Liputan6.com, Jakarta - Sebagian orangtua menentang anak remajanya untuk pacaran. Selain belum cukup umur, pacaran juga dinilai dapat memicu tindak kriminal.
Menurut kriminolog sekaligus praktisi parenting Haniva Hasna, meskipun tidak selalu, tapi ada beberapa faktor yang berpotensi menciptakan situasi yang berujung pada perilaku kriminal, seperti:
Baca Juga
Kekerasan dalam Pacaran
Kekerasan dalam pacaran atau dating violence dapat terjadi karena ketidakmatangan emosi. Pola komunikasi buruk atau pengaruh lingkungan negatif sehingga terjadi kekerasan (baik fisik, verbal maupun seksual).
Advertisement
“Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman tentang hubungan atau relasi yang sehat,” kata Iva kepada Health Liputan6.com melalui keterangan tertulis dikutip Senin (25/11/2024).
Pemicu Emosi yang Tidak Terkontrol
Pada hubungan yang melibatkan perasaan, pasti ada konflik yang diakibatkan oleh rasa cemburu atau bentuk ungkapan sayang yang tidak tepat. Hal ini bisa memicu pertengkaran, penganiayaan bahkan perusakan barang.
“Hal ini karena remaja belum mampu menyelesaikan konflik sehingga berpotensi melakukan tindakan agresif.”
Eksploitasi Seksual
Pacaran bisa menjadi media di mana salah satu pihak memaksa berhubungan seksual akibat hormon yang aktif dan keinginan mencoba hal baru.
“Bila tidak bisa dikendalikan akan mengarah pada pelecehan bahkan perkosaan. Nah, pada era digital ini, menjadi semakin mudah melakukan kejahatan seksual. Terbanyak saat ini adalah remaja yang melakukan sexting dan penyebaran konten pribadi.”
“Biasanya dilakukan ketika hubungan berakhir dengan cara yang buruk, pihak yang merasa terluka dapat menyebarkan foto atau video pribadi sebagai bentuk balas dendam, perilaku ini sudah termasuk dalam ranah kriminal,” jelas Iva.
Alasan Remaja Tak Dianjurkan Pacaran
Berbagai contoh tindak kriminal di atas menjadi alasan mengapa para remaja tidak dianjurkan untuk pacaran.
Di sisi lain, masa remaja adalah masa perkembangan di mana emosi mereka belum matang dan rentan terhadap berbagai macam dampak negatif.
“Karena usia remaja adalah masa perkembangan di mana mereka masih mencari jati diri, belum matang secara emosional dan rentan terhadap berbagai macam dampak negatif,” jelas Iva.
Advertisement
Dampak Negatif Pacaran bagi Remaja
Iva menambahkan, jika remaja mulai berpacaran, maka beberapa dampak yang bisa terjadi adalah:
- Stres, depresi bahkan perilaku destruktif, akibat ketidakmatangan emosi.
- Gangguan pada proses belajar, karena fokusnya menjadi teralihkan untuk menjalin hubungan, membangun kepercayaan, mengelola kecemburuan, sikap posesif serta drama pacaran yang tentunya menguras pikiran.
- Akan terjadi perubahan peran sosial dan keseimbangan hidup, karena remaja yang terlalu fokus pada hubungan cenderung mengesampingkan keluarga, pertemanan, hobby, kondisi ini mempengaruhi keseimbangan hidup dan hubungan sosial.
- Hubungan cinta yang dibangun di usia remaja sering kali tidak bertahan lama karena belum ada dasar yang kuat, tidak ada kedewasaan cara berpikir, emosional atau kesamaan visi.
Dampak Positif Hubungan yang Sehat bagi Remaja
Lebih lanjut Iva menerangkan, di balik berbagai dampak negatifnya, pacaran pada remaja juga memiliki sisi positif jika dilakukan dalam bimbingan dan pengawasan orangtua.
“Pacaran di kalangan remaja bisa berdampak positif jika dilakukan dengan sehat, dalam batasan yang jelas, dan mendapat bimbingan dan pengawasan orangtua. Sebetulnya dalam pacaran itu, remaja belajar menjalin hubungan interpersonal,” kata Iva.
Hubungan yang baik dan sehat menjadi sarana untuk remaja belajar membangun kepercayaan, kompromi dan saling menghormati. Kondisi ini membantu remaja dalam memahami dinamika hubungan manusia secara lebih mendalam.
“Catatan, kondisi ini tetap sangat sulit karena biasanya remaja yang fokus dengan pendidikan dan pengembangan diri lebih memilih untuk tidak pacaran.”
“Sebaik-baik remaja adalah yang sibuk mencari jati diri dengan prestasi karena gagal dalam prestasi saja sudah membuat sakit hati, apalagi gagal dalam prestasi ditambah dengan konflik pasangan yang sangat mengganggu perasaan,” pungkas Iva.
Advertisement