Liputan6.com, Jakarta Kasus peredaran uang palsu kembali mencuri perhatian, kali ini di Kabupaten Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan. Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa uang palsu yang ditemukan memiliki kualitas sangat rendah sehingga mudah dikenali dengan metode sederhana. Penemuan ini sekaligus menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk memahami cara membedakan uang asli dan palsu.
Menurut hasil penelitian BI, uang palsu tersebut dibuat dengan teknik sederhana seperti menggunakan printer inkjet dan sablon biasa. Tidak ada unsur pengaman uang seperti benang pengaman atau watermark yang berhasil dipalsukan. Fakta ini sejalan dengan temuan Polri yang mendapati bahwa mesin cetak yang digunakan hanyalah mesin percetakan biasa.
Baca Juga
VIDEO: Viral Remaja Tersengat Usai Masuk Gardu Listrik di Makassar, Diduga Mabuk Lem
Annar Sampetoding Kena Serangan Jantung usai jadi Tersangka Kasus Uang Palsu UIN Alauddin
Profil Annar Salahuddin Sampetoding, Pengusaha dan Tokoh Masyarakat Sulsel Diduga Jadi Otak Pabrik Uang Palsu di Kampus UIN Alaudin
Meskipun kasus ini menunjukkan bahwa kualitas uang palsu masih jauh dari standar uang asli, BI tetap mengimbau masyarakat untuk berhati-hati. Edukasi terkait keaslian uang terus digalakkan melalui kampanye nasional dan sinergi dengan berbagai pihak. Masyarakat juga diajak untuk mengenali ciri-ciri uang asli melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang).
Advertisement
1. Kronologi Penemuan Uang Palsu di Makassar
Kasus ini bermula dari laporan adanya uang palsu yang beredar di kawasan UIN Makassar, Kabupaten Gowa. Setelah dilakukan pemeriksaan, BI menyatakan bahwa uang palsu tersebut memiliki kualitas sangat rendah dan mudah dikenali. Marlison Hakim, Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, menjelaskan bahwa uang palsu itu tidak memiliki unsur pengaman seperti benang pengaman, watermark, dan electrotype.
Polri turut mendukung pernyataan ini setelah menemukan barang bukti berupa mesin cetak biasa yang digunakan untuk memproduksi uang palsu. Teknik cetak yang digunakan pun hanya inkjet printer dan sablon, tanpa teknologi canggih seperti cetak offset. Hal ini menunjukkan keterbatasan pelaku dalam mencetak uang palsu.
Selain itu, uang palsu tersebut menunjukkan perbedaan mencolok ketika diperiksa dengan sinar ultraviolet (UV). Pendaran yang dihasilkan berbeda dari uang asli baik dari segi lokasi, warna, maupun bentuk. Fakta ini menegaskan bahwa kualitas uang palsu masih jauh di bawah standar uang Rupiah asli.
"Uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu U berkualitas sangat rendah pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang rupiah asli," ujar Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim di Jakarta, Selasa (31/12) dikutip dari ANTARA.Â
Advertisement
2. Metode Identifikasi Uang Palsu
Bank Indonesia menyarankan masyarakat untuk menggunakan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) dalam mengenali uang asli. Dengan metode ini, perbedaan kualitas uang asli dan palsu dapat dengan mudah dikenali bahkan oleh masyarakat awam. Teknik ini menjadi salah satu cara paling efektif dalam mencegah penyebaran uang palsu.
Pada aspek "dilihat," masyarakat diminta memeriksa elemen visual seperti gambar utama, tulisan, dan nomor seri. Untuk "diraba," tekstur uang asli yang khas dapat dirasakan pada bagian tertentu seperti angka nominal dan logo BI. Sementara itu, "diterawang" mengungkapkan elemen pengaman seperti watermark dan benang pengaman yang hanya ada pada uang asli.
BI juga menyediakan panduan rinci mengenai cara mengenali uang asli melalui situs resmi mereka. Dengan edukasi yang terus digalakkan, masyarakat diharapkan lebih siap dalam menghadapi kemungkinan beredarnya uang palsu di lingkungan sekitar.
3. Tren Penurunan Kasus Uang Palsu
Menurut data Bank Indonesia, tren peredaran uang palsu menunjukkan penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2024, rasio uang palsu tercatat hanya 4 ppm (pieces per million), lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang sebesar 5 ppm. Tren ini mencerminkan keberhasilan strategi BI dalam meningkatkan kualitas uang dan edukasi kepada masyarakat.
Faktor lain yang turut berkontribusi adalah penguatan unsur pengaman pada uang Rupiah. Teknologi cetak yang lebih modern dan bahan uang yang berkualitas tinggi membuat pemalsuan menjadi semakin sulit. Selain itu, kolaborasi antarinstansi dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) juga berperan besar.
Upaya edukasi seperti kampanye "Cinta, Bangga, Paham Rupiah" menjadi langkah strategis BI dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keaslian uang Rupiah. Kampanye ini mencakup sosialisasi langsung maupun melalui media digital.
Advertisement
4. Implikasi Hukum Pemalsuan Uang
Pemalsuan uang bukan hanya merugikan ekonomi, tetapi juga melanggar hukum berat. Berdasarkan UU Mata Uang Pasal 36, pelaku pemalsuan uang dapat dipidana hingga 10 tahun penjara dan dikenai denda hingga Rp10 miliar. Sementara itu, pihak yang mengedarkan uang palsu dengan sadar bisa menghadapi hukuman lebih berat, yaitu 15 tahun penjara dan denda hingga Rp50 miliar.
Tindakan lain seperti merusak uang Rupiah, termasuk membelah atau mencoret uang, juga diatur dalam UU No. 7 Tahun 2011. Pelaku yang merusak uang dengan sengaja dapat dipenjara hingga 5 tahun dan didenda maksimal Rp1 miliar. Peraturan ini bertujuan menjaga kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.
BI mengingatkan masyarakat untuk menjaga uang Rupiah dengan baik melalui penerapan "5 Jangan": jangan dilipat, jangan dicoret, jangan distapler, jangan diremas, dan jangan dibasahi. Langkah ini membantu memastikan uang tetap mudah dikenali keasliannya.
5. Peran Edukasi dalam Mencegah Peredaran Uang Palsu
Edukasi menjadi kunci dalam mencegah peredaran uang palsu. Bank Indonesia secara aktif mengadakan sosialisasi tentang keaslian uang melalui berbagai platform. Kampanye edukasi ini mencakup penjelasan detail tentang ciri-ciri uang asli dan pentingnya metode 3D.
Selain itu, BI berkolaborasi dengan instansi lain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya uang palsu. Kegiatan ini mencakup pelatihan untuk pelaku usaha, edukasi di sekolah, dan diseminasi informasi melalui media sosial. Semua upaya ini ditujukan untuk membangun kesadaran kolektif.
Melalui pendekatan yang komprehensif, BI berharap dapat menekan kasus peredaran uang palsu ke level yang lebih rendah. Edukasi dan teknologi menjadi fondasi utama dalam mewujudkan hal ini.
Advertisement
1. Bagaimana cara mengenali uang asli dengan metode 3D?
Metode 3D meliputi dilihat (memeriksa elemen visual), diraba (merasakan tekstur khas uang asli), dan diterawang (melihat elemen pengaman seperti watermark).
2. Apa hukuman bagi pelaku pemalsuan uang?
Pelaku dapat dipenjara hingga 10 tahun dan didenda maksimal Rp10 miliar, sementara pengedar uang palsu menghadapi hukuman lebih berat.
Advertisement
3. Apa tren terbaru mengenai uang palsu di Indonesia?
Berdasarkan data BI, rasio uang palsu terus menurun, dari 9 ppm pada 2020 menjadi 4 ppm pada 2024.
4. Bagaimana BI meningkatkan kesadaran masyarakat tentang uang asli?
BI mengadakan kampanye edukasi seperti "Cinta, Bangga, Paham Rupiah" melalui sosialisasi langsung dan digital.
Advertisement