Musyarakah adalah Akad Kerja Sama Dua Pihak atau Lebih, Pahami Hukumnya

Dalam akad kerjasama kepentingan usaha perbankan, musyarakah adalah akad penyatuan modal antara pihak bank dan nasabah.

oleh Laudia Tysara diperbarui 12 Mei 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2023, 14:00 WIB
Ilustrasi bekerja, bercanda bersama teman di kantor
Ilustrasi bekerja sama. (Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam sebuah usaha tertentu. Masing-masing pihak dalam musyarakah adalah akan memberikan porsi dana dengan ketentuan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sementara kerugian ditanggung sesuai porsi dana dari masing-masing pihak.

Dalam akad kerjasama kepentingan usaha perbankan, musyarakah adalah akad penyatuan modal antara pihak bank dan nasabah. Musyarakah adalah populer dianggap sebagai akad dengan prinsip syariah. Bila akad musyarakah adalah dilakukan dengan perbankan syariah, maka nasabah bisa mendapat modal lebih besar hampir 90 persen dari total seluruhnya.

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat dhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh.” (QS. Shaad: 24).

Musyarakah adalah akad yang memiliki sejumlah manfaat bagi para pelakunya. Manfaat musyarakah adalah cukup menguntungkan karena prinsipnya bagi hasil. Kemudian dalam akad musyarakah adalah mekanisme pengembalian biaya sangat fleksibel, itu artinya bisa bulanan dan bisa sekaligus di akhir periodenya.

Berikut Liputan6.com ulas lebih dalam tentang akad musyarakah dari berbagai sumber, Selasa (28/9/2021).

Musyarakah Menurut Para Ahli

Ilustrasi bekerja, bercanda bersama teman di kantor
Ilustrasi bekerja sama. (Photo by Brooke Cagle on Unsplash)

Istilah akad musyarakah adalah berasal dari kata dasar syarikah atau syirkah yang artinya sekutu, perkumpulan, dan perserikatan seperti dijelaskan dalam Munawir (1984: 765). Secara etimologi, musyarakah adalah campuran atau percampuran.

Berikut penjelasan musyarakah adalah menurut para ahli:

1. Ghufron A (2002: 192)

Musyarakah adalah menurut mazhab Maliki suatu izin bertasharruf bagi masing-masing pihak yang bersertifikat. Menurut mazhab Hambali, musyarakah adalah persekutuan dalam hal hak dan tasharruf. Sedangkan menurut Syafi’i, musyarakah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan.

2. Sayyid Sabiq (1987: 193)

Musyarakah adalah akad antara orang Arab yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.

3. M. Ali Hasan (2003: 161)

Musyarakah adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.

Musyarakah Menurut Fikih

kepribadian
Ilustrasi menjabat tangan/copyright Rawpixel

Dalam ilmu fikih, pembagian dari nisbah musyarakah adalah ditentukan di awal dengan melihat prosentase modal dan pengelolaan usaha. Untuk jumlah nominal uang yang harus dibagi hasil dalam musyarakah adalah ditentukan setelah mengetahui kemungkinan keuntungan atau rugi usaha yang dijalankan.

Perbankan syariah dalam akad musyarakah adalah bagi hasil ditetapkan oleh pihak bank dengan kesepakatan dari nasabah. Prosentase bagi hasil musyarakah adalah sudah ditetapkan oleh pihak bank juga. Negosiasi yang dilakukan dalam musyarakah adalah soal prediksi laba bersih dengan melihat pembukuan beberapa bulan sebelumnya serta peluang bisnisnya.

“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang di buat olehnya atau sesudah dibayarutangnya dengan tidak memberi madhorot (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Penyantun.” (QS. An-Nisa’: 12)

Ketetapan musyarakah adalah tertuang dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 bagian Objek Akad. Keuntungan musyarakah adalah setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.

Rukun-Rukun Akad dalam Islam

Menurut fuqaha malikiyyah, syafi'iyyah, dan hanabillah, akad memiliki pengertian umum lebih dekat dengan sesuatu yang ditekadkan oleh seseorang untuk melakukannya baik muncul dengan kehendak sendiri seperti wakaf, ibra' (pengguguran hak) talak, dan sumpah.

Menurut az Zarqa dalam pandangan syarak, suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Ada beberapa perbedaan pendapat dikalangan fuqaha berkenaan dengan rukun akad. Menurut jumhur fuqaha rukun akad terdiri atas:

1. Aqid yaitu orang yang berakad (bersepakat)

2. Ma'qud'alaih merupakan benda-benda yang diakadkan, seperti benda yang ada dalam transaksi jual-beli.

3. Maudhu'al-'aqd yakni tujuan pokok dalam melakukan akad.

4. Shigat al-'aqd yang terdiri dari ijab qabul.

Macam-Macam Akad

Ilustrasi sukses, berhasil, jabat tangan
Ilustrasi bekerja sama. (Photo by Cytonn Photography on Unsplash)

1. Macam-Macam Akad Berdasarkan Ketentuan Syara’

- Akad sahih, yaitu akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan oleh syara’. Akad yang memenuhi rukun dan syarat maka akad tersebut masuk dalam kategori akad sahih.

- Akad ghairu sahih, yaitu akad yang tidak memenuhi unsur dan syaratnya. Akad semacam ini tidak berdampak hukum atau tidak sah. Ulama hanafiyah membedakan antara akad fasid dan akad batal, di mana ulama jumhur tidak membedakannya. Akad batal adalah akad yang tidak memenuhi rukun, seperti tidak ada barang yang diakadkan, akad yang dilakukan oleh orang gila dan lain-lain. Sedangkan akad fasid adalah akad yang memenuhi syarat dan rukun, tetapi dilarang oleh syara’, seperti menjual narkoba, miras dan lain-lain.

2. Macam-Macam Akad Berdasarkan Penamaannya

- Akad yang sudah diberi nama oleh syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai, dam lain-lain.

- Akad yang belum dinamai oleh syara’, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman.

3. Macam-Macam Akad Berdasarkan Zatnya

- Benda yang berwujud (al-‘ain), yaitu benda yang dapat dipegang oleh indra kita, seperti sepeda, uang, rumah dan lain sebagainya.

- Benda tidak berwujud ( ghair al-‘ain), yaitu benda yang tidak dapat kita indra dengan indra kita, namun manfaatnya dapat kita rasakan, seperti informasi, lisensi, dan lain sebagainya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya