6 Warga Semarang Meninggal Akibat Leptospirosis, Kenali Gejala dan Penanganannya

Baru-baru ini, enam warga Semarang dikabarkan meninggal dunia akibat leptospirosis.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Okt 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2022, 19:00 WIB
Drainase Buruk, Banjir Rob Genangi Kawasan Pelabuhan Tanjung Emas
Warga menaiki becak untuk melintasi banjir rob di jalan Yos Sudarso Semarang di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas (24/4). Banjir rob ini terjadi karena dipicu oleh salah satunya sistem drainase yang masih kurang baik. (Liputan6.com/Gholib)

Liputan6.com, Jakarta - Dinas Kesehatan Kota atau DKK Semarang mencatat ada 22 kasus leptospirosis pada Kamis (24/2). Enam warga Semarang meninggal dunia akibat leptospirosis.

Leptospirosis adalah penyakit bakteri yang menyerang manusia dan hewan. Hal ini disebabkan oleh bakteri Leptospira yang paling sering ditularkan melalui hidung, mulut, dan mata. Bakteri juga bisa masuk melalui lecet kulit ketika seseorang terkena air yang terkontaminasi oleh urine dari hewan yang terinfeksi seperti tikus.

Ini terjadi di seluruh dunia tetapi terutama hadir di daerah tropis dan subtropis yang mengalami curah hujan lebat seperti Indonesia termasuk pula Semarang. Belum lama, Semarang dilanda curah hujan besar bahkan hingga banjir. Leptospirosis memang sering dikaitkan dengan kejadian banjir yang dikenal dapat membawa berbagai penyakit.

Terjadinya leptospirosis erat kaitannya dengan faktor risiko infeksi. Pada 2019, tercatat 920 kasus leptospirosis di Indonesia dengan 122 kematian akibat penyakit tersebut, mengutip laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Kamis (27/10/2022).

Kasus dilaporkan dari sembilan provinsi yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Maluku, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara. Namun, jumlah kasus yang dilaporkan ini merupakan perkiraan yang sangat rendah dari kejadian leptospirosis di Indonesia. Mengingat morbiditas tahunan leptospirosis pada populasi baru-baru ini diperkirakan 39,2 per 100.000 orang.

Melansir Webmd, leptospirosis adalah infeksi bakteri langka dari hewan. Ini menyebar melalui urine hewan terutama dari anjing, tikus, dan hewan ternak. Hewan-hewan ini bisa saja terlihat normal tanpa gejala apapun walau sebenarnya terinfeksi dan membawa bakteri.

Tak Bisa Dianggap Remeh

Tikus – hewan yang berpotensi menularkan Leptospirosis. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Tikus – hewan yang berpotensi menularkan Leptospirosis. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dalam kebanyakan kasus, leptospirosis tidak bisa dianggap remeh. Biasanya, penyakit ini jarang berlangsung lebih dari seminggu. Bisa pula penyakit ini sembuh tapi kambuh lagi.

Dalam kondisi seperti ini, leptospirosis dapat menyebabkan masalah yang jauh lebih serius, seperti nyeri dada dan lengan serta kaki bengkak. Ini sering membutuhkan rawat inap.

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang disebut Leptospira interrogans. Organisme ini dibawa oleh banyak hewan dan hidup di ginjal mereka. Itu berakhir di tanah dan air melalui urin mereka.

“Jika Anda berada di sekitar tanah atau air tempat hewan yang terinfeksi itu kencing, maka kuman dapat menyerang tubuh Anda melalui luka di kulit Anda, seperti goresan, luka terbuka, atau area kering.”

“Itu juga bisa masuk melalui hidung, mulut, atau alat kelamin Anda. Penularan sulit terjadi dari manusia lain, meskipun dapat ditularkan melalui hubungan seks atau menyusui,” mengutip Webmd.

Orang yang Rentan Terpapar

Risiko terinfeksi leptospirosis semakin tinggi jika berada di sekitar hewan dalam waktu lama. Beberapa orang yang sangat rentan terpapar yakni:

- Petani

- Dokter hewan

- Pekerja bawah tanah (pekerja selokan atau tambang)

- Pekerja rumah potong hewan

- Personil militer.

Risiko juga cukup tinggi jika seseorang beraktivitas, berenang, atau berkemah di dekat danau dan sungai yang tercemar leptospirosis.

Leptospirosis lebih sering ditemukan di daerah beriklim hangat. Dan meskipun bakteri ini hidup di seluruh dunia, itu sangat umum di Australia, Afrika, Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, serta Karibia.

Jika terinfeksi, gejala-gejala biasanya mulai timbul setelah dua minggu. Dalam beberapa kasus, gejala mungkin tidak muncul selama satu bulan atau tidak ada gejala sama sekali.

Gejala-gejala khas leptospirosis yang biasanya timbul adalah:

-  Demam

- Sakit kepala

- Sakit otot

- Penyakit kuning (menguningnya kulit dan mata)

- Muntah

- Diare

- Ruam kulit.

Banyak dari gejala ini mirip dengan penyakit lain, termasuk flu dan meningitis, jadi penting untuk melakukan tes.

Diagnosis dan Penanganan

Untuk memeriksa leptospirosis, dokter melakukan tes darah sederhana dan memeriksa darah untuk melihat antibodi. Ini adalah organisme yang diproduksi tubuh untuk melawan bakteri.

“Jika Anda pernah memiliki penyakit dalam sistem Anda sebelumnya, tes darah mungkin memberikan hasil positif palsu (atau menunjukkan antibodi dari infeksi sebelumnya). Jadi dokter Anda kemungkinan akan melakukan tes kedua sekitar seminggu kemudian untuk memastikan hasilnya benar.”

Dokter bisa pula melakukan tes DNA. Ini hasilnya lebih tepat, tetapi lebih mahal dan membutuhkan waktu lebih lama. Di banyak wilayah di dunia, tes DNA ini belum tersedia.

Bakteri juga dapat dideteksi jika tumbuh dalam darah, cairan tulang belakang, atau kultur urine.

Leptospirosis dapat diobati dengan antibiotik, termasuk penisilin dan doksisiklin. Dokter bisa merekomendasikan ibuprofen untuk demam dan nyeri otot.

Penyakit ini akan membaik dengan sendirinya dalam waktu sekitar seminggu. Namun, pasien tetap dianjurkan pergi ke rumah sakit jika infeksi menjadi lebih parah.

Infeksi parah ditandai dengan beberapa hal termasuk gagal ginjal, meningitis, dan masalah paru-paru.

“Anda mungkin perlu menyuntikkan antibiotik ke dalam tubuh Anda, dan dalam kasus yang sangat serius, infeksi dapat merusak organ Anda.”

Infografis Leptospirosis Hantui 8 Provinsi di Indonesia
Infografis Leptospirosis Hantui 8 Provinsi di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya