Liputan6.com, Jakarta - Kanker darah, atau hematologic malignancy, adalah salah satu penyakit yang bisa menyerang siapa saja, dari anak-anak hingga lansia. Berbeda dengan tumor padat yang membentuk benjolan di organ tertentu, kanker darah berkembang dalam sistem peredaran darah dan sumsum tulang, membuatnya sulit dideteksi sejak dini. Gejalanya yang samar sering kali disalahartikan sebagai keluhan kesehatan biasa, seperti kelelahan atau infeksi ringan, hingga akhirnya baru terdiagnosis dalam stadium lanjut.
Data Indonesian Pediatric Cancer Registry (IPCAR) 2024 menunjukkan bahwa Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) merupakan jenis kanker darah paling umum pada anak-anak, menyumbang 33,19% dari total kasus kanker anak di Indonesia. Sementara itu, Acute Myeloid Leukemia (AML) lebih sering menyerang orang dewasa. Meski angka kejadian bervariasi, satu hal yang pasti: deteksi dini memegang peran penting dalam keberhasilan pengobatan.
Baca Juga
Senior Consultant dan Haematologist di Parkway Cancer Centre, Dr. Dawn Mya Hae Tha, menekankan bahwa banyak pasien datang dalam kondisi yang sudah parah karena kurangnya kesadaran terhadap gejala awal.
Advertisement
“Banyak yang mengira kelelahan berkepanjangan, demam tanpa sebab, flu berulang, atau pembengkakan kelenjar getah bening hanyalah gejala biasa, padahal ini bisa menjadi tanda awal kanker darah,” ujarnya dalam sesi media briefing bertajuk "Blood Cancer in Every Age & Stage: Understanding the Right Treatments."
Semakin cepat kanker terdeteksi, semakin besar peluang pasien untuk menjalani pengobatan yang efektif.
Sayangnya, keterlambatan dalam mendapatkan diagnosis bukan satu-satunya tantangan. Banyak pasien di Indonesia menunda terapi setelah terdiagnosis, baik karena kurangnya pemahaman mengenai urgensi pengobatan maupun faktor lain seperti akses terhadap fasilitas medis. Penundaan ini dapat berlangsung berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan, yang pada akhirnya berdampak pada efektivitas terapi dan tingkat kesembuhan.
Pengobatan Kanker Darah
Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan dalam pengobatan kanker darah telah memberikan harapan baru bagi pasien. Salah satu terobosan terbesar adalah terapi CAR-T Cell, yang telah menunjukkan keberhasilan tinggi terutama pada pasien ALL dan B-Cell Lymphoma. Selain itu, terapi antibodi bispesifik kini menjadi alternatif yang menjanjikan. Berbeda dengan CAR-T Cell yang memerlukan proses manufaktur khusus, terapi ini tersedia dalam bentuk obat siap pakai, sehingga lebih mudah diakses oleh pasien.
“Pengujian mutasi genetik kini menjadi bagian integral dalam penanganan kanker darah,” jelas Dr. Dawn. “Jika mutasi spesifik terdeteksi, terapi target dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas pengobatan sekaligus mengurangi efek samping.” Dengan pendekatan yang semakin personal dan berbasis sains, pasien memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan terapi yang sesuai dengan kondisi mereka.
Advertisement
Dukungan Emosional dan Lingkungan Kondusif
Namun, pengobatan kanker tidak hanya soal terapi medis. Dukungan emosional dan lingkungan yang kondusif juga memainkan peran besar dalam proses pemulihan pasien, terutama bagi anak-anakk hanya soal terapi medis. Dukungan emosional dan lingkungan yang kondusif juga memainkan peran besar dalam proses pemulihan pasien, terutama bagi anak-anak. Orang tua menjadi sistem pendukung utama, yang tak hanya menemani tetapi juga memberi semangat agar anak lebih kuat menghadapi pengobatan.
“Di Parkway Cancer Centre, kami percaya bahwa pendekatan holistik sangat penting dalam perjalanan pengobatan kanker,” ujar perwakilan CanHOPE Indonesia, sebuah layanan nirlaba yang menyediakan bimbingan dan konseling bagi pasien dan keluarga. Melalui tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, perawat, psikolog, dan ahli gizi, pendekatan ini memastikan pasien mendapatkan perawatan yang menyeluruh, baik secara medis maupun mental.
Dengan kombinasi inovasi medis dan perawatan holistik, harapannya semakin banyak pasien kanker darah yang bisa mendapatkan pengobatan tepat waktu dan meningkatkan peluang kesembuhan mereka. Kesadaran masyarakat terhadap gejala awal dan akses terhadap terapi yang lebih baik menjadi kunci dalam melawan penyakit ini.
