Cerita Hajar Aswad di Masjid Raya Sumbar

Masjid Raya Sumbar yang dikenal sebagai Masjid Mahligai Minang memiliki bentuk tak biasa. Salah satu bagian masjid tersebut terinspirasi dari kain pembungkus Hajar Aswad.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jun 2018, 10:20 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2018, 10:20 WIB
Cerita Hajar Aswad di Masjid Raya Sumbar
Masjid Raya Sumbar yang dikenal sebagai Masjid Mahligai Minang memiliki bentuk tak biasa. Salah satu bagian masjid tersebut terinspirasi dari kain pembungkus Hajar Aswad. (dok. http://simas.kemenag.go.id/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Padang - Nama Masjid Mahligai Minang, atau dikenal dengan Masjid Raya Sumbar, sudah kondang sehingga banyak wisatawan nusantara yang datang untuk salat dan menikmati bentuk bangunannya yang unik. Dikutip dari Antara, di kala libur lebaran ini, banyak kendaraan dari berbagai daerah mampir dan memenuhi lahan parkir yang luas, seperti pelat nomor B, BK, BM, BH, A, D, F dan nopol lokal.

Tampilan masjid tidak biasa, yakni struktur bangunan berbentuk atap rumah adat Minang yang bergonjong, lancip ke atas menjulang, berbentuk empat persegi, serta tanpa kubah. Dengan bentuk itu, bangunan tersebut sangat menonjol dibandingkan bangunan di sekitarnya.

Bahkan, menara masjid setinggi 85 meter sekalipun terlihat mini karena begitu "raksasanya" bangunan utama masjid. Rencana semula akan didirikan tiga menara lain. Bila malam tiba, permainan lampu warna-warni menyiram tubuh menara dan badan masjid sehingga makin rancak.

Sekilas, bangunan seluas 4.430 meter persegi itu sangat khas rumah adat Minang, tetapi sesungguhnya tidak hanya demikian. Bentuk tersebut ternyata juga perlambang dari kain empat pergi yang menjadi pegangan bagi empat suku kabilah ketika akan meletakkan Hajar Aswad (batu hitam) ke sudut Kakbah, sesuai arahan Nabi Muhammmad.

Keunikan lainnya terdapat pada desain mihrab yang berbentuk oval dengan lingkaran berwarna putih perak, seperti cangkang batu Hajar Aswad. Pada tengahnya yang berisikan mimbar dan ruang salat imam, dari jauh menyerupai Hajar Aswad. Seakan-akan, bersujud di mihrab seperti mencium Hajar Aswad.

Sementara, langit-langitnya sangat minimalis untuk sebuah masjid, bercat putih tanpa ornamen atau lukisan diorama yang biasa ada di bagian dalam kubah di kebanyakan masjid di tanah air.

Yang berbeda adalah Asmaul Husna (99 nama dan sifat Allah) yang tersusun di dinding mihrab hingga ke langit-langit atap. Pada atap yang berwarna putih juga terdapat lubang memanjang mengikuti alur pilahan langit-langit yang memanjang.

Bagi yang baru pertama kali datang, mungkin menduga pengelola menggunakan pendingin untuk mengatur ventillasi udara, kenyataannya tidak demikian. Arsitek Rizal Muslimin merancang dinding empat sisi atap dengan kerangka pipa baca dan dinding berlubang-lubang mengikuti motif songket raksasa pada dinding luar.

Dampaknya, udara mengalir dari keempat sisi dan terasa sejuk. Tidak hanya itu, kisi-kisi itu juga menjadi sumber pencahayaan di siang hari sehingga menghemat penggunaan lampu.

Perhatikan juga keempat sisi dinding atas masjid yang bermotif songket tersebut. Terdapat kalimat Allah di tengah motif songket yang berjajar mengelilingi dinding atas, lalu kaligrafi syahadatain.

Pada setiap ukiran baja tersebut terdapat kalimat Allah dalam jenis huruf lebih kecil, begitu juga dengan kalimat Muhammad yang tersebar merata di keempat sisi. Pengunjung Masjid Raya Sumbar juga terkesan pada karpet sumbangan Pemerintah Turki yang lembut dan jarak sujud yang leluasa bagi muslimin bertinggi badan 170 cm hingga 175 cm.

 

 

Dibangun Sejak 2007

Cerita Hajar Aswad di Masjid Raya Sumbar
Masjid Raya Sumbar yang dikenal sebagai Masjid Mahligai Minang memiliki bentuk tak biasa. Salah satu bagian masjid tersebut terinspirasi dari kain pembungkus Hajar Aswad. (dok. http://simas.kemenag.go.id/Dinny Mutiah)

Kelebihan lain Masjid Raya Sumbar adalah kontruksi bangunan yang tahan gempa. Sumatera Barat adalah daerah gempa sehingga antisipasi penggunaan konstruksi tahan gempa patut diacungi jempol agar 5000-6000 jemaah yang bisa ditampung di dalamnya merasa aman.

Perjuangan Pemerintah Daerah dan masyarakat Sumatera Barat untuk mewujudkan masjid indah ini memang tidak mudah. Adalah Gubernur Gamawan Fauzi pada 21 Desember 2007 melakukan peletakan batu pertama pembangunan masjid.

Gamawan juga mendirikan Masjid Ummi di Alahan Panjang, di tepi Danau Di Atas yang indah. Masjid yang kabarnya didedikasikan untuk sang Ibu, dibangun pada 21 Oktober 2013 dan diresmikan pada 30 Maret 2014.

Warga yang singgah di masjid yang terletak di jalan lintas Solok Selatan tersebut untuk shalat dan beristirahat menikmati panorama danau yang sejuk.

Kini setelah 11 tahun, Masjid Raya Sumatera Barat di Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan (dua tokoh pergerakan Islam yang menonjol) dinilai masih belum sempurna. Meski begitu, masjid tersebut sudah digunakan untuk Salat Jumat secara perdana pada 7 Februari 2014 dan salat wajib dan sunnah lainnya hingga kini.

Masih banyak yang perlu dibenahi, seperti sistem perparkiran, pengelolaan taman dan lainnya. Tidak ada salahnya pengelola masjid memungut biaya/retribusi parkir sebagai pemasukan agar petugas parkir bekerja secara profesional.

Begitu juga dengan tanaman bunga dan pepohonan yang subur, berkembang dan rindang akan menambah indah halaman masjid.

Keberadaan Masjid Raya diharapkan tidak sekadar jadi destinasi wisata syariah, tetapi juga memperkuat sisi religius masyarakat Minang. Banyak tokoh muslim lahir dari provinsi ini sehingga ghirah memakmurkan masjid dan mengembangkan agama sangat kuat.

Keberadaan masjid juga diharapkan mampu memperkuat iman, ukhuwah Islam dan melahirkan kebersamaan untuk menjaga negeri dari pengaruh negatif asing serta memperkuat persatuan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya