HEADLINE: COVID-19 Omicron XBB Picu Lonjakan di Singapura Sudah Masuk Indonesia, Upaya Redam?

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebut, XBB ditengarai sebagai varian virus COVID-19 yang paling mampu menyelinap dari kekebalan tubuh hingga saat ini.

oleh Dyah Puspita WisnuwardaniBenedikta DesideriaFitri Haryanti HarsonoAde Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Okt 2022, 00:10 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2022, 00:01 WIB
Kasus COVID-19 di Singapura naik gegara subvarian Omicron XBB. (Foto: ilustrasi Freepik/mrsiraphol)
Kasus COVID-19 di Singapura naik gegara subvarian Omicron XBB. (Foto: ilustrasi Freepik/mrsiraphol)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebut, XBB ditengarai sebagai varian virus COVID-19 yang paling mampu menyelinap dari kekebalan tubuh hingga saat ini. WHO pun menyampaikan, subvarian Omicron itu telah teridentifikasi di 26 negara.

Indonesia mulai mewaspadai varian XBB ketika subvarian Omicron itu menginvasi negara tetangga terdekat, Singapura. Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan, varian XBB yang memiliki kode BA.2.10 ini membuat kasus COVID-19 di negaranya meningkat.

Pada pertengahan Oktober, Ong memprediksi gelombang kasus COVID-19 yang didorong oleh jenis XBB akan mencapai puncaknya sekitar pertengahan November 2022.

“Ini kemungkinan akan menjadi gelombang pendek dan tajam,” kata Ong, seraya mengatakan bahwa Singapura kemungkinan akan mengalami rata-rata sekitar 15.000 kasus harian.

Kini, XBB tengah menjadi subvarian utama infeksi COVID-19 di Singapura, terhitung 54 persen dari kasus lokal dari 3 hingga 9 Oktober 2022. Proporsi kasus dengan jenis XBB, subvarian Omicron, telah meningkat di negara tersebut selama sebulan terakhir. 

Pada 14 Oktober, ada 9.087 kasus COVID-19 baru yang dilaporkan di Singapura dan sembilan berada di ICU. Sebanyak 562 pasien dirawat di rumah sakit, dengan 44 membutuhkan oksigen. Rasio infeksi minggu ke minggu adalah 1,64.

Mengacu pada grafik di atas yang menunjukkan jumlah rata-rata pergerakan 7 hari, Ong mengatakan bahwa kasus meningkat, tetapi sudah mulai menurun yang berarti kasus tidak bertambah. 

Bila menilik saat gelombang BA.5 masuk di Singapura, kasus rawat inap mencapai 800 pada bulan Juli. Dan rumah sakit di Singapura sementara mampu mengatasinya.

XBB pertama kali terdeteksi pada Agustus 2022 di India dan sejak itu terdeteksi di lebih dari 17 negara, termasuk Australia, Bangladesh, Denmark, Jepang, AS, Singapura, hingga Indonesia.

Ya, subvarian Omicron XBB telah terdeteksi di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa varian baru XBB sudah masuk Indonesia pada 21 Oktober 2022. 

"Singapura yang sempat kasusnya ratusan naik lagi ke 6 ribu per hari karena ada varian baru namanya XBB. Varian ini juga sudah masuk di Indonesia," kata Menkes Budi dalam Capaian Kinerja Pemerintah Tahun 2022 di Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022 dipantau secara daring.

Kasus pertama XBB di Indonesia terdeteksi pada seorang perempuan usia 29 tahun yang baru kembali dari Lombok Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian, kasus tersebut merupakan transmisi lokal.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr M. Syahril mengatakan, wanita tersebut mengalami gejala seperti batuk, pilek, dan demam.

"Ada gejala seperti batuk, pilek, dan demam. Ia kemudian melakukan pemeriksaan dan dinyatakan positif pada 26 September. Setelah menjalani isolasi, pasien telah dinyatakan sembuh pada 3 Oktober," ujarnya.

Menindaklanjuti temuan tersebut, Kemenkes pun segera melakukan testing dan tracing terhadap 10 kontak erat. Hasilnya, seluruh kontak erat dari kasus pertama subvarian Omicron XBB di Indonesia dinyatakan negatif COVID-19.

 

Subvarian Omicon XBB

Ilustrasi COVID-19 Omicron varian XBB
Ilustrasi COVID-19 Omicron varian XBB

Strain XBB yang dikenal juga sebagai BA.2.10 adalah subvarian Omicron yang telah terdeteksi di beberapa negara. Seperti Australia, Bangladesh, Denmark Jepang, dan Amerika Serikat sejak Agustus. Subvarian ini pertama kali terdeteksi pada Agustus di India.

Direktur eksekutif di Institut Bioinformatika A*STAR Dr Sebastian Maurer-Stroh, kemunculan pertama varian XBB yang didokumentasikan di GISAID sudah ada di negara lain, beberapa minggu sebelum kasus pertama di Singapura.

"Jumlah genom yang diketahui untuk suatu varian sangat bervariasi antar negara hanya karena intensitas pengambilan sampel dan strategi pengawasan genomik," tambahnya mengutip Channel News Asia.

Maurer-Stroh juga mengatakan bahwa Singapura adalah salah satu negara terkemuka di dunia untuk mengurutkan genom virus dengan cepat.

"Ini akan memperkuat visibilitas varian baru lebih awal."

Dr Maurer-Stroh mengatakan bahwa virus berperilaku sesuai dugaan dan varian baru akan selalu menggantikan yang lama.

Sementara itu, Dr Leong Hoe Nam, spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena mengatakan varian tersebut berpotensi menggantikan varian BA.4 dan BA.5.

Dr Leong mengatakan bahwa varian tersebut akan menyebabkan lebih banyak infeksi karena dapat berlari lebih cepat dan menghindar lebih baik daripada jenis yang ada.

Namun, dia juga mengatakan itu tidak perlu dikhawatirkan karena jumlah penyakit parah tidak menjadi tinggi dan masih sesuai harapan.

Sejauh ini, tidak ada bukti bahwa itu mengarah pada kasus yang lebih parah. Berdasarkan data lokal awal, kasus XBB tidak lebih serius daripada subvarian Omicron lainnya, kata Kemenkes Singapura.  

Gelombang XBB di Singapura

Infografis Waspada Covid-19 Omicron XBB Sudah Masuk Indonesia
Infografis Waspada Covid-19 Omicron XBB Sudah Masuk Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Sebagian besar kasus COVID-19 di Singapura kali ini didorong oleh strain XBB, dan infeksi ulang juga berkontribusi, kata Ong. Dia menunjukkan bahwa dalam tiga minggu, XBB mengungguli subvarian Omicron lainnya.

"Karena 75 persen dari populasi kita sudah terinfeksi, jadi setiap gelombang baru pastilah infeksi ulang. Itu yang kita lihat sekarang," katanya.

Proporsi infeksi ulang di antara total kasus COVID-19 di Singapura telah meningkat selama sebulan terakhir, dengan infeksi ulang saat ini mencapai sekitar 17 persen dari total kasus baru.

Ong menjelaskan bahwa infeksi ulang segera setelah satu serangan COVID-19 itu jarang terjadi. Peluang terkena COVID-19 lagi selama satu hingga tiga bulan setelah satu infeksi jauh lebih rendah daripada jika seseorang tidak pernah terkena penyakit tersebut. Tapi resistensi ini memudar dari waktu ke waktu.

"Orang yang terinfeksi Oktober lalu atau sebelumnya ... risiko Anda terinfeksi hampir sama dengan orang yang belum pernah terinfeksi COVID. Jadi itu juga yang mendorong infeksi."

Direktur Pelayanan Medis Kenneth Mak mengatakan, meski jumlah kasus virus Corona meningkat, jumlah kasus parah dan rawat inap tidak sebanyak gelombang sebelumnya.

Ada tempat tidur ICU yang cukup untuk pasien COVID-19 dan non-COVID. Ada pula 50 lebih tempat tidur ICU dewasa untuk kasus COVID-19, tambahnya.

Kementerian Kesehatan setempat mengatakan bahwa dalam menanggapi lonjakan selama dua minggu terakhir, rumah sakit umum telah dengan cepat mengaktifkan berbagai tindakan untuk mengoperasikan sekitar 200 lebih banyak tempat tidur untuk pasien COVID-19.

Ini termasuk menunda penerimaan yang tidak mendesak, memulangkan pasien yang stabil ke rumah atau ke panti jompo. Dan memindahkan pasien yang pulih ke fasilitas perawatan transisi dan rumah sakit komunitas.

"Jumlah kasus COVID di ICU kami perlahan meningkat, karena kasus komunitas meningkat, meskipun pada tingkat yang lebih rendah," katanya.

"Rumah sakit umum kita harus memprioritaskan sumber daya mereka untuk melayani mereka yang sakit parah."

Dalam dua pekan sejak pertengahan Oktober 2022, rumah sakit umum di Singapura meningkatkan kapasitas tempat tidur untuk pasien COVID-19.

Ini dilakukan secara bertahap hingga 800 tempat tidur pada awal November. Mak menambahkan bahwa anggota masyarakat didorong untuk hanya pergi ke unit gawat darurat untuk kondisi darurat.

"Pada saat ini, kami masih dapat menangani peningkatan kehadiran yang kami lihat di unit gawat darurat. Namun kami sadar bahwa kami perlu terus mempertahankan kapasitas itu," kata Mak.

Sementara, Ong mengimbau warga Singapura untuk menjalankan tanggung jawab pribadi. Mengingatkan masyarakat untuk memantau kesehatan mereka dan melakukan vaksinasi jika memenuhi syarat.

Untuk subvarian ini, Singapura optimistis bisa menanganinya. Meskipun sangat menular, sejauh ini varian XBB tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada varian sebelumnya.

Kemenkes Terus Pantau Kasus di Tanah Air

Infografis Pasien Covid-19 Omicron XBB Pertama di Indonesia
Infografis Pasien Covid-19 Omicron XBB Pertama di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Melihat sudah ada varian XBB yang masuk RI, Menkes Budi mengatakan akan terus memantau perkembangan kasus di Tanah Air.

"Kita akan pantau terus," kata Menkes Budi dalam Capaian Kinerja Pemerintah Tahun 2022 di Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022.

Melihat masih adanya varian baru, Budi mengatakan bahwa vaksinasi serta penggunaan menjalankan protokol kesehatan masih perlu untuk dijalankan. Maka dari itu, ia mengatakan bahwa dengan menjalankan cara konservatif yakni dengan terus memakai masker diharapkan angka kasus COVID-19 terus rendah.

"Bapak Presiden meminta kita untuk memakai masker, sampai sekarang masyarakat masih terbiasa memakai masker. Negara-negara lain kan sudah pede sekali enggak pakai masker. Itu sebabnya terjadi kayak di Singapura yang naiknya (kasus) tinggi," kata Budi.

Dalam kesempatan berbeda, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Republik Indonesia Dante Saksono Harbuwono pun meminta seluruh elemen masyarakat waspada terhadap kemunculan subvarian Omicron XBB. Terlebih, varian XBB sudah terdeteksi di Indonesia dengan temuan satu kasus.

Saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang memetakan dan menelusuri lebih jauh penyebaran Omicron XBB melalui Whole Genome Sequencing (WGS). Kewaspadaan juga tetap harus dilakukan karena potensi kenaikan kasus COVID-19 dalam beberapa hari ke depan bisa saja terjadi.

"Sedang kami petakan karena memang datanya masih belum lengkap untuk varian tersebut (varian XBB)," ujar Dante usai acara pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Kampus UI Salemba, Jakarta baru-baru ini.

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito pun turut menegaskan, Pemerintah Indonesia terus melakukan pengawasan dan memantau pergerakan varian Virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 di dunia.

Pemantauan juga termasuk melihat pergerakan varian XBB di tiap negara. Apalagi hingga per 23 Oktober 2022, varian XBB sudah terdeteksi di lebih 17 negara di antaranya, Australia, Denmark, Filipina, Thailand, India, dan Jepang.

"Sampai dengan saat ini, Pemerintah terus melakukan pengawasan dan monitoring pergerakan varian baru COVID-19 pada setiap negara, termasuk Singapura," kata Wiku saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Senin, 24 Oktober 2022.

Berkaitan peningkatan kasus COVID-19 di Tanah Air dalam dua minggu terakhir, baik kasus konfirmasi positif dan aktif, penyebab kenaikan belum secara pasti diakibatkan oleh varian XBB walau Indonesia sudah menemukan satu kasus.

Pemantauan mendeteksi penyebaran Omicron XBB masih dilakukan. Jika kenaikan kasus COVID-19 diakibatkan varian XBB, maka pelaporan kasus akan masuk ke dalam catatan Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID).

"Kenaikan kasus (di Indonesia) yang terjadi akibat varian XBB belum dilaporkan di GISAID," terang Wiku.

Meski angka kasus baru dan kematian saat ini rendah, Wamenkes Dante mengingatkan bahwa mungkin saja kasusnya meninggat dalam beberapa hari ke depan. 

"Yang saya perlu sampaikan, walaupun sekarang angkanya kematian rendah, bukan tidak mungkin akan meningkat lagi dalam beberapa hari ke depan."

Dante juga meminta masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan dengan baik. Di masa transisi menuju endemi, kesadaran masyarakat untuk melindungi diri sendiri dan orang lain tetap harus dibangun.

"Karena itu masyarakat diimbau menjaga protokol kesehatan dengan baik," lanjutnya.

 

 

Perketat Pengawasan di Pintu-Pintu Masuk

Infografis Kenali Gejalanya dan Jurus Redam Covid-19 Omicron XBB
Infografis Kenali Gejalanya dan Jurus Redam Covid-19 Omicron XBB (Liputan6.com/Abdillah)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Siti Nadia Tarmizi menegaskan, kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi akhir-akhir ini tidak berkaitan langsung dengan penyebaran varian XBB.

"Sampai saat ini masih ada satu kasus positif varian XBB. Kalau yang lain (kenaikan kasus COVID-19) karena memang aktivitas yang meningkat dan juga memakai masker mulai turun," terang Nadia kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, ditulis Senin (24/10/2022).

Siti Nadia juga menyampaikan, pihaknya memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk negara.

"Kita memperketat surveilans di pintu masuk, terutama di Batam dan Jakarta. Semua kasus positif COVID-19 yang terdeteksi harus dilakukan Whole Genome Sequencing (WGS)," terang Nadia.

Artinya, seluruh pelaku perjalanan yang bergejala dan terbukti positif COVID-19, maka sampel pemeriksaan antigen/PCR akan dikirimkan untuk dilihat WGS-nya. Pengawasan di Batam juga demi menemukan lebih dini kasus varian XBB, sebab kasus transmisi varian XBB di Singapura telah menyebarluas.

Selain itu, masyarakat juga diimbau menyegerakan vaksinasi COVID-19 untuk meningkatkan proteksi terhadap COVID-19. “Segera lakukan booster bagi yang belum, untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat COVID-19,” terang Jubir Syahril.

Cegah agar Tak Terinfeksi

Banner Infografis Waspada Covid-19 Omicron XBB Sudah Masuk Indonesia, Kenali Gejala dan Upaya Redam
Banner Infografis Waspada Covid-19 Omicron XBB Sudah Masuk Indonesia, Kenali Gejala dan Upaya Redam (Liputan6.com/Abdillah)

Terkait masuknya subvarian XBB ke Indonesia, peneliti keamanan dan ketahanan kesehatan global di Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan ketika suatu subvarian terdeteksi di negara tetangga maka sebetulnya potensi subvarian yang sama telah masuk Indonesia jaraknya tak akan lebih dari satu minggu.

“Dalam konteks itulah ketika pemerintah 21 Oktober baru resmi menyatakan dan mampu mendeteksi subvarian XBB ya sebetulnya sudah ada sebelum itu,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Senin (24/10/2022).

Masuknya subvarian XBB ke Indonesia sulit dipantau lantaran keterbatasan surveilans ditambah genomic surveilans yang juga menurun.

Dicky menambahkan, subvarian XBB bisa membuat kasus-kasus di masyarakat meningkat, terutama kasus infeksi.

“XBB ini kemampuan menginfeksinya jauh melebihi Delta, bahkan melebihi BA.1 dan BA.2 bahkan 2 hingga 3 kali lipat.”

Subvarian XBB juga disebut menduduki posisi teratas dalam kemampuan menurunkan efikasi antibodi dibandingkan dengan varian-varian sebelumnya.

“Ini yang menyebabkan orang yang sudah divaksinasi tetap bisa terinfeksi,” kata Dicky.

“Namun kabar baiknya, meskipun potensi keparahan virus ini sama atau lebih dari varian sebelumnya, tapi jika masyarakat punya modal imunitas yang memadai setidaknya 3 dosis, kita optimis aspek pelayanan kesehatan tidak akan terlalu terdampak.”

Meski begitu, mengingat masyarakat Indonesia sangat besar dan kelompok yang belum divaksinasi juga banyak maka subvarian ini juga bisa serius dan menghalangi Indonesia untuk keluar dari masa krisis.

“Jadi bisa lebih panjang masa krisisnya, lebih menambah korban juga bukan hanya pada fase akut tapi pada fase kronis. Misalnya menambah potensi long COVID bahkan mengundang permasalahan misterius lainnya.”

Oleh karena itu, hal yang paling benar adalah mencegah agar tidak terinfeksi. Caranya dengan menemukan kasus-kasus XBB secepat dan sesegera mungkin sehingga orang-orang yang positif bisa menjalani isolasi atau karantina sesuai aturan.

“Ini penting untuk mencegah supaya virus ini tidak merambah pada kelompok rawan yang masih ada, seperti anak yang belum menerima vaksin, komorbid, ibu hamil, dan lansia,” kata Dicky. 

Selain deteksi dini, perilaku juga harus dibangun lebih adaptif supaya masyarakat paham bahwa dunia yang semakin rawan menuntut perilaku yang lebih bersih dan sehat.

Pemerintah juga perlu memperbaiki kualitas udara, kualitas air, dan sanitasi lingkungan karena sangat penting bagi kesehatan.

Dicky juga menyinggung soal kelangkaan vaksin yang tengah terjadi. Menurutnya, kelangkaan vaksin tidak mendukung upaya meningkatkan cakupan imunitas di masyarakat.

“Ini bahaya karena selain menempatkan masyarakat yang rawan menjadi lebih rawan, juga membuat animo masyarakat untuk vaksin menjadi turun.”

Di sisi lain, penurunan proteksi imunitas dari vaksin terjadi setelah 4 hingga 5 bulan. Penurunan ini menempatkan penerima vaksin dalam kondisi yang rawan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya