Tradisi Maaf-Maafan Lebaran, Makna dan Keunikan Budaya Indonesia

Sejarah dan asal-usul tradisi maaf-maafan di Indonesia.

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 29 Jan 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2025, 14:30 WIB
Ilustrasi Islami, keluarga muslim, silaturahmi, buka puasa
Ilustrasi Islami, keluarga muslim, silaturahmi, buka puasa. (Image by rawpixel.com on Freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Tradisi maaf-maafan lebaran telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idulfitri di Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam menjalankan tradisi maaf-maafan lebaran yang dilakukan secara turun-temurun. Momen suci ini menjadi kesempatan berharga bagi seluruh umat Muslim untuk membersihkan diri dari kesalahan dan menjalin kembali tali silaturahmi yang mungkin sempat terputus.

Setiap tahunnya, tradisi maaf-maafan lebaran dirayakan dengan penuh khidmat oleh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan sosial. Kegiatan ini tidak hanya sebatas mengucapkan kata maaf, tetapi juga diwujudkan dalam berbagai bentuk ritual dan tradisi yang khas, seperti sungkem kepada orang tua dan halal bihalal yang dilakukan secara komunal. Menariknya, tradisi maaf-maafan lebaran ini telah berkembang menjadi identitas budaya yang mencerminkan keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.

Di tengah modernisasi yang semakin pesat, tradisi maaf-maafan lebaran tetap terjaga kelestariannya dan bahkan semakin berkembang dengan berbagai adaptasi baru. Ritual yang sarat makna ini tidak hanya menjadi momentum untuk bersilaturahmi, tetapi juga menjadi sarana untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa melalui semangat saling memaafkan dan menghargai perbedaan.

Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum sejarah dan makna mendalam tradisi maaf-maafan lebaran di Indonesia, pada Rabu (29/1).

Sejarah dan Asal-Usul Tradisi Maaf-Maafan di Indonesia

Cara Menerapkan Sikap Ikhlas
Ilustrasi Keluarga Muslim Credit: pexels.com/mentatdgt... Selengkapnya

Tradisi maaf-maafan pada saat lebaran memiliki akar sejarah yang dalam di Indonesia. Salah satu bentuk tradisi yang paling dikenal adalah halal bihalal, yang menurut sejarah mulai populer sekitar tahun 1935-1936 di daerah Solo. Menariknya, istilah ini bermula dari seorang pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari yang mempromosikan dagangannya dengan ungkapan "martabak Malabar, halal bin halal."

Perkembangan tradisi ini semakin kuat ketika K.H. Abdul Wahab Hasbullah, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama, memperkenalkannya kepada Presiden Soekarno sebagai bentuk silaturahmi antarpemimpin politik. Momentum bersejarah terjadi pada Hari Raya Idul Fitri 1948, ketika Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk bersilaturahmi di Istana Negara dengan tajuk 'Halalbihalal'.

Dalam Islam sendiri, anjuran untuk saling memaafkan dan bersilaturahmi memiliki landasan kuat, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran Surat Al-A'raf ayat 199:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh."

Selain itu, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang memperkuat pentingnya menjaga silaturahmi:

"Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, 'Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menjaga hubungan baik silaturahmi dengan kerabatnya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.'"

 

Ragam Bentuk Tradisi Maaf-Maafan dalam Budaya Indonesia

Niat Zakat Untuk Keluarga
Ilustrasi keluarga muslim. Credit: freepik.com... Selengkapnya

Tradisi maaf-maafan di Indonesia memiliki beragam bentuk yang unik dan khas sesuai dengan budaya daerah masing-masing. Salah satu yang paling dikenal adalah tradisi sungkem, yang merupakan warisan budaya Jawa. Dalam tradisi ini, anak-anak duduk di lantai sambil mencium tangan orang tua yang duduk di kursi sebagai bentuk penghormatan dan permohonan maaf yang mendalam.

Selain sungkem, halal bihalal menjadi tradisi yang telah mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara formal di berbagai institusi, mulai dari perkantoran hingga organisasi kemasyarakatan. Hal ini mencerminkan bagaimana nilai-nilai spiritual telah terintegrasi dengan baik dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Dalam perkembangannya, tradisi maaf-maafan juga diwujudkan dalam bentuk kunjungan dari rumah ke rumah, yang biasa disebut dengan tradisi silaturahmi lebaran. Kegiatan ini semakin mempererat hubungan antarwarga dan menciptakan suasana keakraban yang khas di hari raya. Hal ini diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

"Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah."

 

Makna dan Filosofi Tradisi Maaf-Maafan

Tradisi maaf-maafan pada saat lebaran memiliki makna yang sangat dalam bagi umat Muslim di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan oleh KH Abdul Muiz Ali, esensi dari tradisi ini berkaitan erat dengan konsep pengampunan dalam Islam. Ketika seseorang melakukan kesalahan kepada Allah SWT (haqqullah), pengampunan dapat diperoleh melalui istighfar dan amalan ibadah. Namun, untuk kesalahan terhadap sesama manusia (haqqu al-adami), pengampunan Allah baru akan diberikan setelah ada maaf dari orang yang dirugikan.

Hal ini diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

"Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya), kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat)." (HR. Muslim, no.2588)

Secara filosofis, tradisi maaf-maafan merupakan manifestasi dari konsep fitrah atau kesucian dalam Islam. Momentum Idulfitri menjadi simbol kembalinya manusia kepada kesucian, di mana segala kesombongan, kebencian, dan kedengkian harus ditanggalkan. Proses ini mengajarkan bahwa untuk mencapai kesucian sejati, manusia harus mampu membersihkan hati dan menjaga hubungan baik dengan sesama.

 

Perkembangan Tradisi di Era Modern

Di era digital seperti sekarang, tradisi maaf-maafan telah mengalami berbagai adaptasi tanpa menghilangkan esensi dasarnya. Penggunaan media sosial dan aplikasi pesan instan telah menjadi sarana baru dalam menyampaikan permohonan maaf, terutama kepada kerabat dan teman yang berada di tempat jauh. Meskipun demikian, nilai-nilai fundamental seperti ketulusan dan kehangatan dalam bermaaf-maafan tetap dipertahankan.

Perkembangan ini juga terlihat dari format halal bihalal yang semakin beragam. Jika dahulu halal bihalal lebih banyak dilakukan dalam bentuk kunjungan dari rumah ke rumah, kini banyak institusi dan komunitas yang menyelenggarakan acara halal bihalal secara terorganisir. Hal ini memungkinkan lebih banyak orang untuk saling bertemu dan mempererat silaturahmi dalam waktu yang lebih efisien.

Tips Menjalankan Tradisi Maaf-Maafan yang Bermakna

Untuk menjaga kesakralan dan makna mendalam dari tradisi maaf-maafan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, permohonan maaf sebaiknya disampaikan dengan tulus dan spesifik, tidak sekadar mengucapkan kata-kata formal. Kedua, momentum ini juga bisa dimanfaatkan untuk introspeksi diri dan berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam konteks keluarga, tradisi sungkem dan silaturahmi tetap perlu dijaga sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua dan sesepuh. Meskipun zaman telah berubah, nilai-nilai luhur seperti ini justru semakin penting untuk diwariskan kepada generasi muda sebagai bagian dari identitas budaya bangsa.

Yang tidak kalah penting adalah memahami bahwa tradisi maaf-maafan tidak seharusnya terbatas pada momentum lebaran saja. Sebagaimana diajarkan dalam Islam, meminta dan memberi maaf adalah amalan yang dapat dilakukan setiap saat. Lebaran hanyalah momentum khusus yang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya