STR Seumur Hidup Disebut Suburkan Praktek Dokter Abal-Abal, Kemenkes Angkat Bicara

Bila nantinya STR berlaku seumur hidup bukan berarti membuat marak praktik dokter abal-abal.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 03 Apr 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2023, 13:00 WIB
Dokter
Bila nantinya STR berlaku seumur hidup bukan berarti membuat marak praktik dokter abal-abal. (Sumber foto: Pexels.com)

Liputan6.com, Jakarta Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dokter dan tenaga kesehatan diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan berlaku seumur hidup. Bila nantinya STR berlaku seumur hidup bukan berarti membuat marak praktik dokter abal-abal.

Kualitas dokter dan tenaga kesehatan akan tetap terjaga melalui sistem pemenuhan kompetensi berkala yang wajib dilalui ketika memperpanjang Surat Izin Praktek (SIP). 

Syarat kompetensi akan melekat dalam SIP melalui pemenuhan Satuan Kredit Poin (SKP) seperti yang berlaku saat ini sehingga kualitas dokter dan nakes akan tetap terjaga. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI drg. Arianti Anaya, MKM. 

“Jadi, tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktek dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan SKP seperti praktek yang terjadi saat ini," kata Arianti mengutip laman resmi Kemenkes. 

"Kualitas mereka tetap terjaga. Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun," lanjutnya. 

STR dan SIP Saat Ini Diperpanjang 5 Tahun Sekali 

Saat ini, dokter dan tenaga kesehatan wajib mengurus perpanjangan STR dan SIP setiap 5 tahun sekali. Ada beberapa  tahapan birokrasi, validasi, dan rekomendasi sehingga banyak dokter dan tenaga kesehatan merasa terbebani termasuk dengan biaya-biaya yang timbul.

Menurut, Arianti bila nanti STR berlaku seumur hidup, maka dokter tinggal memperpanjang SIP saja. 

“Jadi, nanti yang diperpanjang cukup SIP saja. Tujuan dari penyederhanaan perizinan ini adalah agar dokter dan tenaga kesehatan tidak banyak dibebani sehingga mereka bisa tenang menjalankan tugas mulia mereka,” kata Arianti.


Diusulkan SIP Tak Perlu Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi

Dalam sosialisasi RUU Kesehatan baru-baru ini, Kementerian Kesehatan mengusulkan dalam RUU nanti agar pemenuhan kompetensi atau pemenuhan kecukupan SKP merupakan dasar dari pemberian SIP. Lalu, tidak lagi diperlukan surat rekomendasi dari organisasi profesi (OP) seperti sekarang ini.

Untuk memenuhi kecukupan SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu yang dimasukan ke dalam sebuah sistem informasi (SI) yang dikontrol oleh Pemerintah Pusat.

Izin praktik baru diterbitkan oleh pemerintah daerah baik Dinkes atau pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) jika dokter dan tenaga kesehatan telah memenuhi kecukupan jumlah SKP tertentu di dalam SI tersebut.

Proses registrasi dan izin praktik pun akan terintegrasi dan terhubung antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

 


Perhatikan Distribusi Dokter

Poin lain yang disosialisasikan adalah pemerintah pusat dan daerah bersama-sama akan menyusun perencanaan kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di setiap daerah sebagai acuan daerah untuk pemberiaan SIP. Pemberiaan SIP harus mempertimbangkan distribusi dokter dan tenaga kesehatan.

“SIP ini juga akan mempertimbangkan kondisi lapangan. Misalnya, di Kediri masih membutuhkan dokter anestesi ada 5 dokter. Selama dia (dokter) minta di sana dan peluang itu masih ada, maka dia masih bisa submit (kirim) untuk (penempatan) di Kediri,” jelas Arianti saat ‘Sosialisasi dan FGD RUU Kesehatan: Penyederhanaan Proses SIP dan STR’ yang diikuti Health Liputan6.com di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

 


Harapannya: Distribusi Dokter Merata

Tarif Mahal Jadi Alasan Utama Banyak Orang Enggan ke Dokter Gigi
ilustrasi dokter (Foto: pexels/lima miroshnchenko).

Proses penerbitan SIP juga akan menerapkan sistem terintegrasi Kemenkes. Sebelumnya, sistem SIP hanya di pemerintah daerah (pemda) masing-masing.

Dalam hal ini, ketika dokter ingin mengurus SIP dan daerah penempatan yang dituju sudah penuh, misalnya Jakarta, maka sistem otomatis untuk daerah penempatan di Jakarta akan terkunci.

Dengan demikian, dokter yang bersangkutan harus memilih daerah lain yang masih membuka peluang untuk penempatan.

“Misalnya, di Jakarta, obgyn sudah penuh, kemudian ada yang meminta SIO untuk dikeluarkan di Jakarta, otomatis Jakarta terkunci. Dia harus mencari tempat lain yang masih dibuka,” tuturnya.

Pertimbangan kebutuhan dokter di daerah untuk penerbitan penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) diharapkan Arianti Anaya dapat menyelesaikan masalah distribusi dokter. Kebutuhan dokter spesialis utamanya di daerah dapat terpenuhi.

“Sehingga dengan begini, maka kita berharap distribusi yang menjadi permasalahan itu bisa kita selesaikan,” harapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya