Liputan6.com, Jakarta - Guna mencegah penyebaran demam berdarah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjadwalkan introduksi vaksin dengue untuk menjadi program nasional mulai 2025.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan pihaknya akan lebih dulu mendiskusikan hal tersebut dengan Indonesia Advisory Group of Immunization (ITAGI) dan pihak terkait.
Baca Juga
"Kita akan diskusikan dengan ITAGI (Indonesia Technical Advisory Group of Immunization) tentu kita harus bicara dengan kementerian seperti Bappenas, karena terkait pembiayaan, karena setiap vaksin baru kita harus mulai dengan introduksi. (Untuk introduksi vaksin dengue) kita lihat tahun depan," ujar Maxi di Jakarta, Rabu, dilansir Antara.
Advertisement
Maxi mengatakan, walau menjadwalkan pengenalan vaksin tahun depan, namun Pemerintah, imbuh dia, juga mengizinkan daerah-daerah dengan kapasitas fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sudah bagus memulai pengenalan vaksin dengue.
"Kita juga sudah izinkan daerah-daerah, sebenarnya introduksi sudah mulai daerah-daerah tertentu yang kapasitas fiskal APBD-nya bagus, seperti Kaltim. Daerah yang sudah mau silahkan," ujar dia.
Menurut dia, proyeksi untuk sampai akhirnya vaksin dengue menjadi program nasional akan sangat tergantung pada hasil introduksi vaksin DBD.Â
Â
Pemberian Vaksin Dengue Direkomendasikan Dalam 2 Dosis
Vaksin dengue direkomendasikan Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) untuk diberikan dua dosis mulai usia enam tahun hingga 45 tahun sebagai pencegahan demam berdarah.
Jarak pemberian vaksin pertama dan kedua yakni selama tiga bulan. Setelah itu, pemberian vaksin ulangan dalam jangka waktu empat tahun kemudian belum diperlukan karena antibodi masih tinggi.
Â
Advertisement
Pencegahan DBD dengan Nyamuk Wolbachia
Kemudian, mengenai upaya pencegahan penyebaran DBD, maka salah satu yang diupayakan Pemerintah yakni penebaran jentik nyamuk Aedes aegypti mengandung bakteri Wolbachia. Maxi mengatakan, saat ini sejumlah fasilitas yang memiliki kapasitas dalam produksi teknologi itu antara lain laboratorium UGM, Labkesmas di Salatiga.
"Lima kabupaten/kota (sebagai pilot proyek penyelenggaraan teknologi nyamuk Aedes aegyepti ber-Wolbchia), kita akan lihat lagi sesudah ini jalan, tahun ini, karena kapasitas produksi telur itu kita masih terbatas," kata Maxi.