Mengenal Red String Theory, Benarkah Jodoh Sudah Ditentukan Sejak Awal?

Menurut kepercayaan ini, dua jiwa yang terikat oleh benang merah akan selalu bertemu, meskipun terpisahkan oleh jarak atau waktu.

oleh Ricka Milla Suatin diperbarui 17 Sep 2024, 17:36 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2024, 17:36 WIB
red string
Red String Theory, benang merah yang "menyatukan" pasangan. (Copyright Freepik/author/freepik)

Liputan6.com, Jakarta Banyak orang meyakini bahwa setiap individu memiliki satu pasangan yang sudah digariskan oleh takdir, terhubung oleh 'benang merah' yang tak kasat mata. Teori ini dikenal sebagai Red String Theory, yang berasal dari mitologi Tiongkok. Menurut kepercayaan ini, dua jiwa yang terikat oleh benang merah akan selalu bertemu, meskipun terpisahkan oleh jarak atau waktu.

Meskipun benang tersebut mungkin kusut, mereka yang ditakdirkan untuk bersama akan tetap dipertemukan pada akhirnya. Namun, apakah takdir percintaan benar-benar sudah ditentukan sejak awal? Di zaman sekarang, hubungan cinta lebih banyak ditentukan oleh pilihan dan usaha individu.

Jadi, apakah Red String Theory hanya sekadar mitos? Mari kita kupas lebih dalam mengenai teori ini, seperti yang diulas oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (17/9/2024).

Asal-Usul Red String Theory

Asal-Usul Red String Theory
Ilustrasi benang merah. (Hak Cipta Freepik/author/freepik)

Teori Benang Merah berasal dari mitologi kuno Tiongkok yang menggambarkan takdir cinta sebagai sesuatu yang telah ditentukan oleh kekuatan ilahi. Teori ini berakar pada kisah Dewa Bulan (Yue Lao), yang dikenal sebagai dewa perjodohan.

Menurut legenda, Yue Lao memiliki peran untuk mengikatkan benang merah tak terlihat pada dua individu yang ditakdirkan untuk bersama. Benang ini diyakini tidak akan pernah putus, meskipun bisa meregang atau kusut oleh waktu dan rintangan.

Pada akhirnya, mereka yang terhubung oleh benang merah akan bertemu dan bersatu, sesuai dengan takdir yang telah ditetapkan. Legenda ini tidak hanya menjadi simbol kuat tentang takdir cinta, tetapi juga mencerminkan keyakinan masyarakat Tiongkok kuno bahwa hubungan antar manusia dikendalikan oleh kekuatan di luar kendali mereka.

Konsep ini kemudian menyebar ke berbagai budaya Asia lainnya, seperti Jepang dan Korea, yang juga mengadaptasi gagasan benang merah takdir. Meskipun berasal dari cerita rakyat, Teori Benang Merah telah bertahan selama berabad-abad dan terus menjadi simbol harapan dan romantisme dalam kehidupan cinta banyak orang hingga sekarang.

Relevansinya di Era Modern

Relevansinya di Era Modern
Interaksi di media sosial juga merupakan bagian dari takdir.

Walaupun berasal dari mitologi kuno, Teori Benang Merah tetap memiliki relevansi di zaman modern, terutama dalam pandangan romantis tentang cinta dan takdir. Di era teknologi ini, media sosial memudahkan orang untuk saling terhubung. Banyak yang masih meyakini bahwa ada unsur takdir dalam pertemuan mereka.

Aplikasi kencan sering kali mempromosikan gagasan bahwa ada seseorang di luar sana yang sudah 'ditakdirkan' untukmu, dengan algoritma yang membantu menemukan pasangan ideal. Dalam konteks ini, benang merah seakan menghubungkan jiwa-jiwa yang ditakdirkan bertemu melalui dunia digital.

Sebuah penelitian dari Journal of Social and Personal Relationships (2020) menemukan bahwa orang yang percaya pada konsep takdir cenderung lebih puas dalam hubungan mereka. Mereka melihat pasangannya sebagai 'sang belahan jiwa'. Keyakinan ini secara tidak sadar dapat memotivasi individu untuk mengabaikan masalah kecil dalam hubungan, karena mereka lebih percaya bahwa takdir akan membimbing mereka ke arah yang benar.

Namun, para peneliti berpendapat bahwa terlalu banyak percaya pada takdir bisa menimbulkan sikap pasif dalam memperbaiki masalah serius dalam hubungan. Ini menunjukkan bahwa Teori Benang Merah masih memiliki daya tarik kuat dalam membentuk pandangan tentang cinta di era modern, meskipun harus diimbangi dengan realitas usaha bersama.

Apakah Cinta Benar-Benar Dipengaruhi oleh Takdir atau Sepenuhnya di Tangan Orang?

Apakah Cinta Benar-Benar Dipengaruhi oleh Takdir atau Sepenuhnya di Tangan Kita?
Apakah cinta adalah takdir. (Hak Cipta Freepik/penulis/freepik)

Bagi mereka yang percaya pada takdir, cinta dianggap sebagai kekuatan yang sudah ditentukan oleh alam semesta, seperti yang dijelaskan dalam Teori Benang Merah. Mereka yakin bahwa pertemuan dua jiwa tidak bisa dihindari dan merupakan bagian dari rencana yang lebih besar.

Sebaliknya, ada pandangan lain yang menyatakan bahwa cinta adalah hasil dari pilihan dan usaha bersama. Hubungan yang kuat terbentuk melalui komunikasi, komitmen, dan kesediaan untuk bekerja keras demi kebahagiaan bersama.

Realitanya, cinta mungkin adalah gabungan dari keduanya. Takdir mungkin mempertemukan dua orang, tetapi bagaimana hubungan itu berkembang bergantung pada keputusan dan usaha mereka.

Keyakinan pada takdir dapat memperkuat komitmen, namun tanpa usaha yang nyata, hubungan tidak akan bertahan. Jadi, meskipun takdir bisa menjadi bagian dari kisah cinta, keberhasilannya tetap berada di tangan kamu sendiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya