Liputan6.com, Jakarta - Ziarah kubur menjelang Ramadhan sudah menjadi tradisi yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia. Tidak sedikit tempat ziarah khususnya makam para wali yang dibanjiri oleh peziarah dari berbagai daerah.
Sebut saja misalnya Makam Keramat Empang, Bogor, Jawa Barat. Pantauan Liputan6.com pada Rabu (8/3/2023) malam jemaah silih berganti untuk ziarah ke makam Habib Abdullah bin Mukhsin al-Attas beserta anak dan murid kesayangannya.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di daerah Bogor. Peziarah makam wali di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lainnya juga membludak seiring Ramadhan semakin dekat.
Advertisement
Baca Juga
Aktivitas yang biasa dilakukan umat Islam saat melakukan ziarah kubur antara lain mendoakan orang yang sudah meninggal –khususnya ditujukan kepada ahli kubur–, membaca tahlil, selawat nabi, hingga surat-surat dalam Al-Qur’an.
Terkait ziarah kubur, pendakwah kondang Ustaz Abdul Somad (UAS) menuturkan bahwa pada awalnya Rasulullah SAW melarang umatnya untuk melakukan ziarah kubur. Sebab, ziarah kubur pada zaman awal-awal Islam ditujukan untuk sombong-menyombong.
“Tapi kemudian ziarah kubur melembutkan hati. Kalau sudah hati lembut, meneteskan air mata, mengingatkan kepada mati, maka hadis yang melarang ziarah kubur itu hukumnya mansukh, mansukh itu artinya terhapus,” kata UAS dikutip dari tayangan YouTube Ustadz Abdul Somad Official.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Rasulullah SAW Ziarah Kubur
Rasulullah SAW kemudian mempersilakan umatnya untuk ziarah kubur. Ia juga menziarahi kubur ayahnya dan ibunya.
Beberapa hari menjelang meninggal, Rasulullah SAW menziarahi makam-makam sahabat di Uhud. Ziarah tersebut seolah mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang yang berada di Uhud.
“Jadi, tentang masalah ziarah kubur tidak ada ikhtilaf di antara ulama. Kita boleh berselisih pendapat kalau pada masalah itu ada ikhtilaf. Boleh kata Maliki, gak boleh kata Hambali. Boleh kata Syafi'i, tak boleh kata Hanafi,” terang UAS.
Menurut UAS, hadis tentang ziarah kubur termasuk hadis qauli dan fi’li. Maka tidak ada yang bisa mengelak dari ziarah kubur. Sebab, kedua dalilnya menunjukkan tentang disunnahkannya berziarah ke makam orang-orang beriman.
Advertisement
Waktu Ziarah Kubur
Lebih lanjut UAS mengatakan, Rasulullah SAW tidak menyebutkan waktu tertentu dalam ziarah kubur. Kendati demikian, ziarah kubur marak dilakukan umat Islam menjelang Ramadhan dan pagi Idulfitri.
Soal waktu-waktu tersebut, ulama Al Azhar Syekh Athiyah Saqr menjelaskannya dalam kitab Fatawa Al Azhar bahwa hukum yang berlaku dalam ziarah kubur adalah hukum umum.
“Jadi, orang berziarah terserah dia. Mau pagi mau petang, mau siang, mau malam, mau menjelang Ramadhan, mau di bulan Ramadhan, mau menjelang Idul Fitri, mau di pagi Idulfitri, maka silakan ziarah,” ujar UAS menjelaskan.
Ziarah Kubur Sebelum Ramadhan
Menurut UAS, bulan mulia seperti Ramdhan mesti disambut dengan kesucian hati. Salah satu menyucikan hati dengan cara mengingat mati melalui ziarah kubur. Maka dari itu, umat Islam memanfaatkan waktu di akhir-akhir Sya’ban untuk berziarah kubur.
“Cukuplah kematian itu sebagai nasihat. Ada nasihat yang berbunyi menggelegar. Ada nasihat yang disampaikan alim ulama. Ada nasihat yang tak bersuara. Ada nasihat yang tak berkata-kata. Nasihat bukan yang dituliskan tinta pena di atas kertas. Nasihat tak bersuara dan tak berhuruf. Nasihat itu diam. Nasihat itu adalah kematian,” beber UAS.
Ziarah kubur sebelum Ramadhan ditujukan agar hati mengingat mati sehingga ibadahnya lebih khusyuk, seakan-akan inilah Ramadhan yang terakhir.
“Semakin berziarah sebelum Ramadhan (semakin) menguatkan keyakinan bahwa dia akan mati menghadap Allah. Rumah ditinggal, kendaraan ditinggal, keluarga ditinggal, yang dibawa hanya amal,” katanya.
Advertisement