Liputan6.com, Depok - Perbedaan 'kasta' antara profesi dokter dan perawat di Indonesia sempat ramai diperbincangkan pada Februari 2023 yang berasal dari pernyataan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. Dikatakan bahwa perawat kerap tidak dianggap berada di posisi setara dengan dokter.
Ketua Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI) Kemala Rita Wahidi mengakui terdapat kesenjangan dokter dan perawat, salah satunya dari segi pendidikan. Ini lantaran pendidikan keperawatan dianggap ketinggalan jauh dengan pendidikan kedokteran.
Baca Juga
"Ya (kesenjangan) itu ada. Karena pendidikan perawat itu tidak seperti kedokteran, yang memang kedokteran dari awal sudah terbentuk lulusan kedokteran. Itu dari SMA, dari awal sudah jelas," tutur Rita saat ditemui Health Liputan6.com di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12/2023).
Advertisement
"Sedangkan, keperawatan ini dimulai dari SMP dan seterusnya di zaman kolonial dulu. Kita menjadikan D3 aja susahnya setengah mati."
Pendidikan Keperawatan Lambat Berkembang
Pendidikan keperawatan juga terbilang lambat berkembang. Bahkan untuk pendidikan keperawatan spesialis onkologi saja di Indonesia baru mulai berjalan.
"Habis itu, kami perawat ini lambat perkembangannya, baru 30 tahun di luar sana sudah ada, tapi baru ada di sini. Alhamdulillah, tahun 1982 itu baru ada S1 di keperawatan," lanjut Rita.
"Sementara pendidikan kedokteran sudah jauh berkembang, sudah ada spesialis, perawat belum ada. Yang perawat onkologi baru ada. Saat ini, baru ada pendidikan (keperawatan) S2 untuk onkologi."
Kurang Nyambung antara Dokter dan Perawat
Menurut Kemala Rita Wahidi, kesenjangan yang terjadi pada perawat perihal pendidikan spesialis dan subspesialis. Perbedaan pendidikan ini yang memungkinkan kurang nyambungnya pemahaman dan komunikasi antara dokter dan perawat di lapangan.
"Jadi, kesenjangannya dua kali lipat, satu (pendidikan) spesialisnya, satu subspesialisnya. Gimana kita bisa nyambung di lapangan? Enggak bisa. Nah itu yang membuat perawatnya inferior, minder," imbuhnya.
"Ujung-ujungnya, kualitas asuhan kita banyak yang enggak bagus pada pasien. Karena enggak semua instruksi dari dokter bisa sampai pada pasien, karena 'analisa' dari perawat belum sama."
Advertisement
Atasi Kesenjangan Dokter dan Perawat
Upaya mempercepat program pendidikan keperawatan subspesialis onkologi dimaksudkan juga untuk mengatasi kesenjangan antara dokter dan perawat.
"Diharapkan meminimalisir kesenjangan dokter dan perawat di Indonesia. Bagaimana perawat lulusan subspesialis ini bisa, analisanya, critical thinking-nya bisa sama seperti dokter spesialis onkologinya juga," terang Kemala Rita Wahidi.
"Apalagi kita tahu, 60 persen lebih pasien kanker datang pada stadium yang advance (stadium lanjut). Artinya, kondisi pasien sudah jelek, penatalaksanaan sangat kompleks."
Perawat Itu sebagai Mitra
Penanganan pasien kanker pun membutuhkan perawat onkologi. Dalam hal ini, perawat sebagai mitra.
"Tentunya pasien kanker perlu didampingi oleh perawat yang juga bisa mengikuti program yang sudah dibuat dari dokter dalam konsep patient center care, sehingga kita bisa bermitra," pungkas Rita.
"Jadi itu kondisi yang ada di lapangan dan kami berusaha untuk mengatasi kesenjangan dengan program pendidikan keperawatan spesialis onkologi."
Dokter dan Perawat Harus Setara
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyentil adanya kesenjangan antara dokter dan perawat di Indonesia.
"Saya pernah cek waktu saya di Bank Mandiri, waktu itu pernah ke Mayo Clinic, pernah ke Singapura, perawat itu di luar negeri sama dokter tuh satu tim, setara ya," jelas Budi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pada Februari 2023.
"Di sini tuh, 'kasta-nya' segini (atas dan bawah). Perawat tuh dilihat, mohon maaf, enggak ada, itu perawat sama dokter tuh. Dokter posisinya merasa di sini (di atas), di luar negeri itu enggak, posisinya setara."
Semestinya, kata Budi Gunadi, perbedaan 'kasta' tidak ada. Perawat dan dokter harus sama-sama disetarakan posisinya.
"Kalau saya bilang ke teman-teman perawat, jangan kemudian memperkuat perbedaan itu, harusnya diatur supaya sama. Ya harus disetarakan, jangan kemudian malah dibedakan, makin jauh, itu enggak boleh," sambungnya.
Advertisement