Liputan6.com, Jakarta Parenting atau cara mendidik anak oleh orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan perkembangan mereka. Namun, tidak semua metode pengasuhan berdampak positif. Salah satu metode yang sering menjadi bahan perdebatan adalah pola asuh otoriter. Pola asuh ini cenderung keras dan menuntut ketaatan tanpa syarat dari anak, yang sayangnya bisa menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang.
Menurut psychologytoday.com, anak yang tumbuh dalam lingkungan pengasuhan otoriter sering kali menghadapi tekanan yang besar. Mereka dihadapkan pada aturan yang sangat ketat tanpa ada ruang untuk bernegosiasi atau berdiskusi. Akibatnya, anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan independen, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial mereka saat dewasa.
Baca Juga
Parenting otoriter sering dianggap sebagai metode yang efektif untuk mendisiplinkan anak. Bukannya belajar dari kesalahan, anak lebih cenderung menghindari masalah untuk menghindari hukuman. Namun, di balik aturan yang ketat dan ketaatan yang dipaksakan, pendekatan ini justru membawa dampak negatif yang dapat dirasakan anak hingga mereka dewasa, dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Jum'at (20/9/2024).
Advertisement
1. Kurangnya Kepercayaan Diri
Salah satu dampak terbesar dari pengasuhan otoriter adalah rendahnya rasa percaya diri pada anak. Kondisi ini disebabkan oleh kebiasaan anak yang harus mengikuti aturan ketat dan sering menerima kritik keras. Anak sering merasa bahwa usaha mereka tidak pernah memadai. Ketidakmampuan untuk menyampaikan pendapat dan rasa takut akan hukuman dapat membuat anak merasa tidak bernilai atau selalu ragu terhadap kemampuan mereka sendiri.
Advertisement
2. Tantangan Mengenali dan Mengelola Emosi
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter sering kali mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengelola emosi mereka. Mereka jarang diberi kesempatan untuk berbicara tentang perasaan atau memproses emosi negatif. Akibatnya, banyak dari mereka tumbuh menjadi individu yang tertekan, tidak tahu cara mengekspresikan diri, atau malah menjadi agresif sebagai bentuk pelarian.
3. Tindakan Agresif atau Pasif
Selain memengaruhi kepercayaan diri dan emosi, pola asuh otoriter juga dapat berkontribusi pada munculnya perilaku agresif atau perilaku yang terlalu pasif. Anak yang sering dihukum mungkin akan melampiaskan rasa frustrasinya melalui tindakan agresif, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, anak juga bisa menjadi sangat penurut dan takut untuk mengungkapkan pendapatnya, sehingga kesulitan dalam mengambil sikap dalam berbagai situasi.
Advertisement
4. Takut Gagal Membuat Tidak Bisa Mengambil Keputusan
Anak-anak yang berada di bawah pengasuhan otoriter cenderung terbiasa menerima instruksi dan mematuhi aturan tanpa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Akibatnya, mereka mungkin kesulitan dalam membuat keputusan mandiri. Mereka sering merasa ragu atau tidak yakin dengan kemampuan mereka sendiri dalam memilih. Sikap ini disebabkan oleh arahan yang terus-menerus dari orang tua mereka.
5. Tantangan dalam Membangun Relasi Sosial
Salah satu dampak dari pola asuh otoriter adalah menurunnya kemampuan sosial anak. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan otoriter sering kali menghadapi kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain, baik di sekolah maupun di masyarakat. Mereka mungkin cenderung menarik diri, menjadi sangat patuh terhadap teman-temannya, atau sebaliknya, menjadi dominan karena terbiasa dengan aturan yang ketat di rumah.
Advertisement
6. Kecemasan yang Dapat Memicu Depresi
Karena pendekatan pengasuhan ini lebih menekankan pada hukuman dan kontrol, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan otoriter sering merasa cemas. Mereka khawatir membuat kesalahan atau melanggar peraturan, yang akhirnya membuat mereka selalu merasa tegang. Kecemasan ini dapat berlanjut hingga dewasa, memengaruhi kesejahteraan mental mereka serta kemampuan mereka dalam menghadapi situasi stres di masa depan.