Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, cuci darah menjadi topik yang ramai dibicarakan, terutama di media sosial. Namun, banyak yang masih bingung tentang apa sebenarnya cuci darah itu dan jenis-jenisnya.
Cuci Darah Itu Apa?
Cuci darah, atau dalam istilah medis dikenal sebagai dialisis, adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menggantikan fungsi ginjal ketika ginjal tidak dapat lagi menjalankan tugasnya dengan baik.
Baca Juga
Ginjal berfungsi untuk menyaring limbah dan kelebihan cairan dari darah. Ketika ginjal mengalami kerusakan atau tidak berfungsi, dialisis membantu membersihkan darah dari zat-zat berbahaya dan kelebihan cairan.
Advertisement
Siapa yang Membutuhkan Cuci Darah?
Cuci darah biasanya diperlukan oleh orang yang mengalami gagal ginjal atau penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), seperti dikutip dari Cleveland Clinic pada Jumat, 26 Juli 2024.
Penyakit ginjal ini bisa disebabkan oleh kondisi seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan lupus, yang dapat merusak ginjal. Kadang-kadang, gagal ginjal terjadi tanpa sebab yang jelas.
Fase awal gagal ginjal bisa bersifat jangka panjang atau muncul secara tiba-tiba (akut) setelah penyakit atau cedera parah. Gagal ginjal akut mungkin dapat sembuh seiring dengan pemulihan.
Penyakit ginjal terdiri dari lima tahap. Pada tahap akhir, yaitu stadium 5, ginjal hanya menjalankan sekitar 10 persen hingga 15 persen dari fungsi normalnya.
Pada titik ini, Anda mungkin memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup. Beberapa orang menjalani dialisis sambil menunggu transplantasi ginjal.
Mengapa Cuci Darah Bisa Menyelamatkan Hidup?
Dialisis adalah bentuk terapi pengganti ginjal yang digunakan untuk membantu proses penyaringan darah ketika ginjal tidak berfungsi dengan baik, seperti dikutip dari situs National Center for Biotechnology Information. Terapi ini menggunakan peralatan buatan untuk menghilangkan kelebihan cairan, zat-zat terlarut, dan racun dari tubuh.
Dialisis penting untuk menjaga keseimbangan tubuh, terutama pada orang yang mengalami penurunan fungsi ginjal secara cepat (cedera ginjal akut) atau penurunan fungsi ginjal secara bertahap (penyakit ginjal kronis, sebelumnya dikenal sebagai penyakit ginjal stadium akhir).
Dialisis bisa menjadi solusi sementara untuk penurunan fungsi ginjal yang tiba-tiba, memberikan waktu sampai transplantasi ginjal dilakukan, atau menjadi terapi jangka panjang bagi mereka yang tidak dapat menjalani transplantasi.
Pada 2010, sekitar 2,5 juta orang di seluruh dunia menerima terapi pengganti ginjal kronis. Dialisis adalah metode utama dalam pengelolaan penyakit ginjal stadium akhir, yang semakin meningkat secara global, terutama disebabkan oleh diabetes melitus (45 persen) dan hipertensi (30 persen).
Advertisement
Metode Cuci Darah Apa Saja?
Ada dua metode utama cuci darah atau dialisis yang digunakan untuk mengatasi gagal ginjal:
1. Hemodialisis
Hemodialisis adalah prosedur ketika mesin mengeluarkan darah dari tubuh, menyaringnya melalui dialyzer (ginjal buatan), dan kemudian mengembalikan darah yang telah dibersihkan ke tubuh. Proses ini memakan waktu antara tiga hingga lima jam dan biasanya dilakukan di rumah sakit atau pusat dialisis tiga kali seminggu.
Pasien juga memiliki opsi untuk melakukan hemodialisis di rumah. Selama hemodialisis, pasien mungkin memerlukan perawatan empat hingga tujuh kali seminggu, dengan durasi sesi yang lebih pendek. Salah satu keuntungan melakukan hemodialisis di rumah adalah pasien dapat melakukannya pada malam hari saat pasien tidur.
2. Dialisis Peritoneal
Dialisis peritoneal adalah metode saat larutan dialisis dimasukkan ke dalam rongga perut melalui tabung (kateter) yang telah dipasang secara permanen. Pembuluh darah kecil di lapisan perut (peritoneum) menyaring darah dengan bantuan larutan ini. Setelah proses penyaringan selesai, larutan yang mengandung limbah dan kelebihan cairan dikeluarkan dari tubuh.
Cara Melakukan Dialisis Peritoneal
Dialisis peritoneal dapat dilakukan di rumah dengan dua metode utama:
- Dialisis Peritoneal Otomatis: Menggunakan mesin yang disebut cycler untuk melakukan perawatan.
- Dialisis Peritoneal Rawat Jalan Berkelanjutan (CAPD): Dilakukan secara manual tanpa mesin.
Advertisement
Apa Efek Samping Dari Cuci Darah?
Cuci darah, baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal, dapat menimbulkan beberapa efek samping dan komplikasi.
Potensi Risiko atau Komplikasi Hemodialisis
Beberapa masalah yang mungkin timbul selama hemodialisis termasuk:
- Masalah dengan Fistula atau Cangkok AV: Pasien bisa mengalami infeksi, aliran darah yang buruk, atau penyumbatan akibat jaringan parut atau bekuan darah.
- Jarum dialisis terlepas: Untuk kasus yang jarang terjadi, jarum dialisis bisa terlepas dari lengan pasien, atau selang bisa keluar dari mesin. Namun, sistem deteksi kebocoran darah akan memperingatkan pasien atau staf medis tentang masalah ini. Mesin akan berhenti sementara hingga masalah diperbaiki, sehingga melindungi pasien dari kehilangan darah.
Potensi Risiko atau Komplikasi Dialisis Peritoneal
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada dialisis peritoneal termasuk:
- Infeksi: Pasien mungkin mengalami infeksi kulit di sekitar kateter atau peritonitis, yaitu infeksi yang terjadi ketika bakteri masuk ke dalam perut melalui kateter. Gejala peritonitis termasuk demam, sakit perut, mual, dan muntah.
- Hernia: Penggunaan kateter dan pemompaan cairan ke dalam perut dapat melemahkan otot perut seiring waktu, meningkatkan risiko hernia. Hernia terjadi ketika organ, seperti usus kecil, menonjol melalui otot perut. Pasien mungkin merasakan tonjolan di dekat pusar atau di area selangkangan. Dokter dapat memperbaiki hernia dengan operasi.
- Penambahan Berat Badan: Selama dialisis peritoneal, tubuh pasien menyerap dekstrosa (sejenis gula) dari larutan dialisis, yang bisa menyebabkan penambahan berat badan seiring waktu.
Berapa Kali Cuci Darah Harus Dilakukan?
Frekuensi cuci darah (dialisis) tergantung pada jenis dialisis yang dilakukan serta kondisi kesehatan pasien. Berikut adalah panduan umum:
Hemodialisis
- Frekuensi: Biasanya dilakukan tiga kali seminggu.
- Durasi: Setiap sesi berlangsung antara 3 hingga 5 jam.
Dialisis Peritoneal
Setiap sesi CAPD memerlukan waktu sekitar 30 hingga 40 menit untuk mengganti larutan dialisis.
Namun, harus diingat bahwa kesehatan pasien dan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan limbah juga mempengaruhi frekuensi dan durasi dialisis.
Biasanya, dokter akan menyesuaikan jadwal dialisis berdasarkan kebutuhan medis spesifik pasien. Sehingga penting untuk mengikuti jadwal yang ditentukan oleh dokter dan tim medis untuk memastikan efektivitas dialisis dan kesehatan pasien.
Advertisement