begitu, Pandu optimistis imunitas penduduk penduduk Indonesia tetap terjaga ke depannya. Hal ini berkaca dari pengalaman kala Omicron BA.4 dan BA.5 meningkat luar biasa di luar negeri tapi tidak dengan di Indonesia. 

"Ya karena kita imunitasnya tinggi. Kita bisa menjawab, kita bisa menjelaskan dan itu sesuai fakta-fakta yang kita kumpulkan datanya dan berdasarkan survei serologi."

Guna memperkuat imunitas menuju akhir pandemi, Pandu meminta masyarakat yang belum dibooster segera divaksinasi. 

Hingga kini, capaian vaksinasi booster memang berjalan lambat. Hingga Kamis, 13 Oktober 2022 terdapat akumulasi yang mendapatkan vaksinasi booster sebanyak 64.173.392 orang.

"Sayangnya, meskipun sudah diberlakukan penegakan aturan wajib booster untuk bepergian dan memasuki tempat umum, nyatanya kenaikan angka cakupan vaksin booster belum signifikan," kata Wiku.

Membelenggu untuk Pemulihan

Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa akhir dari status pandemi COVID-19 membelenggu banyak negara termasuk Indonesia untuk melakukan pemulihan.

"Membelenggu banyak negara termasuk Indonesia, karena akhirnya (harus) ada lanjutan dalam bentuk deklarasi darurat kesehatan di Indonesia. Status ini membelenggu dalam upaya banyak negara untuk melakukan pemulihan," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

"Tapi sekali lagi, ini pandemi. Status wabah global yang kalau bicara wabah global tidak bisa tidak, harus merujuk pada WHO (Organisasi Kesehatan Dunia)."

Meski begitu, menurut Dicky, status pandemi COVID-19 sebenarnya tidak ada di dalam konferensi internasional. WHO hanya memiliki wewenang untuk menetapkan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Belum lagi, PHEIC tidak bisa dijadikan standar untuk mengubah status pandemi menjadi endemi dengan sesungguhnya. Dicky mengungkapkan, saat ini pun ada tiga penyakit yang memiliki PHEIC yakni polio, monkeypox, dan COVID-19. Sedangkan yang menjadi status pandemi hanya COVID-19 saja.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya