Para orangtua perlu waspada saat membiarkan si kecil jajan di sekolah. Hanya karena malas membawakan bekal makanan, jangan sampai si kecil menderita sakit hingga butuh biaya banyak.
Menurut Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. Soedjatmiko, SpA(K) Msi rata-rata makanan di kantin sekolah, mengandung karbohidrat tinggi dan tidak bervariasi.
"Makanan di kantin itu kebanyakan dari tepung saja. Paling banyak memang berasal dari karbohidrat. Itu tidak bagus buat anak, di mana mereka membutuhkan makanan bervariasi," kata Dr. Soedjatmiko `Blue Band Sarapan Serentak 5.000 Siswa Dalam Rangka Pekan Sarapan Nasional 2014` di Aula SD Islam Al-Azhar Pusat, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2014).
Tak hanya itu, kantin yang ada di sekolah pun kebanyakan kurang higienis. Baik itu pemakaian alat-alat masaknya sendiri, atau petugasnya yang kurang memerhatikan kebersihannya sendiri.
"Untuk itu, ada baiknya bagi penjaga kantin dan anak-anaknya agar mencuci tangan terlebih dulu sebelum jajan. Supaya bersih dan terhindar dari penyakit yang tidak diinginkan," kata dia menambahkan.
Menurut Soedjatmiko, beragam penyakit dapat hinggap pada seorang anak yang dia dapati dari kantin yang tidak higienis. Misalnya saja penyakit tipes, hepatitis A, dan muntah berdarah (muntaber). "Jangan gara-gara orangtua malas membuatkan sarapan, dan si anak makan di kantin, dia tertular penyakit seperti ini," kata dia mengingatkan.
Tak hanya itu, orangtua juga harus menyadari bahwa ada zat-zat berbahaya yang biasanya terdapat di dalam makanan yang ada di kantin tersebut. Biasanya berasal dari pewarna, plastik, dan bahan-bahan berbahaya lainnya.
Karenanya, agar anak-anak terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini, ada baiknya orangtua membiasakan memberi anak-anaknya sarapan dan menyempatkan diri untuk sarapan bersama-sama.
Menurut penelitian, sarapan terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina anak. Namun sayang, 44,6 persen dari 35.000 anak usia sekolah dasar memperoleh asupan energi kurang dari 15 persen kebutuhannya, yang seharusnya 15-30 persen kebutuhan.
Selain itu, kebiasaan melewatkan sarapan dapat berakibat buruk pada anak-anaknya seperti menurunnya gairah belajar, kesulitan dalam menerima pelajaran dengan baik, dan menurunnya daya konsentrasi anak sewaktu belajar.
(Adt/Abd)
Menurut Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. Soedjatmiko, SpA(K) Msi rata-rata makanan di kantin sekolah, mengandung karbohidrat tinggi dan tidak bervariasi.
"Makanan di kantin itu kebanyakan dari tepung saja. Paling banyak memang berasal dari karbohidrat. Itu tidak bagus buat anak, di mana mereka membutuhkan makanan bervariasi," kata Dr. Soedjatmiko `Blue Band Sarapan Serentak 5.000 Siswa Dalam Rangka Pekan Sarapan Nasional 2014` di Aula SD Islam Al-Azhar Pusat, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2014).
Tak hanya itu, kantin yang ada di sekolah pun kebanyakan kurang higienis. Baik itu pemakaian alat-alat masaknya sendiri, atau petugasnya yang kurang memerhatikan kebersihannya sendiri.
"Untuk itu, ada baiknya bagi penjaga kantin dan anak-anaknya agar mencuci tangan terlebih dulu sebelum jajan. Supaya bersih dan terhindar dari penyakit yang tidak diinginkan," kata dia menambahkan.
Menurut Soedjatmiko, beragam penyakit dapat hinggap pada seorang anak yang dia dapati dari kantin yang tidak higienis. Misalnya saja penyakit tipes, hepatitis A, dan muntah berdarah (muntaber). "Jangan gara-gara orangtua malas membuatkan sarapan, dan si anak makan di kantin, dia tertular penyakit seperti ini," kata dia mengingatkan.
Tak hanya itu, orangtua juga harus menyadari bahwa ada zat-zat berbahaya yang biasanya terdapat di dalam makanan yang ada di kantin tersebut. Biasanya berasal dari pewarna, plastik, dan bahan-bahan berbahaya lainnya.
Karenanya, agar anak-anak terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini, ada baiknya orangtua membiasakan memberi anak-anaknya sarapan dan menyempatkan diri untuk sarapan bersama-sama.
Menurut penelitian, sarapan terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina anak. Namun sayang, 44,6 persen dari 35.000 anak usia sekolah dasar memperoleh asupan energi kurang dari 15 persen kebutuhannya, yang seharusnya 15-30 persen kebutuhan.
Selain itu, kebiasaan melewatkan sarapan dapat berakibat buruk pada anak-anaknya seperti menurunnya gairah belajar, kesulitan dalam menerima pelajaran dengan baik, dan menurunnya daya konsentrasi anak sewaktu belajar.
(Adt/Abd)