Liputan6.com, Jakarta - Wacana legalisasi ganja untuk kepentingan medis, atau ganja medis terus bergulir. Pro kontra mewarnai wacana tersebut.
Sebagian kalangan berpendapat, ganja dapat dimanfaatkan untuk kepentingan medis sehingga layak jika dilegalkan. Namun, kalangan penolak jumlahnya juga tak kalah banyak. Mereka berpendapat, legalisasi ganja medis ini justru dapat disalahgunakan.
Menanggapai ini, Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa Madura (FMPP) ke-37 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur, pada 13-14 Safar 1444 H/10-11 September 2022 M, secara intens membahasnya.
Advertisement
Ad sejumlah penekanan. Bolehkah pemerintah melegalkannya? Jika tidak boleh, sebatas mana pemanfaatan ganja yang diperbolehkan?
Baca Juga
Berikut ini keputusan lengkap Bahtsul Masail FMPP se-Jawa Madura (FMPP) ke-37 tentang Pemanfaatan Ganja untuk Kebutuhan Medis, dikutip dari laman NU, Sabtu (25/9/2022).
Deskripsi Masalah
Masyarakat melakukan banyak tuntutan terkait wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis. Wacana ini tengah dikaji secara serius oleh banyak pihak, terutama DPR RI.
Bahkan KH Ma'ruf Amin meminta MUI agar mengeluarkan fatwa baru mengenai penggunaan ganja untuk medis. KH Yahya Kholil Tsaquf juga mengintruksikan LBM PBNU agar mengangkat topik ini dalam forum Bahstul Masa'il.
Pimpinan DPR RI pernah menerima audiensi dari seorang ibu bernama Santi, yang berharap DPR benar-benar bisa membuat aturan agar ganja untuk medis bisa dilegalkan. Aksi perjuangan Santi demi pengobatan sang anak ini pernah viral di media sosial.
Santi membawa tulisan berisi tuntutan kepada Mahkamah Konsitusi di tengah Car Free Day (CFD), Jakarta Pusat, Ahad 26 Juni 2022. "Tolong anak ku butuh ganja medis", tulisan dalam poster yang dibawa Ibu Santi saat CFD.
Kata Santi, anaknya mengidap penyakit Celebral Palsy, kondisi kelainan yang sulit diobati. Sampai saat ini treatment yang paling efektif adalah menggunakan minyak biji ganja.
Dalam catatan jurnalis Integrative and Functional Medicine, Dr Widya Murni menyatakan ganja dibutuhkan oleh pasien lumpuh otak untuk memberikan kebutuhan zat cannabinoid kepada otak manusia. Pengobatan ganja membantu untuk mengurangi kejang yang dialami pengidap Celebral Palsy. Bahkan dibanding dengan morfin yang hanya membantu menenangkan pasien, ganja mampu menyembuhkan dari akar penyebabnya.
Menurutnya juga, ganja harus dilegalkan menimbang tingkat kecanduannya lebih rendah dibanding rokok. Serta menurut sebagian peneliti, ganja juga bisa mengobati stunting dan penyakit-penyakit yang lain.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Keputusan Bahtsul Masail dan Jawaban Legalisasi Ganja
Wakil ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan akan mendorong Komisi III DPR RI membahas rencana legalisasi ganja medis dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang kini sedang digodok DPR bersama pemerintah.
"Kami akan mendorong rapat dengan Komisi III yang kebetulan sedang membahas revisi UU Narkotika. Nanti juga akan dikoordinasikan dengan komisi terkait, Komisi IX", ujar Dasco di kompleks parlemen, Senayan pada Selasa 28 Juni 2022.
Di sisi lain, melegalkan ganja akan berpotensi sangat tinggi akan ketergantungan mental yang diikuti oleh kecanduan fisik dalam jangka waktu yang lama. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Arianti Anaya mewakili Pemerintah menyampaikan, bahwa penggunaan minyak ganja ataupun ganja untuk tujuan medis belum dapat dilakukan di Indonesia.
Selain karena sulitnya pengawasan penggunaan ganja jika dilihat dari letak geografis Indonesia. Arianti juga menyebut belum ada bukti manfaat klinis dari penggunaan ganja ataupun minyak ganja untuk pengobatan di Indonesia.
Selain itu, tanaman ganja di Indonesia saat ini masih banyak yang bersifat merugikan daripada mendatangkan manfaat. Karena itu, pakar farmakologi dan farmasi Klinik UGM, Prof Apt Zullies Ikawati, PhD, menjelaskan bahwa ganja bisa digunakan untuk terapi atau obat, karena di dalamnya mengandung beberapa komponen fitokimia yang aktif secara farmakologi.
Walaupun menurutnya ganja bukanlah satu-satunya obat untuk mengatasi penyakit termasuk Celebral Palsy. Di Indonesia sendiri ganja merupakan narkotika golongan I, Sedangkan dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 8 menyatakan bahwa "Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan".
Pertanyaan Apakah dengan mempertimbangkan hal-hal dalam deskripsi, jika pemerintah memutuskan melegalkan ganja dalam rangka pengobatan dapat dibenarkan?
Jawaban
Mempertimbangkan deskripsi dan keterangan narasumber bahwa: belum ada uji klinis dari farmalogi terkait penggunaan ganja sebagai obat; ganja bukan satu satunya obat termasuk penyakit Celebral Palsy; sulitnya pengawasan penggunaan ganja dilihat dari letak geografis Indonesia; maka pemerintah tidak diperbolehkan melegalkan pemanfaatan ganja dalam pengobatan.
Demikian keputusan Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa Madura (FMPP) ke-37 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur, pada 13-14 Safar 1444 H/10-11 September 2022 M tentang tentang Pemanfaatan Ganja untuk Kebutuhan Medis.
Referensi yang menjadi rujukan pembahasan adalah I’anatut Thalibin, juz 2 halaman 404; Fatawi Mahmud Syaltut, halaman 433; dan Fatawi Fiqhiyah Kubra, juz 4 halaman 231.
Bahtsul Masail dalam Komisi A menghadirkan dua narasumber eksternal, yaitu Dr KH Fuad Tohari MA dan dr H Sukiman Rusli, Sp.DP dari komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.
Hadir sebagai musahih dalam Komisi A: KH Ardani Ahmad, KH Athoillah Sholahuddin Anwar, KH Ali Saudi, KH M Ibrohim, KH Bahrul Huda, K Fauzi Hamzah, KH Asyhar Shofwan, K Muh Anas, K Abdul Mannan, dan KH M Shobih. Selain itu aktif sebagai perumus dalam Komisi A: K Fahrurozi, K M Halimi, K Faedy Lukman Hakim, K Nur Mufid, K Zainal Abidin, K Mihron Zubaidi, K Rofiq Ajhuri, K Asnawi Ridwan, K M Hamim HR, dan K Ahmad Muntaha AM. (AM).
Tim Rembulan
Advertisement