Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Bambang Soesatyo, merespons terkait prevalensi perokok anak di Indonesia yang gagal turun.
Berdasarkan hasil survei Yayasan Lentera Anak, jumlah perokok anak di Indonesia bukannya menurun malah naik drastis dalam satu dekade terakhir.
Baca Juga
Tidak main-main, peningkatan jumlah anak berusia 10 hingga 18 yang merokok menyentuh angka 3,2 juta orang.
Advertisement
Bambang mengaku prihatin terhadap tingginya angka prevalensi perokok anak. Oleh sebab itu, MPR meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk segera menyikapi persoalan tersebut.
"Salah satunya dengan menyusun dan memerkuat regulasi yang mengatur pembatasan usia pembelian rokok," kata Bambang dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, 20 Januari 2022.
Lebih lanjut Bambang Soesatyo juga memintah pemerintah agar mengatur strategi baru dalam mengurangi jumlah perokok aktif, khususnya di kalangan anak-anak.
Caranya, dengan melakukan pembatasan iklan rokok di berbagai media --- baik cetak, situs berita (online), hingga media siaran.
"Mengingat hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden percaya iklan rokok memengaruhi konsumsi merokok anak," Bambang menekankan.
Bambang juga mendorong pemerintah agar menggandeng pihak-pihak terkait seperti pihak sekolah.
Guna menggencarkan kembali kegiatan penyuluhan atau edukasi mengenai bahaya merokok yang berfokus di kalangan usia sekolah.
-
Tingkatkan Kesadaran Anak Akan Bahaya Merokok
Bambang, mengatakan, dengan melakukan hal-hal seperti itu diharapkan dapat memberikan pemahaman yang baik, di samping dapat meningkatkan kesadaran anak mengenai dampak buruk rokok bagi kesehatan.
Tak ketinggalan, Bambang juga meminta pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan jumlah Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
"Sehingga dapat meminimalisir kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, hingga mengiklankan," kata dia.
"Hal ini dimaksudkan guna melindungi kesehatan individu dan masyarakat, khususnya kalangan usia remaja dari bahaya kandungan maupun asap rokok," Bambang menegaskan.
Â
Advertisement
Perkuat Komitmen dan Regulasi
Yang terakhir, Bambang Soesatyo juga memintah pemerintah terkait untuk memperkuat komitmen dalam mengendalikan produk tembakau, sesuai regulasi yang ada.
"Mengingat pengendalian tembakau butuh intervensi holistik. Mulai dari kebijakan cukai, promosi, edukasi masyarkat, hingga aturan industri," ujarnya.
Prevalensi Perokok Anak Gagal Turun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 hingga 2019 menargetkan prevalensi perokok anak berumur 10 hingga 18 tahun turun dari 8,7 persen (2015) menjadi 5,4 persen (2019).
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Jumlah perokok anak di Indonesia, berdasarkan data yang dirangkum Lentera Anak Indonesia, terus meningkat hingga menyentuh angka 3,2 juta (9,1 persen) pada 2018.
Â
Masalah Serius
Peningkatan prevalensi perokok anak bukan hanya akan menjadi permasalahan kesehatan pada masa mendatang, tapi juga akan menjadi beban ekonomi dan mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM).
Saat ini, kematian karena 33 penyakit yang berkaitan dengan perilaku merokok mencapai 230.862 pada 2015, dengan total kerugian makro mencapai Rp. 596,61 triliun dan merupakan penyebab kematian terbesar akibat penyakit tidak menular (Kemenkes, 2022).
Perilaku merokok pada anak dan remaja dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya:
- Pengaruh teman sebaya
- Normalisasi perilaku merokok
- Pemasaran rokok melalui iklan, promosi, dan sponsor (IPS) yang masif
- Kemudahan akses terhadap rokok dari segi harga maupun ketersediaannya serta regulasi yang mengaturnya.
Advertisement