Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin sedang menyusun rencana baru terkait anggaran kesehatan. Rencana baru ini bernama Rencana Induk Kesehatan yang berfokus pada program kerja, kemudian didukung oleh finansial.
Rencana Induk Kesehatan dapat dikatakan sebagai pengganti mandatory spending atau anggaran wajib yang tidak tercantum lagi dalam UU Kesehatan terbaru. Dalam hal ini, besaran anggaran kesehatan minimal 10 persen dicabut dari UU Kesehatan.
Baca Juga
“Nah, disusun yang namanya Rencana Induk bidang Kesehatan, disetujui antara Pemerintah dan DPR RI. Ini menyetujui output, menyetujui program,” ungkap Budi Gunadi usai Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Advertisement
“Dan, apa yang ada di Rencana Induk bidang Kesehatan ini nantinya akan disupport (didukung) secara finansial sesuai kapasitas yang ada, agar bisa mencapai output (hasil) yang kita tuju bersama. Jadi, mekanismenya adalah penyusunan Rencana Induk bidang Kesehatan.”
Banyak Uang yang Dipakai tapi Enggak Jelas
Sebagaimana yang dipelajari Budi Gunadi, anggaran kesehatan yang digelontorkan lebih banyak yang tidak jelas sasarannya. Alhasil, hal itu dianggap buang-buang uang, tanpa kejelasan penggunaannya.
“Jadi sesudah kita belajar, Bapak Presiden juga sempat berbicara beberapa kali, uangnya dipakai buat apa. Dan saya mengalami sebagai Menteri, banyak betul uang yang dipakai, kemudian enggak jelas buat apa,” jelasnya.
“Oleh karenanya, pendekatannya kita setuju dengan DPR, pendekatannya adalah program. Pendekatannya adalah output, bukan input. Apapun input-nya, berapa besar kalau enggak ada result-nya, output-nya, enggak ada gunanya sebetulnya uang yang kita kasih."
Tidak Fokus pada Mandatory Spending
Ditegaskan oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin, seharusnya tidak memfokuskan diri pada mandatory spending. Sebaliknya, yang perlu menjadi perhatian adalah fokus ke hasil (output).
“Fokusnya jangan ke spending, fokusnya harus ke program, ke hasilnya. Jangan ke input, tapi ke output, itu yang ingin kita didik ke masyarakat,” terang Budi Gunadi.
Fokus terhadap output ini, Budi Gunadi melihat besaran anggaran kesehatan terhadap rata-rata usia hidup di beberapa negara di dunia.
“Kita mempelajari di seluruh dunia mengenai spending kesehatan. Negara paling besar spending-nya tuh Amerika. Kenapa orang spend buat kesehatan? Ingin sehat, kenapa ingin sehat?” terangnya.
“Karena enggak mau meninggalnya cepat. Di Amerika rata-rata usia hidup 80 tahun. Jadi rata-rata usia hidup itu dipakai sebagai patokan.”
Tidak Ada Bukti Spending Besar, Derajat Kesehatan Baik
Selanjutnya, bandingkan dengan Jepang, Korea Selatan, dan Singapura yang termasuk tinggi rata-rata usia hidupnya 80-an tahun. Spending ketiga ini justru di bawah Amerika.
“Apa yang kita pelajari dari situ? Satu, besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome (dampak/manfaat),” terang Budi Gunadi.
“Tidak ada data yang membuktikan semakin besar spending, derajat kesehatannya makin baik.”
Advertisement
Anggaran Berbasis Kinerja
Pemerintah menetapkan mengubah haluan anggaran kesehatan dari yang sebelumnya merupakan anggaran wajib (mandatory spending) menjadi anggaran berbasis kinerja.
Hal ini dilandasi besarnya mandatory spending tidak menentukan kualitas dari keluaran (outcome) atau hasil yang dicapai.
“Dengan tidak adanya persentase angka di dalam Undang Undang Kesehatan, bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun dengan rapi berdasarkan dengan Rencana Induk Kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, output dan outcome yang akan kita capai,” jelas Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril dalam keterangan, Rabu (12/7/2023).
“Karena tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi tingginya. Jadi semua tepat sasaran, tidak buang buang uang.”
Belum Terarah dengan Baik
Mohammad Syahril mencontohkan, kondisi saat ini 300.000 rakyat setiap tahun wafat karena stroke. Lebih dari 6.000 bayi wafat karena kelainan jantung bawaan yang tidak bisa dioperasi.
Kemudian 5 juta balita hidup dalam kondisi stunting kendati anggaran kesehatan yang digelontorkan sangat banyak.
“Artinya apa? Karena dulu pedoman belum ada, guideline belum ada, eh uangnya sudah ada. Akhirnya, malah terjadi kebingungan,” imbuh Syahril.
“Perencanaan copy paste dari tahun sebelumnya ditambah inflasi sekian, akhirnya outcome-nya ya begitu-begitu saja, karena belum terarah dengan baik.”
Disusun Terlebih Dahulu Rencana Induk Kesehatan
Dengan demikian, Kemenkes mulai melakukan menyusun program di tahun anggaran 2024.
“Disusun terlebih dahulu Rencana Induk Kesehatannya, bagaimana pembagian peran antara pusat dan daerah, targetnya nanti seperti apa,” tutup Syahril
“Jadi semua lebih terarah. Harapannya, terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.”
Advertisement