Liputan6.com, Jakarta - Nabi Muhammad SAW bersabda, “Senantiasa akan ada sekelompok dari umatku yang selalu menang memperjuangkan kebenaran sampai hari kiamat.”
Kelompok yang dimaksud adalah para ulama. Mereka adalah pemimpin sekaligus peneguh umat untuk menegakkan kebenaran dan menyatakan salah terhadap yang bathil.
Advertisement
Seringkali, kita tak menyadari bahwa wafatnya para ulama juga merupakan tanda kiamat. Kematian ulama, berarti dicabutnya ilmu, satu per satu dari muka bumi. Tatkala manusia makin bodoh, niscaya tanda-tanda kiamat makin tampak.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip ntb.kemenag.go.id wafatnya para ulama juga sebagai tanda kiamat makin dekat. Mengapa demikian? Ketika ilmu sudah diangkat dari muka bumi dan kemudian timbul kebodohan dan akhirnya kebatilan merajalela, maka itulah awal dari kehancuran. Seperti dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa Nabi SAW bersabda:
“Termasuk tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan teguhnya kebodohan”. (HR. Bukhari)
“Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan dan sebuah kebocoran yang tidak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagiku daripada meninggalnya satu ulama”. (HR. Al-Thabrani dan al-Baihaqi)
Dengan wafatnya ulama, tentu semua umat merasa kehilangan mengalami kesedihan yang amat mendalam. Hanya orang munafik saja yang tidak bersedih atas wafatnya pewaris Nabi.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Hadis Kematian Satu Suku Lebih Ringan dari Meninggalnya Ulama
Terkait hadis kematian satu kabilah lebih ringan dari meningalnya ulama, anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) I, KH Mukti Ali Qusyairi, menjelaskan terkait dengan hadits ini di laman mui.or.id.
Menurutnya, hadits ini dirawayatkan Imam Ath Thabrani yang diriwayatkan oleh kitab Al-Mu’Jam Al-Kabir dan diriwayatkan Al Baihaki kitab Sya’b Al-Iman dari Abu Darda. Berikut redaksi haditsnya:
مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ
“Meninggalnya seorang ulama adalah musibah yang tak tergantikan, sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal, laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih ringan dari meninggalnya satu orang ulama.” (HR Ath Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan Al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’).
Kiai Mukti mengatakan, meninggalnya alim ulama adalah musibah yang tak tergantikan dan kebocoran yang tidak bisa ditambal. Selain itu, seperti bintang yang padam dan membuat malam semakin gelap karena tidak ada sinar.
Advertisement
Hikmah
Nabi SAW bersabda, "Ketika seorang alim meninggal maka menangislah ahli langit dan bumi selama tujuhpuluh hari. Barangsiapa tidak sedih atas meninggalnya orang alim maka dia adalah orang munafik, munafik, munafik." Nabi mengatakannya tiga kali.
Selanjutnya, dalam hadits lain juga dituliskan bahwa “Kematian seorang ulama itu lebih disenangi Iblis, daripada kematian tujuh puluh orang ahli ibadah”.
Dengan demikian, kematian seorang ulama banyak memberikan pembelajaran. Menyadarkan kita bahwa setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian. Dan hendaknya dari setiap peristiwa kematian dijadikan sebagai alarm pengingat diri bahwa hanya akhiratlah tempat kembali.
Kemudian hikmah di balik wafatnya para ulama, antara lain
1. Wafatnya ulama adalah simbol terangkatnya ilmu yang bermanfaat.
2. Wafatnya ulama berarti hilangnya lentera umat.
3. Wafatnya ulama berarti berhentinya sumber hikmah. Hikmah adalah intisari ilmu. Hikmah adalah buah ketika ilmu diiringi amal dan ibadah ritual diiringi ibadah sosial.
4. Wafatnya ulama berarti berkurangnya figur manusia yang tidak dikuasai hawa nafsu.
5. Wafatnya ulama berarti lenyapnya sosok pelayan umat.
Mari kita berdoa dengan tulus hati , semoga Para Ulamak yang wafat beliau semua wafat dalam keadaan husnul khotimah dan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah. Semoga kita bisa memetik hikmah dibalik wafatnya para ulama untuk bisa terus melanjutkan estafet keilmuwan dan perjuangan mereka. Aamiin.
Tim Rembulan