Liputan6.com, Jakarta Tausiah adalah istilah yang kerap digunakan sebagai media dakwah oleh para ustad maupun ustadzah. Kata ini sudah tak asing ditelinga seluruh umat Muslim. Meski begitu, masih ada orang yang belum mengetahui arti tausiah.Â
Advertisement
Baca Juga
Secara umum, tausiah adalah istilah umum di kalangan umat Islam yang merujuk kepada kegiatan siar agama (dakwah) yang disampaikan secara tidak resmi (informal), berbeda dengan tabliq, ceramah, orasi, atau khotbah yang lebih berkonotasi kepada pidato serius yang dihadiri oleh ribuan bahkan puluhan ribu jamaah.
Advertisement
Dalam pelaksanaannya, tausiah adalah kegiatan dakwah yang mempunyai unsur-unsur dan macam-macam teknik. Teknik yang biasanya digunakan untuk tausiah adalah secara langsung maupun tidak langsung.
Agar lebih paham, berikut ini Liputan6.com ulas mengenai pengertian tausiah beserta unsur-unsur dan jenis tekniknya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (26/5/2023).
Tausiah Adalah
Secara umum, tausiah adalah istilah umum di kalangan umat Islam yang merujuk kepada kegiatan siar agama (dakwah) yang disampaikan secara tidak resmi (informal), berbeda dengan tabliq, ceramah, orasi, atau khotbah yang lebih berkonotasi kepada pidato serius yang dihadiri oleh ribuan bahkan puluhan ribu jamaah.
Secara sederhana, tausiah adalah ceramah keagamaan yang berisi pesan-pesan dalam hal kebenaran dan kesabaran, merujuk pada QS. Al-‘Ashr:3, berbunyi:
Watawa shoubil haqi watawa shoubish shabr.
Artinya: "Dan mereka saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran".Â
Definisi lain, kata tausiah juga diartikan sebagai wasiat atau pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang akan meninggal dunia, dapat pula berisi penyerahan atau pembagian barang-barang warisan.
Advertisement
Unsur-Unsur Tausiah
Menurut Awaludin dan Wafiah dalam bukunya yang berjudul Paradigma Dakwah Humanis (2005), menjelaskan tentang unsur-unsur tausiah yang perlu diketahui, yakni:
1. Da’i (Subjek dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi. Seorang da’i yang bijaksana adalah orang yang dapat mempelajari realitas, situasi masyarakat, dan kepercayaan mereka serta menempatkan mereka pada tempatnya masingmasing. Kemudian mengajak mereka berdasarkan kemampuan akal, pemahaman, tabiat, tingkatan keilmuan dan status sosial mereka. Seorang da’i yang bijak adalah yang mengetahui metode yang akan dipakainya.
2. Mad’u (Objek dakwah)
Mad’u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia, baik laki-laki ataupun perempuan, tua maupun muda, miskin atau kaya, muslim maupun non muslim, kesemuanya menjadi objek dari kegiatan dakwah Islam, semua berhak menerima ajakan dan seruan ke jalan Allah.
Da’i yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang masyarakat yang akan menjadi mitra dakwahnya adalah calon-calon da’i yang akan mengalami kegagalan dalam dakwahnya. Untuk itu pengetahuan tentang apa dan bagaimana mad’u, baik jika ditinjau dari aspek psikologis, pendidikan, lingkungan sosial, ekonomi serta keagamaan, merupakan suatu hal yang pokok dalam dakwah. Hal tersebut akan sangat membantu dalam pelaksanaan dakwah, terutama dalam hal penentuan tingkat dan macam materi yang akan disampaikan.
3. Maddah (Materi dakwah)
Materi dakwah adalah pesan-pesan atau segala sesuatu yang harus disampaikan oleh subyek kepada obyek dakwah, yaitu keseluruhan ajaran Islam, yang ada di dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasul Nya. Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Biasanya materi tausiah yang diberikan perihal masalah aqidah, masalah syariah, dan masalah akhlak.
4. Wasilah (Media dakwah)
Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Dengan kata lain, media dakwah adalah sarana yang digunakan oleh da’i untuk menyampaikan materi dakwah. Media dakwah tersebut berupa lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak.
5. Thariqah (Metode dakwah)
Di dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan juga metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Adapun tujuan diadakannya metodologi dakwah adalah untuk memberikan kemudahan dan keserasian, baik bagi pembawa dakwah itu sendiri maupun bagi penerimanya.
6. Atsar (Efek dakwah)
Setiap aksi dakwah akan menimbulkan reaksi. Dengan begitu, atsar adalah feed back (umpan balik) dari proses dakwah yang disampaikan oleh da’i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan maka selesailah dakwah. Padahal, atsar (efek) sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis atsar dakwah, maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali.
Jenis Teknik Tausiah
Teknik tausiah adalah metode atau cara-cara yang bijaksana dan efektif yang dilakukan seorang mubaligh sebagai komunikator dalam rangka upaya mengajak, menganjurkan atau menyerukan manusia, agar mad’u dapat menerima kebaikan dan petunjuk yang termuat dalam Islam. Untuk itu, ada beberapa macam-macam teknik tausiah yang bisa digunakan oleh da’i atau subjek dakwah adalah sebagai berikut ini:
- Secara langsung, yaitu dakwah yang dilakukan dengan cara tatap muka antara komunikan dengan komunikatornya.
- Secara tidak langsung, yaitu dakwah yang dilakukan tanpa tatap muka antara da’i dan mad’u. Dilakukan dengan bantuan sarana lain yang cocok. Misalnya dengan bantuan televisi, radio, internet, blog, jejaring sosial, kanal berbagi video dan lain sebagainya.
Selain itu, dari segi penyampaian isi metode dakwah digolongkan menjadi dua, yakni:
- Secara serentak, cara ini dilakukan untuk pokok-pokok bahasan secara praktis dan tidak terlalu banyak kaitannya dengan masalah-masalah lain. Walaupun demikian da’i tetap harus menjaga keutuhan permasalahan jangan sampai kecilnya pokok bahasan kemudian pembahasannya hanya sepintas kilas saja.
- Secara bertahap, cara ini dilakukan terhadap pokok-pokok bahasan yang banyak kaitannya dengan masalah lain. Dalam hal pokok bahasan semacam ini da’i harus pandai-pandai membagi pokok bahasan dalam sub-sub yang lebih kecil tapi tidak lepas dari pokok bahasan utamanya.
Advertisement