Mengenal Hustle Culture, Budaya Gila Kerja yang Rentan Bikin Pekerja Alami Burnout

Hustle culture merupakan gaya hidup yang tidak sehat, kenali lebih dalam tentang hustle culture

oleh Benedikta DesideriaRahil Iliya Gustian diperbarui 28 Mar 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2024, 12:00 WIB
Ilustrasi bekerja keras, lelah, letih
Ilustrasi bekerja keras budaya hustle culture (Photo by Tim Gouw on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Seseorang yang menjalankan hustle culture cenderung lebih rentan mengalami burnout. Hal ini karena mereka menjadi tidak mengenal batasan pada diri dan mengabaikan tanda bahaya yang diberikan dari tubuhnya.

Apa itu hustle culture?

"Pada dasarnya, hustle culture itu ketika kehidupan seseorang isinya tentang pekerjaan yang mendominasi waktu dengan cara tidak wajar sehingga tidak punya waktu untuk menjalani hidup seperti melakukan hobi, merawat diri, bersama keluarga dan bersosialisasi," kata Joe Ryle yang merupakan Director of the 4 Day Week Campaign mengutip Good Housekeeping. 

Menurut psikolog Samanta Elsener, perilaku akibat hustle culture bisa seperti sering meninggalkan tanggung jawab dan mudah marah. Selain itu, hustle culture juga menyebabkan perilaku seseorang menjadi sering overthinking (khawatir berlebihan).

“Perilakunya jadi suka overthinking, suka berpikir yang macam-macam sehingga tidak sadar mensabotase dirinya sendiri untuk mengambil suatu sikap, yang akhirnya membawa dirinya pada risiko yang lebih besar dan merugikan dirinya,” kata Samanta dalam Talk Show Siaran Sehat di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, pada 26 Maret 2024.

Apabila perilaku tersebut semakin negatif dan tidak dikombinasikan dengan emosi-emosi positif, seperti memvalidasi emosi yang dirasakan, lama-kelamaan akan menyebabkan mati rasa pada seseorang yang mengalaminya.

“Jika selalu merasa kuat dan tidak pernah validasi emosi yangi dirasakan, ditambah semakin overthinking, maka akan meyebabkan macam-macam perilaku yang semakin jauh dari kata sehat hingga akhirnya tidak hanya mental yang sakit, fisiknya juga sakit,” kata Samanta.

Oleh karena itu seseorang dengan hustle culture lebih rentan mengalami burnout.

Perilaku yang Positif Bantu Mempertahankan Kondisi Tubuh Tetap Stabil

Samanta mengatakan bahwa sebisa mungkin jangan sampai terjebak dengan hustle culture yang tidak sehat karena memberikan efek yang sangat negatif untuk kesehatan tubuh.

Oleh karena itu, penting untuk memiliki tabungan perilaku yang positif untuk membantu mempertahankan kondisi mental dan fisik yang stabil. Berikut ini beberapa perilaku positif yang dapat dilakukan:

  • Bersyukur. Mulai instrospeksi diri, seberapa banyak menerapkan rasa bersyukur sehari-hari
  • Olahraga. Meskipun aktivitas padat, tetap sempatkan diri untuk berolahraga. “Kalau kita duduk terus menerus untuk bekerja tanpa melakukan olahraga, hal ini tidak baik dan akan membuat kondisi tubuh jadi tidak stabil dan tidak seimbang.”
  • Mental health check up. Periksa kondisi kesehatan mental secara teratur agar bisa memahami diri sendiri dan merasa yakin bahwa tubuh dalam keadaan baik-baik saja, sehingga bisa menentukan gaya hidup seperti apa yang baik untuk diterapkan.

Tetap Realistis dalam Menjalani Kehidupan

Menurut Samanta, meskipun memiliki kebutuhan hidup yang tinggi dan sering merasa tersaingi dengan teman yang lebih sukses, penting untuk tetap menerapkan sikap realistis agar performa kerja tetap terjaga. Hal ini bisa dilakukan dengan mengukur batasan dan kekuatan diri, serta menentukan target hidup realistis yang sesuai dengan kondisi kemampuan diri.

“Target dalam hidup kita realistis atau tidak, sesuai tidak dengan kondisi kemampuan kita, kalau realistis dan sesuai nanti lebih mudah mengukur targetnya,” kata Samanta.

Jika tidak menerapkan sikap realistis, maka nantinya akan terjebak di dalam hustle culture karena terlalu memforsir dirinya untuk mencapai target yang tidak realistis. Oleh karena itu, penting untuk menyadari dan mengenal diri sendiri.

“Mawas diri dan sadar diri dengan kemampuan yang dimiliki, jika sudah merasa sadar diri dan mau mengenal diri sendiri, maka kondisi seseorang akan lebih sejahtera secara psikologis dan waktu kerja bisa dikerjakan secara optimal tanpa harus memaksakan diri,” katanya.

Hindari Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Salah satu bagian yang paling toxic (tidak sehat) dari hustle culture adalah dorongan untuk berkompetisi dan membandingkan diri, secara tidak sadar hal ini bisa menjadi kebiasaan yang buruk.

Mengutip dari Stylist, penasihat spesialis perawat kesehatan mental di Bupa UK, Fatmata Kamara mengatakan bahwa membandingkan diri dengan orang lain dapat menurunkan harga diri dan menetapkan ekspektasi yang tidak realistis untuk diri sendiri.

Daripada membandingkan diri, coba untuk lebih baik fokus dan menghargai kesuksesan diri sendiri. Hal ini dapat meningkatkan harga diri dan menjadikan seseorang tetap termotivasi. Cobalah untuk mengurangi waktu penggunaan media sosial, karena ini dapat membantu mengurangi kemungkinan seseorang akan membandingkan diri dengan orang lain.

Infografis Journal
Fakta Olahraga Dapat Membantu Gangguan Kesehatan Mental (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya