Prof Tjandra Yoga Aditama: Pelaku Kekerasan Seksual Harus Dihukum Berat, Tak Bisa Digeneralisasi ke Profesi

Dalam kasus yang melibatkan dokter PPDS tersebut, Prof Tjandra mengatakan, selain proses hukum yang harus ditegakkan, sanksi profesi juga perlu diberikan kepada pelaku.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani Diperbarui 13 Apr 2025, 20:36 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2025, 20:07 WIB
Ilustrasi Kekerasan Seksual. (Freepik/Bedneyimages)
Ilustrasi Kekerasan Seksual. (Freepik/Bedneyimages)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di salah satu universitas di Bandung memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama.

Menurutnya, tindakan tersebut sangat tidak dapat ditoleransi dan pelakunya harus mendapat hukuman tegas, dari sisi hukum maupun profesi.

"Rudapaksa oleh siapapun jelas perbuatan amat buruk. Pelaku rudapaksa tentu harus dihukum berat. Bahkan, secara umum pelecehan seksual dalam bentuk apa pun merupakan perbuatan tercela, dan perlu mendapat ganjaran yang setimpal," tegasnya dalam pesan tertulis yang diterima Liputan6.com, Minggu (13/4).

Tjandra mengatakan, selain proses hukum yang harus ditegakkan, sanksi profesi juga perlu diberikan kepada pelaku. Ia menyebut, pencabutan izin praktik sebagai dokter merupakan salah satu bentuk hukuman profesi yang dapat dilakukan.

"Tentang kasus dokter peserta PPDS di salah satu Universitas di Bandung yang diduga melakukan perbuatan asusila maka jelas harus dihukum berat, secara hukum maupun secara profesi. Pencabutan izin melakukan kegiatan profesi sebagai dokter merupakan salah satu bentuk hukuman profesi yang dilakukan, selain hukuman badan sesuai putusan pengadilan yang akan dijalaninya,” ujarnya..

Imbau untuk Jangan Digeneralisasi

Namun demikian, Prof Tjandra mengingatkan agar masyarakat tidak melakukan generalisasi terhadap profesi atau institusi terkait. Ia menekankan bahwa perilaku menyimpang dari satu oknum tidak bisa dijadikan dasar untuk menilai keseluruhan profesi dokter atau peserta PPDS.

“Saya kok yakin bahwa dengan adanya kasus satu orang PPDS ini maka tidak bisa digebyah uyah bahwa ada juga atau banyak PPDS atau dokter di Indonesia juga melakukan hal serupa. Demikian juga kalau terjadi pelecehan seksual oleh jenis pekerjaan tertentu maka tentu tidak dapat digeneralisir bahwa yang ada dalam jenis pekerjaan dan profesi itu punya kecenderungan seksual yang buruk pula,” jelasnya.

 

Langkah Preventif dengan Pembinaan Mental

Prof Tjandra juga menyoroti bahwa pelecehan seksual merupakan masalah yang terjadi lintas profesi dan wilayah, tidak hanya di Indonesia namun juga di berbagai negara lain. Untuk itu, ia menilai pentingnya pembinaan mental bagi seluruh lapisan masyarakat sebagai langkah preventif.

“Kejadian pelecehan seksual selama ini sudah terjadi di berbagai jenis dan kelompok masyarakat, baik di negara kita maupun juga di berbagai negara lain. Pengendaliannya harus dilakukan dengan upaya pembinaan mental anak bangsa di semua lini,” tutup Prof Tjandra.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya