Liputan6.com, Jakarta - Berita media hari-hari ini menyebutkan kebakaran hutan sudah terjadi di berbagai tempat di negara kita. Data internasional juga sudah memperkirakan kemungkinan kebakaran hutan di negara kita.
Kita juga tahu bahwa akibat El Nino maka terjadi peningkatan temperatur dunia sekitar 0,2 derajat, dan kita harapkan jangan sampai mencapai 1,5 derajat Celsius yang merupakan “global warming limit”. Sudah mulai juga ada berita kabut asap di negara tetangga.
Baca Juga
Saya jadi ingat pengalaman terlibat langsung dalam analisa kebakaran hutan besar di tahun 1997 – 1998, dan mengalami sendiri paparan asap kebakaran hutan yang amat pekat, dengan angka “Indeks Standar Pencemar Udara – ISPU” (semacam “Air Quality Index” sekarang) sampai beberapa ratus (beberapa kali lipat dari angka AQI Jakarta yang sekarang banyak dihebohkan), dengan berbagai dampaknya pada kesehatan.
Advertisement
Selain dampak langsung kebakaran hutan pada kesehatan, WHO juga sudah menyatakan bahwa sehubungan kejadian El Nino maka dunia perlu bersiap menghadapi kemungkinan peningkatan penularan penyakit akibat virus, seperti dengue, Zika dan chikungunya, sebagian ada di negara kita.
Disebutkan bahwa WHO mewanti-wanti tentang perubahan cuaca akibat El Nino akan mempengaruhi pola hidup nyamuk, di mana kita tahu bahwa berbagai jenis nyamuk amat berpengaruh pada penularan banyak sekali penyakit menular, di dunia dan juga di negeri kita.
Dengan terus meningkatnya potensi dan risiko kebakaran hutan di dunia maka “United Nation Environment Program (UNEP)” sudah mengeluarkan seruan penting (“urgent call”) pada semua negara-negara di dunia. Seruan juga ditujukan pada Indonesia tentunya, agar pemerintah meninjau ulang pendekatannya dalam mengantisipasi dan menangani kebakaran hutan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan “World Meteorological Organization (WMO)” yang menyebutkan pemerintah berbagai negara, juga tentunya Indonesia, untuk mengambil langkah adekuat guna memobilisasi persiapan dalam antisipasi El Nino serta mencegah dampak buruknya.
Fire Ready Formula dan Konsep 5R
UNEP memperkenalkan pendekatan baru yang disebut “Fire Ready Formula”, yaitu agar 66% sumber daya digunakan untuk perencanaan, pencegahan, dan kesiapan (artinya secara maksimal kita lakukan program pada daerah berpotensi kebakaran hutan tapi belum terjadi luas).
Sedangkan 34% lainnya adalah untuk kegiatan respons langsung kalau kebakaran sudah terjadi. Jadi, perlu konsentrasi pada pencegahan dan persiapan, “prevention and preparedness”. Jangan menunggu sampai kebakaran meluas. Selain itu, kita perlu mengutamakan pentingnya restorasi ekosistem.
Kita kenal juga pengendalian menyeluruh kebakaran hutan secara terintegrasi, yaitu konsep 5R.
Pertama, “review and analysis”, di mana sejak sekarang harus dianalisa mendalam semua data dan pengalaman serta kuasai faktor-faktor kritisnya.
Kedua, “risk reduction” dimana harus dipersiapkan dan dilakukan semua upaya untuk mengurangi dampak buruk kebakaran hutan yang akan terjadi.
Ketiga, “readiness” atau kesiapan, dengan mengambil berbagai langkah yang akan perlu dilakukan, baik di komunitas maupun di petugas dan penentu kebijakan publik.
Keempat adalah “response”, artinya apa-apa yang akan dilakukan ketika kebakaran memang sudah terjadi dan menimbulkan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan.
R yang terakhir adalah “recovery” atau pemulihan, sesudah kebakaran hutan nantinya sudah dapat ditanggulangi. Semoga pemerintah dan kita semua dapat dengan segera mengambil langkah-langkah yang tepat agar kebakaran hutan di negara kita tidak makin meluas.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara/Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes
Advertisement