Arti Kata Mubah adalah Diizinkan atau Dibolehkan, Ini Contohnya

Arti kata mubah adalah menggambarkan hukum yang ringan.

oleh Laudia Tysara diperbarui 26 Apr 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2022, 15:00 WIB
Zakat
Ilustrasi Perempuan Muslim Credit: freepik.com

Liputan6.com, Jakarta Apa arti kata mubah dalam hukum mubah? Dalam buku berjudul Hukum Islam dalam Formulasi Hukum Indonesia oleh Hikmatullah dan Mohammad Hifni dijelaskan arti kata mubah adalah diizinkan atau dibolehkan.

Arti kata mubah adalah menggambarkan hukum yang ringan karena pahala bisa didapatkan dan dosa tidak dikenakan. Menurut Ulama, hukum dari arti kata mubah adalah perbuatan yang condong dianjurkan, tetapi tidak ada jaminan pahala.

Allah SWT menciptakan hukum mubah bukan tanpa alasan. Hukum sesuai arti kata mubah adalah diperbolehkan atau diizinkan itu artinya bersifat netral, yang mana dapat meringankan umat muslim melaksanakan ibadah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam arti kata mubah dalam hukum mubah adalah diizinkan atau dibolehkan, Selasa (26/4/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Arti Kata Mubah adalah Diizinkan atau Dibolehkan

Niat Zakat Untuk Keluarga
Ilustrasi muslim. (Sumber: Freepik.com)

Memahami arti kata mubah adalah diperbolehkan. Arti kata mubah adalah menggambarkan hukum dengan pilihan boleh meninggalkan atau melakukan suatu ibadah. Apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa dan apabila dilakukan tidak dijamin pahala.

Dalam buku berjudul Hukum Islam dalam Formulasi Hukum Indonesia oleh Hikmatullah dan Mohammad Hifni dijelaskan arti kata mubah adalah diizinkan atau dibolehkan.

Arti kata mubah adalah menggambarkan hukum yang ringan karena pahala bisa didapatkan dan dosa tidak dikenakan. Menurut Ulama, hukum dari arti kata mubah adalah perbuatan yang condong dianjurkan, tetapi tidak ada jaminan pahala.

Perbuatan dari arti kata mubah adalah hukum yang netral, dari Ulama disarankan untuk diganti ke yang disunnahkan. Tujuan dari mengganti perbuatan dengan hukum mubah ke sunnah adalah agar seorang muslim bisa mencapai derajat lebih tinggi.

Imam Ali Al Murshifi dalam Minahus Saniyah lebih menyarankan untuk mengganti perbuatan-perbuatan sesuai arti kata mubah adalah boleh yang lebih ke netral dengan sunnah. Ini untuk mencapai derajat yang tinggi. Apalagi hukum mubah memang akan mendapat pahala, tetapi hanya Allah SWT yang mengetahuinya.

Hal ini berlaku pula untuk hukum haram dan makruh yang bila ditinggalkan akan mendapatkan pahala dan dijauhkan dari dosa. Pergantian dari perbuatan mubah ke sunnah dapat dipastikan mendapat pahala, hal-hal produktif yang positif bisa dimaksimalkan.

Allah SWT menciptakan hukum mubah bukan tanpa alasan. Hukum sesuai arti kata mubah adalah diperbolehkan atau diizinkan itu artinya bersifat netral, yang mana dapat meringankan umat muslim melaksanakan ibadah dan menjauhi segala larangan-Nya.


Contoh Hukum Mubah

Dalam salah satu karyanya, ulama sufi Ali Al Khowash menyinggung hikmah dari keberadaan hukum mubah.

"Allah tidak menjadikan perkara mubah kecuali hanya memberi kesempatan istirahat bagi anak-cucu Nabi Adam dari rasa lelah melakukan beban kewajiban. Sebab Allah telah mengisi rasa bosan dalam jiwa anak-cucu Nabi Adam dari menjalankan perintah agama. Seandainya Allah tidak mengisi rasa bosan di dalam jiwa anak-cucu Nabi Adam, pasti Allah tidak mensyariatkan hukum mubah kepada mereka, sebagaimana para malaikat. Mereka tidak merasa bosan beribadah kepada Allah, selalu bertasbih sepanjang malam dan siang tanpa bosan."

Bisa dikatakan mubah dapat menjadi waktu istirahat bagi seseorang, agar tidak jenuh menjalankan kewajiban dan menghindari larangan Allah. Arti kata mubah adalah bisa berperan sebagai rukhshah atau keringanan bagi seorang Muslim. Orang yang menggunakan rukhshah tentu tidak akan mendapatkan apa-apa.

Bila mubah sesuai arti kata mubah adalah dibolehkan, tidak ada tentu kehidupan manusia sepenuhnya menjalankan yang wajib dan menjauhi yang terlarang. Aktivitas ini bisa menjadi monoton sehingga menimbulkan kebosanan.

Banyak ahli tarekat menyarankan pengikutnya untuk meninggalkan atau minimal mengurangi perkara mubah dan menggantinya dengan sunnah. Sehingga, setiap ibadah yang dilakukan dapat meningkat dari segi kualitas.

Para ulama sepakat ada tiga bentuk hukum mubah yang menggambarkan secara jelas sesuai arti kata mubah berdasarkan keterkaitannya dengan mudharat dan manfaat. Apa saja? Ini penjelasannya yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber:

1. Arti kata mubah adalah yang pertama apabila dilakukan atau tidak dilakukan, perbuatannya tidak mengandung mudharat. Contoh hukum mubah adalah makan, minum, berpakaian, dan berburu.

2. Arti kata mubah adalah yang kedua apabila dilakukan tidak ada mudharatnya, sementara perbuatan tersebut pada dasarnya diharamkan. Contoh hukum mubah adalah makan daging babi dalam keadaan darurat.

3. Mu Arti kata mubah adalah yang ketiga pada dasarnya bersifat mudharat dan tidak boleh menurut syara'. Meski demikian, Allah memaafkan pelakunya sehingga perbuatan itu menjadi mubah. Contoh hukum mubah adalah mengawini dua orang wanita yang bersaudara sekaligus.


Hukum Selain Mubah, yakni Wajib, Sunnah, Makruh, dan Haram

Model atau Bentuknya Tidak Berlebihan
Ilustrasi muslim. (Sumber: Freepik.com)

Ada empat hukum selain mubah dalam Islam yang perlu diketahui. Mulai dari hukum wajib, sunnah, makruh, dan haram. Ini penjelasannya yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber:

- Hukum Wajib

Wajib menurut bahasa adalah pasti atau tepat. Sedangkan hukum wajib ialah perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan siksa.

Seperti: sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, membayar zakat, dan menunaikan haji bagi yang mampu. Adapun macam-macam wajib sebagai berikut:

1. Wajib syar'I ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala, apabila ditinggalkan berdosa.

2. Wajib aqli, ketetapan hukum yang harus di yakini kebenarannya karena masuk akal.

3. Wajib ain, ketetapan yang harus dilakukan oleh umat muslim, seperti sholat lima waktu, sholat jumat, puasa dan lain-lain.

4. Wajib kifayah, ketetapan apabila sudah dikerjakan oleh sebagian umat muslim maka muslim lainnya akan terlepas dari kewajiban itu, dan sebaliknya jika tidak ada yang mengerjakannya, maka semuanya akan berdosa. Seperti: sholat jenazah.

5. Wajib muaiyyah, keharusan yang dilakukan melalui tindakan. Seperti: berdiri ketika sholat.

6. Wajib mukhayar, kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari beberapa pilihan.

7. Wajib mutlak, kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah.

8. Wajib aqli Nazari, kewajiban mempercayai kebenaran dengan memahami dalilnya

9. Wajib aqli danuri, kewajiban mempercayai kebenaran dengan sendirinya seperti: makan menjadi kenyang.

- Hukum Sunnah

Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti shalat tahiyyatul masjid, shalat dhuha, puasa senin-kamis dan lainnya. Sunnah ini menunjukkan perintah yang tidak tetap.

Sunnah dibagi menjadi:

1. Sunnah muakkad, sunnah yang sangat dianjurkan, seperti sholat Idul Fitri, sholat tarawih, sholat dhuha, puasa arofah, dan lainnya.

2. Sunnah gairu muakkad, misalnya memberi salam kepada orang lain.

3. Sunnah hajat, perkara di dalam shalat yang sebaiknya dikerjakan, seperti: mengangkat tangan ketika takbir.

4. Sunnah abad, perkara dalam sholat yang harus dikerjakan ketika lupa, dan harus melakukan sujud sahwi.

- Hukum Makruh

Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Makruh ini menunjukkan larangan yang tidak tetap.

Seperti mendahulukan yang kiri atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudhu. Perlu diingat bahwa hal yang bersifat makruh lebih baik ditinggalkan, karena Allah tidak menyukainya. Contoh lainnya seperti memakan bawang mentah, jengkol, dan pete.

- Hukum Haram

Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan akan mendapat siksa. Haram ini merupakan larangan yang tetap. 

Hal tersebut seperti mabuk-mabukan, mencuri, berzina, mencuri, merampok, membunuh, berjudi, dan lainnya. Apabila seseorang mengerjakan hal tersebut, maka hukumnya berdosa.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya