Perusahaan Ingin Menindaklanjuti Surat Sakit Palsu Karyawan, Bagaimana Alurnya?

Persoalan surat sakit palsu mungkin sudah sering Anda dengar. Lalu, jika ingin menindaklanjutinya, apa yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan?

oleh Diviya Agatha diperbarui 28 Des 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 28 Des 2022, 20:00 WIB
Ilustrasi bekerja
Ilustrasi bekerja (pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta Surat sakit menjadi keterangan penting yang dapat membantu karyawan saat harus beristirahat karena kondisi kesehatan. Namun, tak menepis fakta soal adanya surat sakit palsu yang dibuat karyawan untuk kepentingan tertentu.

Lalu, jika surat sakit terbukti dipalsukan oleh karyawan dan perusahaan hendak memproses itu menjadi sebuah laporan, bagaimanakah alur yang bisa ditempuh?

Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr dr Beni Satria mengungkapkan bahwa jikalau Anda merasa curiga karyawan memalsukan surat sakit, maka langkah pertama yang dapat dilakukan adalah memeriksakan kebenaran surat itu sendiri.

"(Misal) ada perawat yang sakit dengan surat sakit yang dikirimkan ke saya, yang saya lakukan adalah cek dulu kebenaran surat sakitnya. Ada kop surat dikeluarkan dari rumah sakit atau dari klinik," ujar Beni dalam media briefing ditulis Rabu, (28/12/2022).

"Kalau ada nomor kontaknya, saya tidak hubungi. Jika dekat, akan saya datangi. Tetapi kalau jauh jaraknya, tentu saya akan kontak. Hubungi untuk menanyakan, 'Apakah memang di sana ada atas nama si A yang berobat?'. Seringnya saya mendapatkan jawaban enggak, nama itu enggak ada. Jadi pastikan itu kembali," tambahnya.

Jika kasus yang terjadi seperti di atas, Beni mengungkapkan bahwa surat sakit tersebut dapat dipastikan palsu. Maka langkah kedua yang bisa dilakukan adalah memanggil karyawan yang bersangkutan untuk meminta keterangan.

"Panggil yang bersangkutan, tentu dikasih surat peringatan. Saya sampaikan aturan hukum, karena ini masuknya surat palsu," kata Beni.

Bisa Dikonfirmasi Lewat Unggahan Media Sosial

Ilustrasi berbicara dengan karyawan
Ilustrasi berbicara dengan karyawan. Sumber foto: unsplash.com/rawpixel.

Lebih lanjut Beni mengungkapkan bahwa untuk mengonfirmasi kebenaran kondisi karyawan, atasan pun bisa melakukan pemeriksaan lewat media sosial. Konfirmasi kebenaran juga bisa dilakukan jikalau ada yang melihat karyawan tersebut justru jalan-jalan di tempat publik.

"Skenario kedua, kalau saya hubungi ternyata benar dia berobat di sana, tetap dikonfirmasi. Kenapa dikonfirmasi? Karena saya lihat dia jalan-jalan ke mal. Nah itu contohnya. Itu akhirnya surat sakit yang diterima, tapi kepergok jalan-jalan ke mal, maka saya sampaikan agar dia (karyawan) tetap berhati-hati (karena memalsukan surat)," ujar Beni.

Tak berhenti di sana, Beni menjelaskan, perusahaan bisa melanjutkan kasus pemalsuan surat sakit dengan lebih lanjut pada pihak dokter yang membuat surat sakit. Caranya dengan membuat laporan pada pihak IDI untuk ditindaklanjuti dengan pembinaan etik.

"Bisa kepada IDI untuk dilakukan pembinaan etik (untuk dokter). Kalaupun tidak mau melalui IDI, perusahaan bisa mengadukan dokter tadi Mahkamah Konstitusi DKI Jakarta (atau kota yang bersangkutan)," kata Beni.

"Kalau ingin lebih berat lagi, lapor ke polisi terkait dugaan Pasal 267 dengan ancaman pidana empat tahun pidana. Bahkan pasien yang sama bisa diancam pidana empat tahun penjara."

Kewenangan IDI untuk Dokter yang Bersalah

Hukum
Ilustrasi sanksi pidana. credit: unsplash.com/tingey injury law firm.

Dalam kesempatan yang sama, Beni menjelaskan apa yang akan terjadi pada dokter jikalau terbukti membuat surat palsu. Tindakan yang diberikan akan berupa pembinaan pengawasan etik kedokteran hingga pencabutan STR (surat tanda registrasi) dan SIP (surat izin praktik).

"Kewenangan IDI adalah pembinaan pengawasan etik. Jadi tentu dokter akan dipanggil, akan diperiksa (bila ada aduan). Kalau terbukti, maka pelanggaran etik itu terbagi menjadi pelanggaran etik ringan, sedang, dan berat," ujar Beni.

"Kalau kesimpulannya adalah etik berat, tentu ada rekomendasi pencabutan STR. Itupun sifatnya rekomendasi kepada fasilitas kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia," tambahnya.

Begitupun dengan SIP dokter yang sama-sama berpotensi dicabut. Namun, SIP merupakan kewenangan pemerintah melalui dinas terpadu atau dinas kesehatan.

"Tentu kalau sudah mendapat rekomendasi dari organisasi profesi (semacam IDI), karena dia melakukan pelanggaran berat, tentu dinas kesehatan terkait akan menindaklanjuti itu agar SIP-nya dicabut," kata Beni.

Jika Dokter Melakukan Pelanggaran Ringan, Maka...

Ilustrasi Dokter
Ilustrasi Dokter | Credit: pexels.com/GustavoFring

Sedangkan, Beni menjelaskan bahwa bila kalau masuk dalam kategori pelanggaran etik ringan, maka akan ada serangkaian proses lagi berupa pendalaman kasus yang perlu dilakukan untuk jadi pertimbangan Majelis Kehormatan Etik.

"Kalau (dokter) yang bersangkutan dikategorikan sebagai pelanggaran ringan sesuai bukti, wawancara. Apakah sudah sering dilakukan? Apakah ini baru pertama kali? Tentu ini akan menjadi pertimbangan," ujar Beni.

"Ketidaktahuan atau tahunya seseorang yang akan menjadikan dasar Majelis Etik untuk menentukan ini ringan, sedang, atau berat. Kalau hanya pelanggaran ringan kesimpulan dari etik, ini yang nanti akan dilakukan pembinaan dari organisasi profesi dalam bentuk mengikuti seminar atau membuat tulisan terkait pelanggaran etik yang dilakukan bersangkutan," tambahnya.

Infografis RSDC Wisma Atlet Kemayoran Ditutup Bertahap Akhir 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis RSDC Wisma Atlet Kemayoran Ditutup Bertahap Akhir 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya