Liputan6.com, Jakarta Ketika kamu terbiasa membeli makanan kemasan, ada tertera informasi nilai gizi yang menampilkan sirup jagung, sirup glukosa, dan sirup fruktosa pada daftar komposisinya. Ketiganya merupakan pemanis tambahan yang menjadi bagian dari kandungan gula total suatu produk makanan atau minuman.
Baca Juga
Advertisement
Walaupun sama-sama berfungsi sebagai pemanis tambahan pada produk makanan atau minuman, ternyata masih belum banyak yang mengetahui perbedaan dari ketiganya ini. Pemanis tambahan ini tidak berbahaya, selagi kamu memerhatikan jumlah asupan konsumsinya.
Mirip dengan jenis gula pada umumnya, pemanis tambahan ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Namun, pemanis manakah yang lebih baik di antara ketiganya?
Berikut Liputan6.com telah merangkum dari berbagai sumber menjelaskan perbedaan sirup glukosa, sirup fruktosa, dan sirup jagung disertai mana yang lebih baik dalam konsumsinya, Jumat (15/11/2019).
Sirup Jagung
Mirip dengan bahan alami buah-buahan dan sayur-sayuran lain, jagung memiliki kandungan gula dalam bentuk pati. Struktur kimia pati terdiri atas banyak rantai sakarida atau rantai gula yang tergabung dalam sebuah struktur besar.
Pati pada jagung tidak akan terasa manis apabila dia tidak diolah menjadi sirup terlebih dulu. Pati jagung yang kompleks harus diurai menjadi rantai sakarida yang lebih sederhana, sehingga rasa manisnya lebih terasa.
Cara membuat pemanis buatan ini dengan mencampurkan pati jagung, air, dan enzim alfa-amilase. Enzim ini berasal dari bakteri Bacillus.
Jika semua bahan sudah tercampur, adonan sirup jagung diberi tambahan enzim gamma-amilase yang berasal dari jamur Aspergillus. Setelah itu, sirup jagung berubah menjadi pemanis multifungsi. Pemanis sirup jagung ini memiliki karakteristik berwarna putih bening agak kekuningan.
Advertisement
Sirup Fruktosa
Berbeda dengan jagung yang memiliki rantai sakarida kompleks, buah-buahan seperti mangga, apel, dan kelengkekng memiliki struktur kimia yang sederhana, yaitu satu rantai sakarida (monosakarida). Buah-buahan ini mengandung gula dalam bentuk fruktosa dan termasuk gula alami.
Walaupun termasuk gula alami, fruktosa yang terdapat dalam makanan kemasan hanya bisa dipecah dan dicerna oleh organ hati. Hasil akhir dari proses pencernaan tersebut adalah trigliserida (lemak darah), asam urat, dan radikal bebas.
Tidak semua orang mampu menyerap semua fruktosa yang dikonsumsi. Kondisi ini dikenal sebagai malabsorpsi fruktosa. Penderitanya akan mengalami gejala berupa gas berlebih (kembung) pada perut, sehingga menyebabkan gangguan pencernaan.
Sirup Glukosa
Sirup glukosa dapat berasal dari berbagai macam buah-buahan dan sayuran, misalnya dari makanan tinggi glukosa seperti anggur, aprikot, cranberry, nangka, atau pisang raja. Sirup glukosa bisa diproduksi dari jenis makanan ini.
Namun, rata-rata sirup glukosa yang banyak ditemukan di pasaran terbuat dari jagung atau gandum. Sirup glukosa banyak digunakan untuk berbagai produk seperti kue, permen, selai, dan es krim. Bahkan jenis sirup ini juga dipakai untuk produk farmasi seperti obat batuk cair.
Pemanis ini juga memiliki manfaat lain seperti mampu meningkatkan tekstur dan volume pada makanan. Sirup glukosa juga dapat menambah kilau misalnya pada macaroon atau icing kue.
Walaupun demikian, situp glukosa kurang begitu manis, sehingga penggunaannya masih tetap didampingi dengan gula.
Advertisement
Pemanis Tambahan Mana yang Lebih Sehat?
Sirup jagung, sirup fruktosa, maupun sirup glukosa sebenarnya tidak berbahaya dan aman dikonsumsi. Terlebih jika kamu tidak memiliki masalah kesehatan yang berhubungan dengan gula darah seperti diabetes.
Ketika jenis sirup ini merupakan pemanis tambahan. Untuk itu, ada anjuran khusus penggunaan ketiga gula ini menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) adalah sebanyak 25 gram per hari, baik untuk perempuan dan laki-laki.
American Heart Association juga memiliki spesifik penggunaan ketiga jenis pemanis sirup ini, yaitu 38 gram atau sekitar 9 sendok teh untuk laki-laki. Sekitar 25 gram atau 6 sendok teh untuk perempuan, serta tidak lebih dari 25 gram atau 6 sendok teh pada anak-anak usia 2-18 tahun.
Dampak penggunaan pemanis apapun terhadap kesehatan bergantung pada jumlah konsumsinya. Perlu diketahui bahwa mengonsumsi pemanis atau gula berlebihan sangat tidak dianjurkan karena akan berdampak buruk untuk tubuh.
Bagi penderita diabetes perlu sangat ketat untuk memerhatikan asupan pemanis atau gula dalam kesehariannya. Perlu membatasi konsumsi gula sesuai yang dianjurkan oleh dokter yang menangani kamu.