Liputan6.com, Jakarta Mandi merupakan aktivitas rutin yang dapat menyegarkan tubuh. Terlebih jika dilakukan dalam keadaan tubuh gerah dan berkeringat akibat cuaca panas.
Aktivitas mandi juga menjadi satu keharusan bagi seseorang jika hendak berangkat bekerja, sekolah, ataupun bertemu dengan orang tertentu agar tampak lebih rapi.
Kegiatan tersebut kadang dimanfaatkan bagi sebagian orang agar tubuhnya tidak lemas karena puasa di Bulan Ramadan.
Advertisement
Baca Juga
Diketahui, puasa mengharuskan seseorang yang melakukannya menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan. Termasuk memasukkan benda padat ataupun cair melalui lubang-lubang anggota tubuh.
Lalu, bagaimana jika tanpa disengaja air masuk telinga dapat membatalkan puasa? Bagaimana hukumnya?
Saat mandi, terkadang tanpa sengaja air masuk melalui lubang anggota tubuh, seperti hidung, mulut, ataupun telinga.
Dilansir dari NU Online, ada tiga hukum jika hal tersebut terjadi.
Pertama, membatalkan secara mutlak. Hal ini berlaku dalam aktivitas yang tidak dianjurkan oleh syariat.
Misalnya, basuhan keempat dalam wudhu, mandi mubah (mandi dengan tujuan membersihkan atau menyegarkan badan) dan mandi dengan cara menyelam.
Kemasukan air saat menjalankan beberapa aktivitas di atas dapat membatalkan puasa, meski dilakukan dengan tidak melebih-lebihkan dalam cara mengalirkan air.
Kedua, membatalkan ketika berlebihan dalam menyiramkan air. Perincian ini berlaku dalam aktivitas yang dianjurkan oleh syariat. Seperti mandi wajib (mandi janabah), mandi sunah, berkumur serta menghirup air ke dalam hidung saat berwudhu.
Ketika air masuk ke dalam anggota badan saat melakukan aktivitas-aktivitas tersebut tidak dapat membatalkan puasa dengan syarat tidak berlebihan dalam menyiramkan air.
Bila dilakukan dengan cara berlebihan, misalkan membasuh dengan keras atau memenuhi air di dalam mulut secara berlebihan, maka dapat membatalkan puasa.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Menghilangkan Najis
Ketiga, tidak membatalkan secara mutlak. Hal ini berlaku saat penggunaan air dimaksudkan untuk menghilangkan najis di bagian tubuh kita, semisal di dalam mulut atau sela-sela lubang hidung dan telinga.
Dalam upaya menghilangkan najis tersebut, meski dilakukan dengan melebih-lebihkan saat menyiramkan air. Tetap dianggap tidak dapat membatalkan puasa.
Dijelaskan, menghilangkan najis dari anggota zhahir, hukumnya wajib agar shalatnya sah.
Hukum-hukum ini sebagaimana termaktub dalam Kitab I'antuth Thalibin Hasyiyah atas Fathul Mu'in karya Sayyid Bakri Syatha:
والحاصل) أن القاعدة عندهم أن ما سبق لجوفه من غير مأمور به، يفطر به، أو من مأمور به - ولو مندوبا - لم يفطر.ويستفاد من هذه القاعدة ثلاثة أقسام: الاول: يفطر مطلقا - بالغ أو لا - وهذا فيما إذا سبق الماء إلى جوفه في غير مطلوب كالرابعة، وكانغماس في الماء - لكراهته للصائم - وكغسل تبرد أو تنظف.الثاني: يفطر إن بالغ، وهذا فيما إذا سبقه الماء في نحو المضمضة المطلوبة في نحو الوضوء.الثالث: لا يفطر مطلقا، وإن بالغ، وهذا عند تنجس الفم لوجوب المبالغة في غسل النجاسة على الصائم وعلى غيره لينغسل كل ما في حد الظاهر
Artinya, “Kesimpulannya, kaidah menurut ulama adalah, air yang tidak sengaja masuk ke dalam rongga tubuh dari aktivitas yang tidak dianjurkan, dapat membatalkan puasa, atau dari aktivitas yang dianjurkan meski anjuran sunah, maka tidak membatalkan. Dari kaidah ini, dapat dipahami tiga pembagian perincian hukum. Pertama, membatalkan secara mutlak, baik melebih-lebihkan (dalam cara menggunakan air) atau tidak. Ini berlaku dalam permasalahan masuknya air dalam aktivitas yang tidak dianjurkan seperti basuhan ke empat, menyelam ke dalam air, karena makruh bagi orang yang berpuasa, mandi dengan tujuan menyegarkan atau membersihkan badan. Kedua, membatalkan jika melebih-lebihkan, ini berlaku dalam aktivitas semacam berkumur yang dianjurkan saat berwudhu. Ketiga tidak membatalkan secara mutlak meski melebih-lebihkan, ini berlaku ketika mulut terkena najis karena wajibnya melebih-lebihkan dalam membasuh najis bagi orang yang berpuasa dan lainnya agar anggota zhahir terbasuh (suci dari najis),” (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anatut Thalibin, Surabaya, Al-Haramain, juz II, halaman 265).
Advertisement
Bagaimana Hukumnya?
Secara garis besar, hukum kemasukan air termasuk telinga saat mandi bagi orang yang berpuasa adalah batal, kecuali saat mandi wajib dan sunah. Dalam Islam mandi terbagi menjadi tiga, yaitu mandi wajib, mandi sunah dan mandi mubah.
Dalam kitab Busyral al-Karim dijelaskan, bahwa:
“Jika telinga kemasukan air saat mandi wajib atau sunah, maka tidak membatalkan. Sebab hal itu timbul dari sesuatu yang diperintah agama.” (Busyral al-Karim: 69)
Kesimpulannya, bagi orang yang puasa, apabila telinganya kemasukan air saat mandi, maka hukumnya makruh dan bisa berpotensi batal.
Kecuali pada mandi-mandi yang disunahkan dan diwajibkan. Sama halnya dengan mandi di kolam renang atau sungai.
Demikian penjelasan mengenai hukum masuknya air ke dalam anggota badan saat melakukan rutinitas mandi. Untuk itu, mari tingkatkan kewaspadaan kita saat melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan air, agar jangan sampai masuk kepada anggota badann. Semoga bermanfaat dan dipahami dengan baik.