Liputan6.com, Jakarta Lebaran Idul Fitri, hari kemenangan bagi umat muslim, tak hanya dirayakan dengan penuh suka cita dan hidangan istimewa. Di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa, terdapat tradisi unik yang tak pernah absen: tradisi sungkeman Lebaran. Momen ini menyatukan keluarga dalam suasana haru dan penuh makna, di mana anak-anak muda memohon maaf dan restu kepada orang tua serta kerabat yang lebih tua. Lebih dari sekadar ritual, tradisi sungkeman Lebaran menyimpan nilai-nilai luhur yang patut kita lestarikan.
Tradisi sungkeman melibatkan anggota keluarga yang lebih muda bersimpuh di hadapan orang yang lebih tua, biasanya orang tua, kakek-nenek, atau kerabat yang dihormati. Mereka mencium tangan sebagai tanda hormat dan mengucapkan 'nyuwun ngapura' (meminta maaf) atas segala kesalahan yang diperbuat sepanjang tahun. Kalimat permohonan maaf ini, selain dalam bahasa Jawa, juga sering disampaikan dalam bahasa Indonesia, disesuaikan dengan kebiasaan keluarga. Gerakan merendah dan bersimpuh ini melambangkan kerendahan hati dan penghargaan atas jasa-jasa orang tua yang telah membesarkan dan mendidik.
Advertisement
Baca Juga
Makna tradisi sungkeman Lebaran sangatlah dalam. Selain sebagai permohonan maaf, sungkeman juga merupakan ungkapan bakti dan penghormatan kepada orang tua dan leluhur. Tradisi ini mempererat silaturahmi keluarga, menjadi momen berkumpul dan bertukar cerita setelah sekian lama mungkin terpisah jarak dan kesibukan. Anak-anak muda juga berharap mendapatkan doa restu dari orang tua untuk keberkahan di tahun yang akan datang. Sungkeman pun menjadi sarana memperbarui komitmen untuk menjaga hubungan baik dan saling memaafkan.
Tradisi sungkeman Lebaran merupakan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Meskipun permohonan maaf merupakan nilai universal, gerakan sungkem (bersimpuh dan mencium tangan) merupakan tradisi Jawa yang diintegrasikan dengan nilai-nilai keagamaan Islam dalam konteks permohonan maaf di hari raya Idul Fitri. Sejarah mencatat tradisi ini telah ada sejak masa Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa) di abad ke-18, di mana para punggawa dan prajurit melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Tradisi ini kemudian diadopsi dan dipraktikkan oleh berbagai organisasi Islam dan masyarakat luas, menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Lebaran.
Untuk memahami lebih dalam tentang makna tradisi sungkeman lebaran dan asal usulnya, simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (29/1/2025).
Sejarah Tradisi Sungkeman Lebaran
Berbicara mengenai tradisi sungkeman Lebaran, asal-usulnya menarik untuk ditelusuri. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tradisi ini sudah ada sejak masa Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa pada abad ke-18. Saat itu, para punggawa dan prajurit melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri sebagai tanda hormat dan permohonan maaf di hari Idul Fitri. Hal ini dilakukan secara serentak di balai istana, efisien dan efektif sebagai bentuk permohonan maaf secara massal. Praktik ini kemudian diadopsi oleh organisasi-organisasi Islam dan masyarakat luas, hingga berkembang seperti yang kita kenal sekarang.
Tradisi sungkeman tidak hanya terjadi di lingkungan keraton. Perkembangannya meluas ke masyarakat umum. Organisasi-organisasi Islam juga turut berperan dalam memperkenalkan dan melestarikan tradisi sungkeman Lebaran. Sungkeman pun kemudian dipadukan dengan tradisi halal bihalal, semakin memperkuat ikatan persaudaraan dan mempererat silaturahmi antar sesama. Hal ini membuktikan bahwa tradisi sungkeman Lebaran telah menjadi bagian integral dari budaya Indonesia, melekat kuat dan tetap dijalankan hingga saat ini.
Meskipun sejarahnya masih diteliti lebih lanjut, keberadaan tradisi sungkeman Lebaran yang telah berlangsung berabad-abad menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bagi masyarakat Indonesia. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga merepresentasikan nilai-nilai luhur budaya dan agama yang diwariskan secara turun-temurun. Pemahaman akan sejarahnya semakin menguatkan makna dan nilai tradisi sungkeman Lebaran bagi generasi penerus.
Perlu diingat bahwa tradisi sungkeman Lebaran merupakan perwujudan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Penggabungan unsur budaya Jawa berupa gerakan sungkem dengan nilai-nilai keagamaan Islam yang menekankan permohonan maaf dan saling memaafkan menjadikannya tradisi yang unik dan kaya makna. Hal ini menunjukkan betapa harmonisnya perpaduan budaya dan agama di Indonesia, menciptakan tradisi yang indah dan bermakna bagi kehidupan bermasyarakat.
Advertisement
Makna dan Tujuan Tradisi Sungkeman
Tradisi sungkeman Lebaran mengandung berbagai makna mendalam. Pertama, sungkeman merupakan sarana untuk meminta maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan kepada orang yang lebih tua. Ungkapan 'nyuwun ngapura' dalam bahasa Jawa mencerminkan inti dari permohonan ini. Kata 'ngapura' sendiri berakar dari bahasa Arab, 'ghafura,' yang berarti pengampunan. Ini menunjukkan betapa pentingnya saling memaafkan dalam ajaran agama Islam, khususnya di hari raya Idul Fitri.
Kedua, sungkeman menunjukkan rasa hormat, bakti, dan kasih sayang kepada orang tua dan leluhur. Sikap merendah dan bersimpuh melambangkan kerendahan hati dan penghargaan atas jasa-jasa mereka dalam membesarkan dan mendidik. Gerakan fisik ini bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan ekspresi nyata rasa syukur dan cinta kepada orang tua. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai luhur budaya Indonesia yang menghormati orang yang lebih tua.
Ketiga, tradisi sungkeman memperkuat ikatan keluarga dan mempererat silaturahmi antar anggota keluarga. Momen ini menjadi kesempatan untuk berkumpul, bertukar cerita, dan memperbarui hubungan yang mungkin renggang karena kesibukan atau jarak. Sungkeman menjadi perekat batin yang menyatukan keluarga dalam suasana penuh kasih sayang dan kebersamaan. Tradisi ini menjadi penting dalam menjaga keharmonisan keluarga.
Terakhir, anak-anak muda biasanya juga memohon doa restu dari orang tua mereka untuk keberkahan di tahun yang akan datang. Doa restu dari orang tua dianggap sebagai sumber kekuatan dan keberkahan dalam menjalani kehidupan. Momen ini menjadi sangat berharga, penuh dengan harapan dan doa untuk masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, tradisi sungkeman Lebaran menjadi momen yang sarat makna dan penuh berkah.
Cara Melaksanakan Tradisi Sungkeman
Tradisi sungkeman Lebaran dilakukan dengan cara yang sederhana namun penuh makna. Biasanya, orang tua duduk di tempat yang lebih tinggi, bisa di kursi atau di atas karpet. Anak-anak muda kemudian bersimpuh di hadapan orang tua mereka, dengan kepala menunduk sebagai tanda hormat. Kedua tangan anak-anak diapit dan diletakkan di atas kepala sebagai bentuk penyerahan diri dan kerendahan hati.
Setelah itu, anak-anak mencium tangan orang tua mereka sambil mengucapkan kalimat permohonan maaf, baik dalam bahasa Jawa maupun Indonesia. Kalimat yang diucapkan bisa formal atau informal, disesuaikan dengan kebiasaan keluarga. Yang terpenting adalah ketulusan hati dalam meminta maaf dan rasa hormat kepada orang tua. Setelah sungkem, biasanya orang tua akan memberikan doa restu kepada anak-anaknya.
Tata cara sungkeman ini bisa berbeda-beda di setiap keluarga, tetapi inti dari prosesi ini tetap sama, yaitu permohonan maaf dan penghormatan kepada orang yang lebih tua. Tidak ada aturan baku yang harus diikuti secara kaku, yang penting adalah rasa hormat, kesungguhan, dan ketulusan dalam menjalankan tradisi ini. Tradisi sungkeman mengajarkan nilai-nilai penting dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kerendahan hati dan penghormatan kepada orang tua.
Tradisi sungkeman Lebaran juga mengajarkan pentingnya komunikasi dan rekonsiliasi dalam keluarga. Momen sungkeman menjadi kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang mungkin renggang akibat salah paham atau pertengkaran. Dengan saling meminta maaf dan memaafkan, keluarga dapat kembali bersatu dalam suasana penuh kedamaian dan kasih sayang. Tradisi ini menjadi sarana untuk membangun dan menjaga keharmonisan keluarga.
Advertisement
Kesimpulan
Tradisi sungkeman Lebaran merupakan bagian penting dari perayaan Idul Fitri di Indonesia, khususnya di Jawa. Tradisi ini memiliki makna yang mendalam, memperkuat ikatan keluarga, dan mencerminkan nilai-nilai luhur budaya dan keagamaan. Sungkeman bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga merupakan ungkapan rasa hormat, kasih sayang, dan permohonan maaf yang tulus. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan tradisi ini agar tetap hidup dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Tradisi sungkeman Lebaran mengandung nilai-nilai universal yang relevan untuk semua kalangan. Nilai-nilai seperti saling memaafkan, menghormati orang tua, mempererat silaturahmi, dan memohon doa restu sangat penting untuk membangun kehidupan yang harmonis dan penuh berkah. Dengan menjaga dan melestarikan tradisi ini, kita turut menjaga kelangsungan nilai-nilai luhur budaya Indonesia.
Melalui tradisi sungkeman, kita diajarkan untuk selalu merendah, menghargai orang lain, dan senantiasa meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat. Ini merupakan nilai-nilai yang penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, agar tercipta hubungan yang harmonis dengan sesama. Oleh karena itu, mari kita lestarikan tradisi sungkeman Lebaran sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia yang berharga.
Diharapkan, tradisi sungkeman Lebaran tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi juga menjadi refleksi diri dan komitmen untuk menerapkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, tradisi sungkeman Lebaran akan tetap hidup dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia di masa mendatang. Mari kita jaga dan lestarikan warisan budaya kita yang berharga ini.