Badai Sitokin Adalah Kondisi Akibat Respons Imun yang Berlebihan, Kenali Penyebabnya

Badai sitokin adalah salah satu komplikasi yang bisa dialami oleh penderita COVID-19.

oleh Husnul Abdi diperbarui 04 Nov 2022, 19:45 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2022, 19:45 WIB
Ilustrasi virus corona, COVID-19, Long COVID
Ilustrasi virus corona, COVID-19, Long COVID. (Photo by kjpargeter on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Badai sitokin adalah istilah yang mencuat saat COVID-19 sedang merajalela. Badai sitokin merupakan salah satu kondisi yang telah merenggut nyawa banyak pasien COVID-19. Oleh karena itu, kamu perlu memahami kondisi berbahaya ini.

Cytokine Storm atau Badai sitokin adalah kondisi ketika terjadinya produksi sitokin yang berlebihan dalam tubuh. Badai sitokin ini memicu sistem kekebalan tubuh kehilangan kendali dan justru menyerang tubuh yang seharusnya dilindungi. 

Badai sitokin adalah salah satu komplikasi yang bisa dialami oleh penderita COVID-19. Badai sitokin menyebabkan sebagian sel tubuh menjadi mati. Badai sitokin dapat menggerogoti paru-paru dan pasien tidak dapat pulih lagi.

Badai sitokin adalah kondisi yang bukan hanya bisa terjadi karena infeksi COVID-19, melainkan juga bisa muncul karena influenza, pneumonia, dan sepsis. Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (4/11/2022) tentang badai sitokin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mengenal Badai Sitokin

Ilustrasi COVID-19
Ilustrasi COVID-19. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), badai sitokin adalah sindrom respons inflamasi sistemik yang dapat dipicu oleh berbagai faktor (infeksi virus dan sebagainya). Melansir BBC, badai sitokin adalah istilah yang digunakan ketika sel kekebalan membanjiri paru-paru dan menyerangnya, padahal seharusnya melindungi. Ini disebabkan reaksi kekebalan yang berlebihan sehingga justru merugikan tubuh ketimbang membantu.

Biasanya, ketika tubuh manusia bertemu dengan virus, sistem kekebalan menyerang virus-virus tersebut dan kemudian berhenti. Tetapi dalam keadaan tertentu, sel kekebalan itu menjadi tidak terkendali dan berubah menjadi merusak.

Sitokin sendiri merupakan suatu protein yang memiliki peranan penting dalam tubuh sebagai respons imun yang terjadi di dalam tubuh pada saat terjadi peradangan dan infeksi. Namun, respons imun yang tidak teratur dan berlebihan dapat menginduksi peningkatan produksi sitokin-sitokin proinflamasi yang dapat menyebabkan terjadinya badai sitokin.

Badai sitokin adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh penderita virus Corona COVID-19 justru membanjiri paru-paru dan menyerangnya. Bila disederhanakan, badai sitokin terjadi ketika sistem imun menyerang paru-paru. Sistem imun justru menyerang tubuh dan memberikan reaksi yang berlebihan. Padahal, seharusnya peran sistem kekebalan tubuh adalah melindungi serta menyerang virus dan bakteri yang membahayakan tubuh.

Saat terjadinya badai sitokin, sistem kekebalan tubuh tak bisa mengendalikan dirinya. Badai sitokin membuat sistem kekebalan tubuh menjadi pasukan atau gerombolan yang merusak tubuh. Asal muasal nama badai sitokin adalah dari zat sitokin yang mengamuk melalui aliran darah. Inilah penyebab utama dari sistem kekebalan tubuh kesulitan mengendalikan diri.


Penyebab Badai Sitokin

Menurut para ahli, badai sitokin adalah kondisi yang lebih berisiko terjadi pada pasien COVID-19 berusia muda dan masih terlihat sehat. Penyebab utama badai sitokin adalah produksi sitokin yang berlebihan dalam tubuh penderita. Kondisi ini yang disebut badai sitokin. Badai sitokin terjadi saat tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin ke dalam darah dalam jangka waktu yang cepat. Kondisi ini membuat sel imun justru menyerang jaringan dan sel tubuh yang sehat, sehingga menyebabkan peradangan.

Pola tidak biasa seperti badai sitokin cukup mengkhawatirkan. Para dokter dan ilmuwan menemukan banyak pasien meninggal karena virus dapat bereplika lebih cepat, sistem kekebalan tubuh tak berfungsi, dan terjadilah kegagalan organ sampai kematian.

Pada penderita COVID-19, badai sitokin menyerang jaringan paru-paru dan pembuluh darah. Kantung udara kecil di paru-paru akan dipenuhi oleh cairan, sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen. Badai sitokin bisa terjadi pada pasien yang sudah sembuh dari infeksi virus SARS CoV-2, lalu terinfeksi lagi untuk kesekian kalinya. Badai sitokin adalah kondisi yang dapat menyebabkan komplikasi fatal hingga berujung kematian.


Gejala Badai Sitokin

Ilustrasi virus corona COVID-19, omicron
Ilustrasi virus corona COVID-19, omicron. (Photo by starline on Freepik)

Melansir yankes.kemkes.go.id, badai sitokin adalah kondisi yang ditandai dengan gejala konstitusional, peradangan sistemik, dan disfungsi multiorgan. Hal ini jika tidak ditangani secara tepat dapat menyebabkan kegagalan multiorgan. Hampir semua pasien dengan badai sitokin mengalami demam hingga demam tinggi dapat terjadi pada kasus yang parah. Selain itu, pasien juga mungkin mengalami kelelahan, anoreksia, sakit kepala, ruam, diare, artralgia, mialgia, dan temuan gejala neuropsikiatri.

Gejala badai sitokin ini mungkin disebabkan langsung oleh kerusakan jaringan yang diinduksi oleh sitokin atau perubahan fisiologis fase akut atau mungkin respon tubuh yang diperantarai oleh sel imun. Gejala yang timbul pada pasien yang mengalami badai sitokin adalah gejala yang dapat berkembang dengan cepat menjadi koagulasi intravaskular diseminata dengan oklusi vaskular atau perdarahan bencana, dispnea, hipoksemia, hipotensi, ketidakseimbangan hemostatik, syok vasodilatasi, dan kematian.

Sebagian besar pasien memiliki gejala pernapasan, termasuk batuk dan takipnea (bernapas dengan sangat cepat), yang dapat berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), dengan hipoksemia yang mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Kombinasi hiperinflamasi, koagulopati, dan jumlah trombosit yang rendah menempatkan pasien dengan badai sitokin pada risiko tinggi untuk perdarahan spontan.


Pengobatan Badai Sitokin

Strategi pengobatan pada pasien dengan badai sitokin adalah melibatkan perawatan suportif untuk mempertahankan fungsi organ yang kritis. Kemudian dibutuhkan juga pengendalian penyakit yang mendasari dan penghapusan pemicu untuk aktivasi sistem kekebalan yang abnormal, serta imunomodulasi yang ditargetkan atau imunosupresi nonspesifik untuk membatasi kerusakan kolateral dari sistem kekebalan yang aktif secara berlebihan.

Menurut yankes.kemkes.go.id, pada prinsipnya terapi pengobatan badai sitokin terutama berfokus pada imunosupresi bersama dengan tindakan pengendalian pada faktor pemicu. Obat yang diberikan pada infeksi COVID-19 terdiri dari terapi antivirus, kortikosteroid, antibiotik, profilaksis tromboemboli vena, dan terapi dengan imunomodulator (klorokuin atau hidroksiklorokuin, azitromisin, tocilizumab, imunoglobulin intravena (IVIG), terapi pemulihan plasma, dan terapi sel induk). Selain pengobatan medis tersebut, pengobatan suportif dengan terapi oksigen, ventilasi noninvasif dan dukungan ventilasi harus dilakukan secara bersamaan sesuai dengan tingkat keparahan penyakitnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya