Hukum Fidyah Puasa, Pahami Pengertian dan Ketentuannya

Hukum fidyah puasa sesuai dengan ajaran Islam yang memberikan keringanan kepada umatnya dalam menjalankan ibadah tertentu ketika mereka menghadapi kesulitan yang sah.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 05 Apr 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2024, 13:00 WIB
Ilustrasi Islami, muslimah, belajar hadis
Ilustrasi Islami, muslimah, belajar hadis. (Foto oleh Monstera Production: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-berjilbab-coklat-duduk-di-sofa-coklat-6281919/)

Liputan6.com, Jakarta Fidyah adalah sebuah konsep dalam Islam yang berasal dari kata fadaa yang berarti mengganti atau menebus. Hukum fidyah puasa mengacu pada kewajiban memberikan sejumlah harta kepada orang-orang miskin sebagai pengganti ibadah puasa yang ditinggalkan oleh seseorang atas alasan tertentu. Fidyah diperlukan ketika seseorang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan alasan seperti sakit yang menahun, kondisi tua yang menyebabkan sulit berpuasa, atau situasi lain yang memungkinkan mereka untuk tidak berpuasa.

Menurut KBBI, fidyah juga dapat diartikan sebagai denda yang harus dibayar oleh seorang Muslim karena tidak mampu menjalankan puasa yang disebabkan oleh kondisi kesehatan atau keadaan lain yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Hukum fidyah puasa sesuai dengan ajaran Islam yang memberikan keringanan kepada umatnya dalam menjalankan ibadah tertentu ketika mereka menghadapi kesulitan yang sah.

Hukum fidyah puasa adalah sebuah solusi ketika seseorang benar-benar tidak mampu berpuasa yang ada dalam syariat Islam.berikut ulasan lebih lanjut tentang hukum fidyah puasa yang Liputan6.com rangkum dari laman baznas.go.id, Jumat (5/4/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dalil Tentang Fidyah

Ilustrasi membaca Al-Qur'an
Ilustrasi membaca Al-Qur'an. (Photo by Masjid MABA on Unsplash)

Hukum fidyah puasa dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 184,

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۝١٨٤

Artinya: (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Siapa Saja yang Diperbolehkan Membayar Fidyah

Berdasarkan surah Al-Baqarah ayat 184, Wahbah az-Zuhaili dalam dalam buku "Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 3" menjabarkan siapa saya individu yang diperbolehkan membayar fidyah untuk menggugurkan kewajiban puasanya.

1. Orang yang Tidak Mampu Berpuasa

Kriteria ini berlaku untuk orang yang benar-benar tidak mampu menjalankan ibadah puasa. Contohnya, orang lanjut usia yang mengalami kesulitan fisik atau kondisi kesehatan yang membatasi kemampuannya untuk berpuasa. Dalam hal ini, mereka diizinkan untuk tidak berpuasa dengan syarat memberi makan orang miskin sebagai pengganti hari-hari puasa yang mereka lewati.

2. Orang Sakit yang Tidak Ada Harapan Sembuh

Fidyah juga berlaku bagi orang yang sakit secara kronis atau memiliki kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan mereka untuk berpuasa tanpa merusak kesehatan lebih lanjut. Mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa asalkan memberikan makanan kepada orang miskin sebagai ganti dari puasa yang mereka tinggalkan.

3. Wanita Hamil dan Menyusui

Wanita hamil atau menyusui dapat diberikan keringanan dalam menjalankan ibadah puasa jika mereka khawatir akan kesehatan diri mereka sendiri atau anak yang sedang dikandung atau disusui. Dalam hal ini, mereka dapat tidak berpuasa selama masa kehamilan atau menyusui, dengan syarat memberi makan orang miskin sebagai ganti dari puasa yang mereka lewatkan.

4. Orang yang Lalai dalam Mengqadha Puasa Ramadhan

Ada juga kriteria fidyah untuk orang yang lalai dalam mengqadha puasa Ramadhan, yakni mereka yang terus menunda mengganti puasa yang telah ditinggalkan hingga tiba bulan Ramadhan di tahun berikutnya. Mereka diperintahkan untuk membayar fidyah sebanyak jumlah hari puasa yang mereka lewatkan sebagai bentuk tanggung jawab atas keterlambatan mereka dalam mengganti puasa tersebut.


Besaran Fidyah yang Harus Dibayar

Ilustrasi buka puasa, sahur, Islami, Ramadan
Ilustrasi buka puasa, sahur, Islami, Ramadan. (Photo by Thirdman from Pexels)

Besaran fidyah yang harus dibayarkan menurut pandangan Imam Malik dan Imam As-Syafi'i adalah 1 mud gandum. Satu mud gandum ini setara dengan sekitar 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan sangat berdoa. Sedangkan Pandangan ulama Hanafiyah mengenai besaran fidyah adalah 2 mud atau setara dengan ½ sha gandum. Dalam pengukuran berat, 1 sha setara dengan sekitar 3 kg, sehingga setengah sha sekitar 1,5 kg. Aturan ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah dalam bentuk beras.

Menurut pandangan kalangan Hanafiyah, fidyah juga dapat dibayarkan dalam bentuk uang dengan memperhitungkan takaran makanan pokok sekitar 1,5 kilogram per hari, yang kemudian dikonversi menjadi nilai rupiah. Contohnya, besaran fidyah dalam bentuk uang bisa sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kg untuk per hari puasa yang ditinggalkan, dengan nilai uang yang diberikan mengikuti kelipatan puasanya.

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 10 Tahun 2024 untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, nilai fidyah dalam bentuk uang telah ditetapkan sebesar Rp60.000/hari/jiwa.


Waktu Membayar Fidyah Puasa

Ilustrasi Islami, muslim
Ilustrasi Islami, muslim. (Photo by Jim Pave on Unsplash)

1. Di Hari yang Sama

Pembayaran fidyah pada hari yang sama ketika seseorang tidak berpuasa adalah waktu yang sangat tepat. Ini berarti seseorang membayar fidyah sebagai pengganti puasa Ramadhan dengan memberikan makanan kepada fakir miskin sesuai dengan hari yang ditinggalkan. 

Contoh, seseorang yang sakit menahun dapat memberi makanan matang atau bahan makanan pokok kepada orang miskin pada hari itu juga. Pembayaran fidyah semacam ini, meskipun diberikan dalam bentuk bergantian seperti masakan matang atau bahan makanan pokok, memberikan keutamaan karena dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu setiap hari selama bulan puasa.

2. Akhir Bulan Ramadhan

Alternatif waktu pembayaran fidyah adalah pada hari terakhir bulan Ramadhan. Pada waktu ini, seseorang perlu menghitung jumlah hari puasa yang ditinggalkan dan berapa besaran fidyah yang harus dibayarkan. Contoh sejarah menyebutkan bahwa sahabat Anas bin Malik pernah membayar fidyah pada akhir bulan Ramadhan dengan cara mengundang orang miskin ke rumahnya dan memberi makanan siap santap sebagai bentuk pembayaran fidyah.

Meskipun demikian, Islam memberikan keringanan kepada umatnya dalam pembayaran fidyah. Jika seseorang tidak mampu membayarnya tepat waktu, seperti dalam qadha zakat fitrah, Islam memperbolehkan melakukan qadha atau pembayaran fidyah di waktu yang lain sesuai dengan kondisi dan kemampuan individu.

Perlu diingat bahwa membayar fidyah dengan segera lebih afdhal karena puasa yang belum tertunaikan memiliki status sebagai sebuah hutang. Oleh karena itu, meskipun Islam tidak secara tegas membatasi waktu pembayaran fidyah, membayar fidyah pada waktu yang tepat atau secepatnya merupakan tindakan yang lebih disarankan.


Niat Membayar Fidyah

Ilustrasi doa, harapan, Islami
Ilustrasi doa, harapan, Islami. (Image by jcomp on Freepik)

Niat fidyah dibaca sesuai dengan peruntukannya. Terdapat empat fidyah yang dapat dilafalkan sesuai siapa yang membayar fidyah. Berikut niat fidyah yang bisa dibaca ketika menunaikan ibadah pengganti puasa Ramadan ini.

1. Niat Fidyah bagi Orang Sakit Keras dan Orang Tua Renta

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyatal iftah haumi ramadhana fardha lillahi ta'aala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardhu karena Allah.

2. Niat Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ على فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata 'an iftari shaumi ramadhana lilkhawfi a'la waladii 'alal fardha lillahi ta'aala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anakku, fardhu karena Allah.

3. Niat Fidyah Orang Mati (dilakukan oleh wali/ahli waris)

 نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyatal 'anshaumi ramadhani fulaanibni fulaaninfardha lillahi ta'aala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadan untuk Fulan bin Fulan (disebutkan nama mayitnya), fardu karena Allah.

4. Niat Fidyah Bagi Orang yang Terlambat Qada Puasa Ramadan

 نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyatal 'an ta khiiri qadhaa i shaumi ramadhaana fardha lillahi ta'aala.

Artinya: Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadan, fardu karena Allah.

Niat fidyah dapat dilakukan saat memberikan kepada fakir atau miskin, melalui wakil, atau setelah memisahkan beras yang akan ditunaikan sebagai fidyah, sesuai ketentuan. Kemudian makanan pokok tersebut dapat disalurkan kepada fakir atau miskin. Tambahan makanan sebagai pelengkap juga boleh diberikan.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya