Cerita Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat saat Pandemi dan Pilpres AS

Wensislaus Noval Rumangun, mahasiswa Indonesia di AS berbagi pengalamannya.

oleh Rizky Mandasari diperbarui 11 Nov 2020, 12:56 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2020, 21:45 WIB
Wensislaus Noval Rumangun
Wensislaus mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat. (instagram.com/novalwnr)

Liputan6.com, Jakarta Euforia Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat hingga kini rupanya masih dirasakan, Selasa (10/11/2020). Tak cuma di negara Adikuasa itu saja, melainkan Indonesia. Tak sedikit warga Indonesia membicarakan Pilpres AS di media sosial.

Pilpres AS berakhir dengan menangnya Joe Biden dari Partai Demokrat atas Donald Trump dari Partai Republik. Joe Biden menjadi nantinya akan menjadi Presiden AS ke-46 yang akan memimpin Amerika selama 4 tahun ke depan.

Selain soal Pilpres AS, pandemi Corona Covid-19 pun masih menjadi momok di negara tersebut. Terhitung, hingga kini kasus Covid-19 masih menjadi perhatian.

Adapun gerakan Black Lives Matter (BLM) yang juga masih menjadi perhatian hingga kini. Gerakan yang menyuarakan keadilan orang-orang kulit gelap ini pun sempat ricuh di berbagai tempat di Amerika Serikat.

3 Momen penting di Amerika Serikat ini dirasakan langsung oleh Warga Negara Indonesia (WNI) di sana. Seperti pengalaman mahasiswa Indonesia bernama Wensislaus Noval Rumangun yang kini tengah merasakan pandemi dan Pilpres AS di sana. Lewat pesan pribadi, mahasiswa yang akrab disapa Wens ini membagikan pengalamannya selama berada di AS kepada Rizky Mandasari dari Liputan6.com, Senin (9/11/2020).

Pandemi Corona Covid-19 Melanda

Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19. Kredit: Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Amerika Serikat ternyata mengalami lonjakan kasus positif Covid-19. Negara yang baru saja memiliki presiden baru ini menjadi negara pertama di dunia yang memiliki total kasus positif Covid-19 di atas 10 juta jiwa per Minggu 8 November 2020.

Sabtu (7/11/2020), Amerika Serikat juga mengumumkan bahwa kasus baru tertinggi sebanyak 131.420 pasien positif. Dan dalam 7 hari terakhir jumlah pasien yang positif di AS tetap berada di atas 100.000 jiwa.

Tingginya kasus Covid-19 di AS menjadi kekhawatiran tersendiri bagi WNI. Apalagi sejumlah ahli kesehatan mengatakan kasus kematian kemungkinan akan naik sampai enam kali lipat.

Wens yang kini tengah berada di Washington DC menceritakan pengalamannya saat sedang pandemi.

"Protokol kesehatan masih ketat, warga masih pada pakai masker. Namun disayangkan, banyak di antaranya pakai masker belum menutupi mulut sesuai anjuran," ungkap Wens kepada Rizky Mandasari dari Liputan6.com via pesan pribadi.

"Sejauh ini, protokol yang dilanggar cuma berkumpul dalam jumlah banyak saja. Bahkan sudah banyak orang mulai piknik di taman," tambah mahasiswa jurusan Public and International Affairs ini.

Wens juga bercerita jika ia sempat merasakan lockdown meski sudah sangat lama. Kini di Washington DC beberapa tempat seperti museum, taman dan tempat publik mulai dibuka. Akan tetapi protokol kesehatan juga sangat ketat bagi pengunjung.

Selama pandemi ini, perkuliahannya di University of Pittsburgh harus dilakukan secara online. Ia mengaku sangat kesulitan membagi waktu antara kuliah, kerja dan urusan pribadi.

Wens mengaku jam kerjanya mulai dari pukul 9.00-17.00 waktu setempat. Kemudian dilanjutkan kuliah dari pukul 18.00-21.00 waktu setempat. Setelahnya ia baru bisa menyelesaikan tugas kuliah maupun urusan pribadi.

"Kesulitan paling cuma terkait kerja dan kuliah. Karena online jadi susah buat konsentrasi dan atur waktu. Kuliah, kerja dan urusan pribadi kayak jadi satu. Sisanya cuma kangen sosialisasi ketemu teman atau sekadar ngobrol dengan orang asing," ungkap pria yang kini tengah kerja magang di US-ASEAN Business Council.

Gerakan Black Lives Matter (BLM) meletus

Orang-orang yang berkumpul di Black Lives Matter Plaza untuk mendukung Joe Biden (AP)
Orang-orang yang berkumpul di Black Lives Matter Plaza untuk mendukung Joe Biden (AP)

Beberapa bulan lalu, gerakan Black Lives Matter (BLM) mendadak menjadi sorotan dunia. Kematian seorang pria berkulit gelap bernama George Floyd memicu kemarahan massa dan demo antirasisme di Amerika Serikat.

Floyd meninggal saat ditahan polisi Minneapolis, Minnesota pada 25 Mei 2020 lalu. Polisi menangkapnya dengan tuduhan membeli rokok di toko kelontong menggunakan uang palsu.

Sebuah video mendadak viral di media sosial di mana memperlihatkan polisi menindih leher Floyd menggunakan lutut kakinya selama hampir 9 menit. Beberapa kali Floyd berteriak "aku tak bisa bernapas" sebelum akhirnya ia tidak bergerak lagi dan meninggal dunia.

Sehari setelah Floyd meninggal, demonstasi besar meletus di Minneapolis. Aksi yang memprotes kebrutalan polisi itu kemudian menjadi kerusuhan besar.

Sebagai mahasiswa Indonesia yang berada di AS, Wens berbagi pengalamannya saat gerakan BLM terjadi.

"BLM enggak ngaruh ke kehidupan sehari-hari. Mungkin karena aku bukan warga negara sini (red: AS). Tapi kalau protes masih ada. Apalagi di sekitaran White House. Kayaknya tiap kali aku berkunjung di sekitar White House masih sering ketemu aksi pawai," ujarnya.

Selain itu Wens sempat bercerita jika ia dan teman-teman mahasiswa Indonesia lainnya memang dilarang untuk ikut aksi protes atau apapun yang berhubungan dengan BLM oleh KBRI. Ia mengakui hal itu wajib dipatuhi karena untuk nama baik Indonesia.

Euforia Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Wensislaus Noval Rumangun
Wensislaus mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat. (Instagram.com/novalwnr)

Joe Biden menyambut kemenangannya di Twitter dan mengaku merasa terhormat karena dipercaya rakyat AS.

"Amerika, saya merasa terhormat karena Anda telah memilih saya untuk memimpin negara besar kita. Pekerjaan di depan kita akan sangat sulit, tetapi saya menjanjikanmu ini: Saya akan menjadi presiden bagi seluruh rakyat Amerika, baik kamu memilih saya atau tidak. Saya akan menjaga kepercayaan yang Anda berikan ke saya," ujar Joe Biden via akun Twitter resminya @JoeBiden, Sabtu (7/11/2020).

Rupanya tak hanya Joe Biden yang menjadi sorotan seluruh dunia. Kamala Harris yang menjadi Wakil Presiden AS terpilih ini juga menuai perhatian.

Kamala Harris merupakan Wapres AS terpilih kulit berwarna pertama. Ia mengukir sejarah karena menjadi orang pertama keturunan Asia Selatan yang terpilih menjadi wakil presiden.

Terpilihnya dua orang hebat ini tentunya memberikan kesan tersendiri bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Negeri Paman Sam itu. Termasuk Wens yang kini tengah menempuh pendidikan di AS.

Penerima beasiswa LPDP ini mengaku ada beberapa hal yang membuatnya merasa senang saat Biden diumumkan menjadi Presiden AS terpilih. Ia pun mengutarakan opini pribadi soal terpilihnya Biden.

"Dampak terpilihnya Biden aku rasa sebagai pelajar internasional bisa membuatku lebih aman. Trump kan anti-immigration banget. Jadi hopefully Biden lebih open," ujarnya.

"Terus, Trump kan lebih protectionist terhadap trade, hopefully Biden enggak. Jadi kita di Indonesia tetap dapat kucuran investasi dan akses pasar ke AS makin terbuka lebar," tambah alumni Sastra Inggris di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini.

Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tahun kedua di AS ini juga berharap siapapun Presiden AS, kerjasama dengan Indonesia tetap berjalan baik. Pernyataan itu diutarakan dengan baik menutup obrolan via pesan pribadi dengan Liputan6.com, Senin (9/11/2020).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya