La Nina Triple Dip, Penyebab Musim Hujan Datang Lebih Awal

La Nina Triple Dip berpotensi meningkatkan curah hujan dan bencana hidrometeorologi.

oleh Laudia Tysara diperbarui 18 Okt 2022, 15:10 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2022, 15:10 WIB
Potensi Cuaca Ekstrem Imbas La Nina
Gedung-gedung di kawasan Bundaran Hi, Jakarta, Sabtu (13/11/2021). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melansir peringatan terbaru yang berlaku 7-9 November 2021 soal peringatan cuaca ekstrem imbas dari La Nina. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi La Nina Triple Dip di Indonesia berpotensi menjadi penyebab musim hujan datang lebih awal. La Nina Triple Dip merupakan fenomena La Nina yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut, sejak pertengahan tahun 2020 sampai awal tahun 2023.

"Triple Dip La Nina adalah fenomena unik,” tutur Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam acara Mini Symposium 17th Annual Indonesia – U.S. BMKG – NOAA Partnership Workshop yang dilaksanakan secara virtual pada Jumat (14/10/2022).

Fenomena La Nina Triple Dip yang berpotensi meningkatkan curah hujan ini pun berpotensi meningkatkan terjadinya bencana hidrometeorologi basah di Indonesia. Pemerintah pusat dan masyarakat diminta untuk mewaspadai terjadinya bencana banjir, banjir bandang, angin kencang, cuaca ekstrem, tanah longsor, dan lain sebagainya.

Antisipasi dampak La Nina tripe dip dilakukan BMKG dengan melakukan kolaborasi bersama National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Tujuan kerja sama ini untuk memperkuat sistem peringatan dini di Indonesia. Berupa observasi dan analisis untuk meningkatkan akurasi informasi cuaca dan iklim di Indonesia.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang fenomena La Nina Triple Dip, Selasa (18/10/2022).

La Nina Triple Dip Fenomena Unik

FOTO: Waspada Fenomena La Nina
Awan hitam menyelimuti langit Jakarta, Kamis (4/11/2021). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini potensi curah hujan tinggi dan berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologis di sejumlah daerah akibat adanya fenomena La Nina. (Liputan6.com/Johan Tallo)

La Nina Triple Dip adalah fenomena alam yang memengaruhi perubahan cuaca dan iklim di suatu wilayah. La Nina Triple Dip merupakan fenomena alam yang unik. Fenomena ini berpotensi meningkatkan risiko cuaca ekstrem, bencana alam, dan penyakit.

BMKG menjelaskan “La Nina” ini fenomena pendinginan Suhu Muka Laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normalnya. Kondisi ini disebut pula sebagai cuaca ekstrem karena meningkatkan curah hujan.

Ada embusan angin pasat (trade winds) yang lebih kuat dari biasanya di sepanjang Samudera Pasifik dari Amerika Selatan ke Indonesia, membuat massa air hangat terbawa ke arah Pasifik Barat.

Ketika massa air hangat berpindah tempat, maka air menjadi lebih dingin di bawah laut Pasifik dan akan naik ke permukaan untuk mengganti massa air hangat yang berpindah tadi. Proses itu disebut upwelling dan menyebabkan SML turun (atau melewati batas normalnya).

La Nina Penyebab Musim Hujan Datang Lebih Awal

Potensi Cuaca Ekstrem Imbas La Nina
Warga menggunakan payung melintas di kawasan Bundaran Hi, Jakarta, Sabtu (13/11/2021). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melansir peringatan terbaru yang berlaku 7-9 November 2021 soal peringatan cuaca ekstrem imbas dari La Nina. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Fenomena La Nina Triple Dip membuat atmosfer Indonesia menjadi lebih basah dan memudahkan terbentuknya awan yang membuat curah hujan lebih tinggi.

La Nina Triple Dip sebagai fenomena perubahan suhu permukaan laut, sangat berpotensi menumbuhkan awan-awan hujan hingga menyebabkan sebagian wilayah di Indonesia mengalami musim hujan lebih awal.

Kemudian, dinamai “triple dip” karena fenomena unik ini diprediksi akan terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2020, berlanjut sampai akhir tahun 2022, dan diprediksi berakhir pada awal tahun 2023.

Pola cuaca dari fenomena La Nina Triple Dip adalah salah satu dari tiga fase El Nino Southern Oscillation (ENSO). Fase hangat disebut El Nino, fase yang lebih dingin disebut La Nina, dan fase netral.

Bencana Hidrometeorologi Dampak La Nina

Ribuan Warga Terdampak Tanah Longsor dan Banjir Bandang di Malang Selatan
Warga Desa Pujiharjo Kabupaten Malang berjibaku membersihkan material yang terbawa banjir bandang pada Senin, 17 Oktober 2022 (Foto : PMI Kabupaten Malang) 

BMKG menegaskan, La Nina Triple Dip mengancam dunia, tak hanya Indonesia. Ini karena fenomena La Nina Triple Dip yang menjadi penyebab musim hujan ekstrem datang lebih awal, akan berdampak pula pada munculnya bencana hidrometeorologi basah.

Bencana dampak La Nina Triple Dip yang dimaksudkan berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, cuaca ekstrem, gagal panen, dan masih banyak lagi lainnya. Tak hanya itu, La Nina Triple Dip dengan peningkatan curah hujan ini pun meningkatkan risiko timbulnya penyakit musim hujan.

"Yang perlu juga diwaspadai adalah penyakit yang biasa muncul di musim hujan, mulai dari diare, demam berdarah, Leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit kulit, dan lain sebagainya. Semua harus bersiap," imbuhnya.

Sejarah mencatat fenomena La Nina Triple Dip serupa, pernah terjadi pada tahun 1973-1975. Kemudian, pernah pula terjadi pada tahun 1998-2001. Lalu, kini terjadi pada tahun 2020-2023.

Antisipasi BMKG Hadapi La Nina Tripe Dip

Potensi Cuaca Ekstrem Imbas La Nina
Kendaraan melintas di kawasan Bundaran Hi, Jakarta, Sabtu (13/11/2021). Dampak La Nina akan mulai dirasakan pada bulan November dan puncaknya akan terjadi pada periode Desember 2021 hingga Maret 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

BMKG telah berkolaborasi dengan NOAA. Tujuan kerja sama ini untuk memperkuat sistem peringatan dini di Indonesia mengantisipasi dahsyatnya arus perubahan iklim dampak La Nina tripe dip.

Antisipasi dalam kolaborasi ini berupa berupa observasi dan analisis untuk meningkatkan akurasi informasi cuaca dan iklim di Indonesia. Selain itu, digelar pula workshop, seminar, simposium, dan berbagai pelatihan lain guna pengembangan sumber daya manusia (SDM) BMKG.

Kerja sama BMKG dengan NOAA diluar antisipasi La Nina tripe dip sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Salah satu program rutin tahunan keduanya, melakukan pelayaran ke Samudra Hindia untuk melakukan perawatan Buoy serta melakukan pengukuran variabel laut hingga kedalaman 5000 meter.

Tak hanya meningkatkan antisipasi Indonesia menghadapi cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi dampak La Nina tripe dip. BMKG menjalin kerja sama dengan NOAA juga dijadikan sebagai upaya berdiri sejajar dengan pusat iklim global lainnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya