Jaga Keberlanjutan Pangan, Sumber Karbohidrat Jangan Terpaku pada Nasi

Di Indonesia terdapat 77 sumber karbohidrat dan 389 buah lokal jadi bisa makan lebih variatif.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Okt 2024, 11:00 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2024, 11:00 WIB
Jaga Keberlanjutan Pangan dengan Tidak Terpaku pada Nasi
Jaga Keberlanjutan Pangan dengan Tidak Terpaku pada Nasi. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Menjaga keberlanjutan pangan dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang beragam. Misalnya, dalam memilih sumber karbohidrat, maka sebaiknya tidak terpaku pada nasi.

“Tahukah Anda, bahwa di Indonesia terdapat 77 sumber karbohidrat dan 389 buah lokal? Banyak, ya! Artinya, selain nasi, kita punya 76 pilihan lain untuk dijadikan sumber energi,” kata CEO dan Co-founder Eathink, Jaqualine Wijaya dalam keterangan pers memperingati Hari Pangan Sedunia, Rabu, 16 Oktober 2024.

Menurutnya, masyarakat Indonesia bisa menciptakan demand (permintaan) atas satu komoditas yang jarang dikonsumsi. Jika biasanya menyantap nasi, kita bisa mengganti dengan ubi dua atau tiga kali seminggu, dan dilakukan secara konsisten.

“Nanti trend-nya akan terlihat bahwa orang cenderung mencari sumber karbohidrat atau jenis sayuran lain. Dengan begitu, supply (penawaran) akan mengikuti. Petani akan menanam bahan pangan yang bervariasi. Kalau tidak ada demand, petani tidak mau menanam suatu bahan pangan, karena berisiko tidak laku,” kata Jaqualine yang mendorong agroforestry (tumpang sari). 

Dalam keterangan yang sama, Dosen Sport Nutrition di Fakultas Bioteknologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Dionysius Subali, menambahkan dari sudut pandang nutrisi. Menurutnya, tidak ada satu sumber makanan pun yang gizinya lengkap.

“Karena itu, keragaman pangan menjadi penting. Jadi, dari berbagai jenis bahan pangan, kita bisa mendapatkan gizi yang maksimal. Di samping itu, petani perlu disemangati untuk menanam jenis bahan pangan lain. Kalau petani hanya mau menanam padi karena demand-nya tinggi, ketika tanaman padi diserang hama, persediaan beras jadi anjlok,” kata pria yang akrab disapa Dion.

Variasi Sumber Gizi Baik untuk Usus

Buah kupa
Keberagaman buah di Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Jaqualine menambahkan, dari sebuah jurnal terdapat hasil riset yang menyebutkan bahwa orang yang mengonsumsi banyak buah dan sayur bervariasi memiliki banyak mikroba baik di ususnya.

Hal ini menandakan bahwa ususnya sehat dan mampu mencerna dengan baik. Dengan begitu, risiko penyakit kronis pun rendah.

Selain dilihat dari variasinya, masyarakat juga perlu kesadaran dalam memilih dan mengonsumsi makanan.

“Sadar, sih, bahwa gorengan itu tidak bagus bagi kesehatan. Tapi, kadang ingin banget jajan gorengan. Dilematis sekali.”

“Kesadaran ini membuat kita jadi berpikir, kan? Sadar merupakan awal yang baik, yang kemudian menjadi kunci untuk makan sehat yang selaras dengan alam. Kita perlu menyadari dahulu kebutuhan kita, menyadari kenapa harus makan dengan prinsip ‘Seimbang’, menyadari dampak dari pilihan makanan kita terhadap alam dan kesehatan diri sendiri,” kata Jaqualine.

Menerapkan Mindful Eating

Jika masyarakat sudah menerapkan mindful eating, yaitu makan dengan sadar, sambung Jaqualine, lama-kelamaan kita akan merasakan dampaknya terhadap badan kita.

Berawal dari sadar, lalu mulai menerapkan, kemudian dengan sendirinya akan melakukan advokasi. 

Dalam menerapkan kesadaran makan sejak dini, maka guru dan orangtua memiliki peran penting, kata Dion.

“Peran guru dan orangtua dalam menekankan pentingnya makan sehat kepada anak-anak. Karena, edukasi dalam berbagai bentuk merupakan cara yang efektif,” ujarnya.

Pilih Pangan Lokal

Tak lupa, Dion menyerukan pada masyarakat untuk memilih pangan lokal yang murah dan mudah didapat.

“Banyak orang tidak berpikir sampai ke arah sana, bahwa memilih pangan lokal bisa membuat pangan tersebut sustain dalam jangka panjang, bahwa memilih produk impor bisa memperparah dampak pemanasan global dan menciptakan jejak karbon. Jangan sampai kitanya sehat, tapi alamnya tidak sehat,” ujarnya.

Senada dengan Dion, Jaqualine menyampaikan bahwa sumber pangan lokal tidak kalah dengan produk impor.

“Kita bisa kok, temukan banyak makanan lokal yang nilai gizinya setara dengan produk impor. Misalnya, kandungan omega-3 dalam ikan kembung bahkan lebih tinggi daripada salmon. Hanya saja, karena lokal dan murah, maka sering kali justru tidak dipandang. Padahal, kita punya hidden gem. Sebutlah ubi ungu yang tinggi antioksidan. Juga sorgum yang padat gizi,” kata Jaqualine.

Infografis Journal_ Fakta Tingginya Sampah Sisa Makanan di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Journal_ Fakta Tingginya Sampah Sisa Makanan di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya