Liputan6.com, Jakarta Salah satu larangan puasa adalah berhubungan intim (jima’) di waktu siang atau sebelum berbuka. Namun tidak menjadi larangan apabila telah memasuki waktu berbuka puasa atau malam Ramadan.
Namun demikian, pasangan suami istri yang sudah melakukan hubungan intim setelah berbuka agar tidak lupa mandi junub. Sebab, akan berdampak kepada khusyuknya puasa ramadan.
Advertisement
Baca Juga
Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 187 berbunyi:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
“Uḥilla lakum lailataṣ-ṣiyāmir-rafaṡu ilā nisā`ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn, 'alimallāhu annakum kuntum takhtānụna anfusakum fa tāba 'alaikum wa 'afā 'angkum, fal-āna bāsyirụhunna wabtagụ mā kataballāhu lakum, wa kulụ wasyrabụ ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr, ṡumma atimmuṣ-ṣiyāma ilal-laīl, wa lā tubāsyirụhunna wa antum 'ākifụna fil-masājid, tilka ḥudụdullāhi fa lā taqrabụhā, każālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la'allahum yattaqụn.”
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
Ayat diatas memang tidak langsung menegaskan mengenai sah dan tidaknya puasa seseorang yang sedang dalam keadaan junub. Ayat itu hanya menegaskan mengenai kebolehan pasangan sumai istri (pasutri) untuk melakukan jima’ (bercampur) pada malam hari di bulan Ramadan hingga terbit fajar.
Selepas berjima pada malam hari Bulan Ramadan, terkadang kita tidak mandi junub hingga waktu Subuh tiba, baik dengan alasan karena terlalu dingin, tertidur pulas atau sebagainya padahal kita hendak menjalani puasa.
Dalam keadaan demikian, apakah puasa kita tetap sah meskipun belum mandi junub hingga subuh?
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sebelum Subuh
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, menurut para ulama, orang yang berjima’ pada waktu malam hari di bulan Ramadan. Maka boleh baginya mandi junub atau mandi hiad setelah waktu subuh tiba puasanya tetap dinilai sah.
Hal ini merujuk pada QS. Al Baqarah ayat 187. Konsekuensi dari ayat tersebut adalah pada saat mulai ibadah puasa. pasutri dalam keadaan junub. Dengan kata lain, Pasutri berpuasa dalam keadaan junub hukumnya sah.
Meskipun demikian, tetap yang lebih utama adalah mandi junub sebelum waktu Subuh tiba supaya bisa memulai puasa dalam keadaan suci dari hadas besar.
Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu menerangkan:
“Barangsiapa di waktu Subuh masih junub atau perempuan haid yang sudah suci sebelum fajar, kemudian keduanya tidak mandi kecuali setelah fajar, maka puasa pada hari itu sudah mencukupi bagi keduanya.”
Hadis lain menuturkan:
“Rasulullah saw pernah bangun pagi dalam keadaan junub karena jima’ bukan karena mimpi, kemudian beliau tidak buka puasa, (membatalkan puasanya) dan tidak pula nengqadhanya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah).
Hadis yang diriwayatkan Muslim dari ‘Aisyiyah mengatakan:“Waktu fajar di bulan Ramadan sedang beliau dalam keadaan junab bukan karena mimpi, maka mandilah (mandi janabat) beliau dan kemudian berpuasa.”
Namun, ketika hendak salat subuh wajib hukumnya mandi wajib dan tidak sah salatnya jika dalam keadaan junub.
Advertisement
Sebelum Puasa
Sementara itu, menurut kitab Mausu’ah Fiqhiyyah XVI/55 dari kitab Mughni Muhadzzab, bahwa hukumnya boleh dan sah meskipun belum mandi junub, Karena syarat puasa tidak ada ketentuan harus suci dari hadas, Begitu pula belum mandi junub bukan perkara yang membatalkan puasa.
يَصِحُّ مِنْ الْجُنُبِ أَدَاءُ الصَّوْمِ بِأَنْ يُصْبِحَ صَائِمًا قَبْل أَنْ يَغْتَسِل فَإِنَّ عَائِشَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ قَالَتَا : نَشْهَدُ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أِنْ كَانَ لِيُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ احْتِلاَمٍ ثُمَّ يَغْتَسِل ثُمَّ يَصُومُ
Artinya: Berpuasa hukumnya sah bagi orang junub yang memasuki shubuh sebelum melakukan mandi besar karena Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah RA berkata :“ Sesungguhnya Nabi SAW memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena jima’ dengan istrinya, kemudian ia mandi dan berpuasa (Hadits Riwayat Bukhari 4/153).
Senada disampaikan Ppngasuh Ponpes Al-Bahjah Cirebon Buya Yahya. Ia mengatakan jika ada pasutri belum sempat mandi junub hingga masuk waktu subuh, puasanya tetap sah.
Sebab, jima’ dilakukan sebelum puasa. Hanya mandi besarnya saja yang dilakukan setelah subuh.
"Puasanya sah dan tidak mengurangi pahala sedikitpun," kata Buya dalam postingan Instagramnya @buyayahya_albahjah.
Hukum yang sama juga berlaku bagi wanita yang telah berhenti menstruasi namun belum sempat mandi wajib saat masuk waktu subuh. Ia bisa langsung berpuasa dan mandi wajib selepas subuh.