Idul Adha di Arab Saudi Berbeda dengan Indonesia, Ini Penjelasannya

Idul Adha di Arab Saudi jatuh pada hari Minggu 16 Juni 2024.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 18 Jun 2024, 15:10 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2024, 15:10 WIB
Ilustrasi Iduladha, Idul Adha, kurban, hewan kurban
Ilustrasi Iduladha, Idul Adha, kurban, hewan kurban. (Image by freepik)

Liputan6.com, Jakarta Idul Adha merupakan salah satu perayaan penting dalam agama Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Pada hari raya ini, banyak pertanyaan yang kemudian muncul dari berbagai kalangan, salah satunya waktu perayaan dan pelaksanaan Idul Adha di Arab Saudi. 

Idul Adha di Arab Saudi berbeda dengan Indonesia, di mana salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kondisi geografis, serta adanya perbedaan dalam perhitungan kalender Hijriyah antara Arab Saudi dan Indonesia.

Pada tahun ini, Arab Saudi telah menentukan bahwa Idul Adha akan jatuh pada hari Minggu, 16 Juni 2024. Sementara itu, di Indonesia, Muhammadiyah dan pemerintah juga telah menetapkan jadwal Idul Adha, yang juga jatuh pada tanggal 17 Juni 2024.

Menurut Muhammadiyah dan Pemerintah Indonesia, penentuan jadwal Idul Adha mengacu pada hasil rukyatul hilal atau pengamatan hilal, untuk menentukan awal bulan Hijriyah. Dalam hal ini, Idul Adha di Arab Saudi menggunakan perhitungan matematika dan ilmiah, untuk menentukan kalender Hijriyah mereka.

Meskipun terjadi perbedaan dalam jadwal perayaan Idul Adha di Arab Saudi dan Indonesia, namun kedua negara tetap menjalankan ibadah kurban dengan sepenuh hati. Ibadah ini juga dilakukan sebagai bentuk kepatuhan dan pengorbanan kepada Allah, serta untuk berbagi dengan sesama dalam perayaan yang berlimpah berkah ini.

Berikut ini perbedaan Idul Adha di Arab Saudi dan Indonesia yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (18/6/2024). 

 

Perayaan Idul Adha di Arab Saudi

Hari Raya Idul Adha dan Ibadah Qurban
Ilustrasi Hari Raya Idul Adha Credit: pexels.com/Chattarapal

Saudi Arabia dan Muhammadiyah telah menetapkan bahwa awal bulan Zulqa'dah 1445 H jatuh pada Kamis, 6 Juni 2024. Ini didasarkan pada metode hisab Wiladatul Hilal, di mana matahari terbenam pada pukul 19:00 Waktu Saudi atau 23:00 WIB dengan tinggi hilal mencapai 1 derajat 58 detik. Pada Jumat, 7 Juni 2024 hari berikutnya, posisi hilal masih positif, menandakan masuknya bulan Zulhijah 1445 H. Berdasarkan ini, Jumat, 7 Juni 2024 ditetapkan sebagai awal bulan Zulhijah. Sebagai hasilnya, Idul Adha akan dirayakan di Arab Saudi pada Minggu, 16 Juni 2024.

Beberapa tahun terakhir, perbedaan penentuan awal bulan dan Idul Adha antara Saudi Arabia, Muhammadiyah, dan Pemerintah Indonesia telah bervariasi. Dua tahun sebelumnya, Idul Adha di Saudi bersamaan dengan Muhammadiyah tetapi sehari mendahului Pemerintah Indonesia. Sebaliknya, tahun sebelumnya, Saudi bersamaan dengan Pemerintah Indonesia tetapi Muhammadiyah lebih cepat. Namun, ada juga tahun di mana ketiganya merayakan Idul Adha pada hari yang sama.

Untuk tahun 2024, Idul Adha di Saudi Arabia lebih cepat daripada Muhammadiyah dan Pemerintah Indonesia. Muhammadiyah menetapkan awal bulan Zulqa'dah pada Kamis, 6 Juni 2024 namun konjungsi belum terjadi hingga maghrib pada tanggal tersebut. Sebagai hasilnya, Zulqa'dah disempurnakan menjadi 30 hari, dan 1 Zulhijah 1445 H jatuh pada Sabtu, 8 Juni 2024, dengan Idul Adha dirayakan pada Senin, 17 Juni 2024.

Pemerintah Indonesia menetapkan awal Zulqa'dah satu hari lebih lambat dari Muhammadiyah, yaitu Jumat, 7 Juni 2024. Konjungsi terjadi pada maghrib Jumat, 7 Juni 2024 dan tinggi hilal mencapai 8 derajat 48 detik, sesuai kriteria awal bulan versi MABIMS. Oleh karena itu, Sabtu, 8 Juni 2024 ditetapkan sebagai 1 Zulhijah 1445 H dan Idul Adha pada Senin, 17 Juni 2024.

Perbedaan Penetapan Perayaan Idul Adha

Ilustrasi Idul Adha. Foto : (Istimewa)
Ilustrasi Idul Adha. Foto : (Istimewa)

Saudi Arabia menetapkan awal bulan Zulqa’dah secara serempak dengan Muhammadiyah, sehingga 29 Zulqa’dah 1445 H juga jatuh pada Kamis, 6 Juni 2024. Perhitungan menggunakan Stellarium untuk Jeddah menunjukkan bahwa matahari terbenam pada pukul 19:00 Waktu Saudi atau 23:00 WIB, dengan tinggi hilal mencapai 1 derajat 58 detik. Metode hisab yang digunakan Saudi Arabia mirip dengan Muhammadiyah, yakni menggunakan Wiladatul Hilal. Dengan posisi hilal yang positif pada Jumat, 7 Juni 2024 sudah dianggap sebagai awal bulan Zulhijah 1445 H. Keputusan ini diperkuat dengan adanya laporan pengamatan hilal, sehingga secara mantap ditetapkan bahwa Jumat, 7 Juni 2024 sebagai awal bulan Zulhijah dan Idul Adha akan dirayakan pada Ahad, 16 Juni 2024 sedangkan di Indonesia tepat pada 17 Juni 2024. 

Perbedaan penetapan awal bulan ini berdampak pada pelaksanaan puasa Arafah dan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah. Idealnya, puasa dan wukuf di Arafah dilakukan secara bersamaan di seluruh dunia. Namun, dengan adanya perbedaan ini, semakin jelaslah pentingnya adopsi Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT). KHGT memiliki prinsip bahwa satu hari diakui secara universal, sehingga perbedaan dalam waktu puasa dan wukuf di Arafah tidak terjadi lagi. Penggunaan Kalender Hijriyah Global Tunggal akan memungkinkan umat Islam di seluruh dunia, untuk merayakan hari-hari besar Islam secara serentak. Hal ini tidak hanya untuk menyelaraskan waktu ibadah, tetapi juga untuk memperkuat rasa persatuan dan solidaritas di antara umat Islam di berbagai belahan dunia. Adopsi KHGT dapat menjadi tonggak penting dalam upaya merapatkan jarak geografis dan budaya, serta meningkatkan kesadaran global dalam merayakan nilai-nilai agama bersama-sama.

Amalan Sunnah Sebelum dan Sesudah Salat Idul Adha

Ilustrasi Iduladha, Idul Adha
Ilustrasi Iduladha, Idul Adha. (Image by Creative_hat on Freepik)

Menghidupkan Malam Takbiran

Menghidupkan malam takbiran adalah tradisi yang berarti bagi umat Islam dalam menyambut hari raya Idul Adha. Malam ini sering kali disebut malam takbiran karena umat Islam di berbagai belahan dunia saling mengumandangkan takbir sebagai ungkapan syukur atas nikmat Allah SWT. Tradisi ini tidak hanya membangkitkan semangat keagamaan, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya bersama-sama dalam menjalankan ajaran Islam. Dzikir, takbir, shalawat, dan shalat malam menjadi aktivitas utama yang dianjurkan pada malam takbiran, dimana setiap amalan tersebut diharapkan dapat mendekatkan kita kepada Allah SWT dan meraih berkah-Nya.

Mandi, Memakai Wewangian, dan Mengenakan Pakaian Terbaik

Persiapan fisik dan spiritual sebelum menyambut hari raya Idul Adha memiliki nilai penting dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Mandi adalah tindakan sunnah yang dianjurkan untuk membersihkan diri secara lahiriah dan batiniah sebelum beribadah, seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Menggunakan wewangian tidak hanya menjaga kebersihan diri, tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri dan membangkitkan semangat untuk beribadah dengan khidmat. Mengenakan pakaian terbaik adalah bentuk penghormatan terhadap momen sakral seperti hari raya, dimana kita berusaha untuk tampil terbaik di hadapan Allah SWT. Hal ini juga mencerminkan kepatuhan kita terhadap sunnah Nabi SAW yang senantiasa berpakaian terbaik dalam acara penting.

Berjalan Kaki ke Tempat Shalat Ied

Tradisi berjalan kaki menuju tempat shalat Idul Adha mengandung nilai-nilai spiritual dan sosial yang mendalam dalam Islam. Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk meninggalkan kendaraan dan berjalan kaki saat menyambut hari raya, sebagai bentuk penghormatan dan kesederhanaan. Ini adalah momen di mana umat Islam dapat merasakan persatuan dan kebersamaan, saling bertegur sapa dengan gembira dan berbagi kebahagiaan di jalan menuju tempat ibadah. Langkah ini juga mengajarkan kita untuk mencontoh Nabi SAW dalam meninggalkan jejak yang baik dan menumbuhkan rasa solidaritas di antara sesama umat Muslim.

Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:

كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ

“Nabi SAW ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.” (HR. Bukhari no. 986)

Kemudian sahabat Ibnu Umar ra. juga berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا

“Rasulullah SAW biasa berangkat sholat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang juga dengan berjalan kaki.” (HR. Ibnu Majah no. 1295)

Tidak Makan Sebelum Shalat Sunnah Idul Adha

Perbedaan dengan Idul Fitri, pada hari raya Idul Adha umat Islam dianjurkan untuk tidak terburu-buru makan sebelum melaksanakan shalat sunnah ied. Hal ini dimaksudkan agar fokus ibadah tidak terganggu oleh perut yang penuh. Tradisi ini mengajarkan kita untuk menghormati prosesi ibadah yang sakral dan menghargai waktu yang ditentukan untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan menahan diri untuk makan setelah shalat, umat Islam dapat menguatkan ketaatan spiritual mereka dan menikmati penuh keberkahan dari ibadah yang dilakukan.

Hari raya Idul Adha adalah momen kegembiraan dan syukur bagi umat Islam di seluruh dunia. Menunjukkan keceriaan merupakan bentuk ungkapan syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, serta sebagai wujud rasa bahagia yang tulus dari hati. Selain itu, merapatkan silaturahim dengan mengunjungi sanak saudara dan kerabat adalah bagian penting dalam meningkatkan persatuan dan keharmonisan di dalam komunitas Muslim. Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai kasih sayang, saling menghormati, dan saling mendukung di antara sesama umat Islam, sehingga memperkuat ikatan kekeluargaan dan persaudaraan dalam Islam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya