Liputan6.com, Jakarta - Apa arti dari tauhid itu? Memahami tauhid artinya keesaan Allah SWT. Tauhid artinya menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya. Tauhid artinya mempercayai hanya Allah SWT sebenar-benarnya Tuhan pemilik alam semesta.
Baca Juga
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai keesaan Allah SWT. Tauhid artinya memiliki kepercayaan kuat bahwa Allah SWT hanya satu. Mengucap kalimat tauhid artinya demikian serta mengimaninya adalah bagian terpenting menanamkan keimanan dalam Islam.
Advertisement
Apa pentingnya memahami tauhid artinya keesaan Allah SWT?
Dalam buku berjudul Pendidikan Tauhid dalam Perspektif Konstitusi oleh Zainul Bahri, tauhid artinya mampu menuntun manusia dasar ketuhanan yang benar, memberi ketenangan dan ketentraman jiwa, serta tauhid menjadi pedoman hidup yang pasti untuk meyakini Tuhan. Itulah penjelasan singkat tentang tauhid dan peran pentingnya bagi manusia.
Agar lebih memahaminya, berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tauhid artinya keesaan Allah SWT, jenis-jenis tauhid, dan macam-macam kalimat tauhid, Selasa (9/8/2022).
Tauhid Artinya Keesaan Allah SWT
Memahami tauhid artinya kesaksian. Dalam Islam, tauhid artinya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah benar utusan-Nya. Secara bahasa, dalam buku berjudul Aqidah dan Etika dalam Biologi oleh Safrida dan Dewi Andayani tauhid artinya berasal dari kata kerja wahhada yang artinya menjadikannya satu.
Tauhid artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai keesaan Allah SWT. Tauhid artinya memiliki kepercayaan kuat bahwa Allah SWT hanya satu. Ilmu yang mempelajari tentang tauhid artinya keesaan Allah adalah Ilmu Akidah. Memutuskan menjadi umat muslim, mengucap kalimat tauhid artinya demikian serta mengimaninya adalah bagian terpentingnya.
Pemahaman yang sama dijelaskan dalam kitab Syarh Tsalatsatil Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Tauhid artinya menjadikan sesuatu satu saja. Tauhid artinya menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya.
Apa sebenarnya peran penting memahami tauhid artinya mengakui Allah benar-benar satu?
Dalam buku berjudul Pendidikan Tauhid dalam Perspektif Konstitusi oleh Zainul Bahri, peran penting tauhid adalah menuntun manusia dasar ketuhanan yang benar, memberi ketenangan dan ketentraman jiwa, serta tauhid menjadi pedoman hidup yang pasti untuk meyakini Tuhan.
Advertisement
Jenis-Jenis Tauhid dan Penjelasannya
Apa saja jenis-jenis tauhid itu? Dalam buku berjudul Al-Quran dan Hadis oleh Muhaemin, ada tiga jenis-jenis tauhid artinya keesaan Allah SWT. Jenis-jenis tauhid yang dimaksudkan adalah tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa sifat. Ini penjelasannya yang perlu diketahui:
1. Tauhid Rububiyah
Jenis tauhid rububiyah artinya meyakini Allah SWT sebagai satu-satunya pencipta, pemilik, dan pengendali alam raya. Allah SWT yang menghidupkan dan mematikan dengan takdir-Nya. Allah SWT yang mengendalikan seluruh alam semesta dengan sunah-sunah-Nya.
Kemudian memahami tauhid rububiyah artinya bertujuan agar manusia mengakui tentang keagungan Allah SWT atas semua makhluk yang diciptakan-Nya. Allah SWT berfirman dalam surah Al Mu'minun ayat 86-87:
"Katakanlah, "Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki 'Arsy yang agung?" Mereka akan menjawab, "(Milik) Allah." Katakanlah, "Maka mengapa kamu tidak bertakwa?"
2. Tauhid Uluhiyah
Jenis tauhid uluhiyah artinya mengesakan Allah SWT dalam menunaikan ibadah, seperti sholat, puasa, zakat, berkurban, berserah diri, dan berharap pada-Nya. Tauhid uluhiyah artinya mengesakan segala bentuk peribadahan baik dzohir (terlihat) maupun batin.
Jenis tauhid uluhiyah artinya bertujuan agar manusia mengetahui sekaligus memahami bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak disembah dengan benar. Pemahaman keesaan inilah yang menjadikan manusia nantinya menjadi benar-benar tunduk, taat, dan mengikuti perintah-Nya.
Dalam Al-Qur’an surah an-Nahl ayat 36 dijelaskan tentang jenis tauhid uluhiyah ini:
"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut", kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)."
Jenis tauhid uluhiyah inilah yang menjadi inti dakwah para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Shaad ayat 5:
“Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.”
3. Tauhid Asma wa Sifat
Jenis tauhid asma wa sifat artinya manusia benar-benar beriman kepada nama-nama Allah SWT dan sifat-Nya, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan sunnah rasul-Nya. Tujuan adanya tauhid asma wa sifat artinya mengetahui apa yang Allah SWT sifatkan untuk dirinya adalah benar (haq) dan mutlak.
Adanya jenis tauhid asma wa sifat ini dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Taha ayat 8:
"(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik."
Dalam jenis tauhid asma wa sifat, pahami dengan baik jangan dilakukan dengan adanya tahrif (penyelewengan), ta'thil (penolakan) dan takyif (penggambaran), dan tasybih (penyerupaan). Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:
“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah.”
Macam-Macam Kalimat Tauhid dan Artinya
Macam-macam kalimat tauhid merupakan kalimat yang diucapkan oleh para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam sampai saat ini. Tujuan memahami kalimat tauhid adalah agar kesaksian dihadapan Allah SWT bisa benar-benar diingat yakni sejak sebelum kita terlahir ke dunia.
Sejatinya, tidak ada satupun manusia yang benar-benar terhapus ingatannya akan perjanjian ini (fitrah). Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al-Araf ayat 172:
“Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan dari sulbi anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka, `Bukankah Aku ini Rabb-mu?' Mereka menjawab, 'Betul, kami bersaksi'.”
Ini macam-macam kalimat tauhid yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber:
1. “Laa ilaha Illa Allah”
Kalimat tauhid ini, merupakan penghayatan pertama bagi para pejalan Sufi. Lebih menghayatinya maka sama dengan kita telah meng-Esakan Allah SWT. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah penisbian atas selain Allah SWT sehingga diri benar-benar haq al-yaqin. Dalam artian bisa benar-benar meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT.
Hingga membuat seseorang benar-benar memiliki keyakinan, bahwa hanya Allahlah Sang Pencipta, Sang Pemberi, dan Sang Pengatur segala yang ada di alam semesta. Tentu bagi orang yang memiliki keyakinan demikian rasa takut dan rasa harapnya hanya kepada Allah semata.
Mereka memahami batas antara Pencipta dan yang diciptakan, Allah lebih diproyeksikan sebagai zat yang Maha Menghukum bagi pelaku kejahatan, dan di sisi yang lain sebagai zat yang Maha Pengasih dan Penyayang bagi pelaku kebaikan. Sangat jelas pula yang baik menurut Allah SWT dan yang buruk menurut Allah SWT. Tentu saja, semua manusia harus mengikuti ketentuan tersebut.
2. “Laa ilaha Illa Huwa”
Orang yang sudah sampai pada penghayatan kalimat ini, penggambaran tentang Allah SWT berbeda dengan yang sebelumnya. Posisi Allah SWT menjadi kabur, tetapi Allah menjadi sesuatu zat yang pasti “ada’. Namun perlu diketahui juga, dalam level perwujudnya hanya Allah SWT yang tahu segalanya.
Hal ini berarti pula, karena hanya Allah SWT yang tau tentang dirinya, maka Allah SWT suci dari proyeksi pikiran manusia. Anggapan tentang Allah SWT menurut Ibnu Araby, bahwa sucinya Allah adalah kondisi di mana Allah hanya dapat ditunjuk dengan kata “Dia” (Huwa) yang sendiri.
“Dia” yang keberadaan dan kesendiriannya tidak dapat dilukiskan karena kesendirian-Nya, sehingga “Dia” satu-satunya, yang berhak memiliki wujud dan disebut sebagai wujud, sementara yang selainnya hanyalah maujudaat.
3. “Laa ilaha Illa Anta”
Orang yang sampai pada penghayatan kalimat tauhid ini, memandang semua yang ada di alam semesta ini adalah Allah SWT. Bagi mereka, Allah SWT benar-benar hadir dan kehadiran Allah benar-benar nyata dirasakan oleh kesejatian ruhnya.
Dalam setiap entitas ada Allah SWT tentu tanpa memandang seperti apa wujudnya, benda yang terlihat hidup, maupun yang terlihat mati. Kemudian yang terlihat indah maupun yang terlihat buruk, dan yang tampak mulia maupun yang dianggap berada dalam kehinaan.
Orang yang sudah sampai pada penghayatan kalimat tauhid ini, tentu meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta memang dalam “kesatuan”. Kemudian meyakini pula bahwa satuan wujud yang paling nampak yaitu benda yang tersusun dari satuan terkecil yang bernama molekul, satuan terkecil dari molekul adalah atom.
Kemudian partikel merupakan satuan terkecil dari atom dan satuan terkecil dari partikel adalah realitas quanta. Sedangkan yang paling halus yakni quark, semakin kecil susunannya, getarannya justru lebih konsisten dan cepat.
Seorang ahli fisika mengatakan alam semesta adalah realitas energi yang menyatu dan sama-sama mempunyai getaran energi magnetik. Fakta getaran energi ini dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa di langit dan di bumi semuanya bertasbih menyebut nama Allah SWT.
4. “Laa ilaha Illa Ana”
Sebuah titik penghayatan yang paling dalam tentang Allah SWT. Al-Hallaj mengatakan “Ana al-Haq” dan Syek Siti Jenar mengatakan “Manunggaling Kaulo Gusti”, yang ia katakan ketika mengalami puncak ektase kesatuan dengan Allah. Sebuah perkataan yang paradok pada zamannya, hanya untuk menjelaskan “aku dalam Allah, dan Allah dalam aku”.
Dalam hadits Qudsy juga dikatakan, “ana inda dzonni ‘abdy” (Saya menurut apa yang hambaku sangkakan). Maka demikian, jika “sangkaan” manusia yang menjadi barometer proyeksi tentang Allah, secara otomatis manusia sudah menarik konsep Allah pada level “Ana” (Saya).
Maka, sebagaimana hadits Qudsy tersebut tentu sebenarnya manusialah yang mendesain seperti apa Allahnya dalam pikiran dan perasaanya. Dari sinilah yang menentukan cara pikirnya. Disadari atau tidak, sebenarnya cara berpikir inilah yang menentukan cara pandang. Sedangkan dari cara pandang inilah, perjalanan hidup manusia ditentukan.
Advertisement