Liputan6.com, Jakarta - Sudah hampir seminggu umat Muslim di seluruh dunia menjalankan pausa di bulan Ramadan dengan menahan lapar dan haus sepanjang hari sebagai bentuk ibadah dan penghormatan terhadap keyakinan mereka.
Tidak terkecuali 253 pemain sepak bola Muslim di tim utama dan akademi dari empat tingkat teratas sepak bola Inggris. Melansir dari BBC Sport, angka tersebut merupakan 5 persen dari jumlah total keseluruhan pemain. Para pemain tersebut akan berjuang untuk tetap menunaikan ibadah puasa di tengah jadwal latihan dan pertandingan yang padat.
Baca Juga
Menanggapi hal itu, gelandang Everton, Abdoulaye Doucoure yang juga beragama Muslim mengungkap ia tetap menyukai bulan Ramadan meski agak sulit jika harus menjalankannya sambil bermain sepak bola.
Advertisement
“Saya selalu menyukai Ramadan. Terkadang bermain sepak bola terasa sulit karena Ramadan biasanya terjadi di musim panas dan selama pramusim,” ungkap Doucoure kepada BBC Sport.
“Tapi saya selalu beruntung bisa menjalankan ibadah Ramadan dan tidak pernah ada masalah dengan kondisi fisik saya dan saya bersyukur untuk itu,” tambah pemain berusia 30 tahun tersebut.
Abdoulaye Doucoure selanjutnya menekankan bahwa agama merupakan hal yang paling utama dan tanpanya, ia merasa tidak akan bisa berada di titik di mana ia berada sekarang.
“Agama saya adalah hal yang paling penting dalam hidup. Saya selalu mendahulukan agama, baru kemudian pekerjaan saya. Anda bisa melakukan keduanya dalam waktu bersamaan dan saya senang dengan itu,” kata pemain yang sekarang membela timnas Mali tersebut.
Agama yang Menguatkan Batin
Abdoulaye Doucoure lahir dan besar di pinggiran kota Paris dengan orang tua berkebangsaan Mali. Ia pindah ke Inggris pada tahun 2016 ketika bergabung dengan Watford dari Rennes.
Bersama The Hornets, Doucoure telah mengalami naik turun dalam karirnya. Pada tahun 2019, Watford berhasil lolos ke final Piala FA di mana mereka akhirnya dikalahkan oleh Manchester City. Kemudian, pada musim berikutnya Troy Deeney dan rekan-rekannya harus terdegradasi ke Championship karena hanya mampu finis di posisi ke-19 di Liga Inggris.
Berbicara mengenai naik turun di dalam karir sepak bolanya, Doucoure mengungkapkan bagaimana keyakinannya telah menguatkannya hingga saat ini.
“Keyakinan saya membantu saya melewati banyak hambatan, jadi itu sangat penting bagi saya. Dalam sepak bola dan kehidupan anda tentunya akan mengalami rasa sakit dan kekecewaan. Sepak bola selalu naik turun, terkadang anda cedera, tetapi keyakinan saya membantu saya melalui ini. saya bersyukur kepada tuhan karena memberi saya kekuatan itu,” tutur Doucoure.
“Saya selalu berdoa agar Allah membantu kami dalam pertandingan. Tanpa keyakinan saya, saya tidak akan berada di posisi ini hari ini,” tegasnya.
Advertisement
Liga Inggris yang Terbaik untuk Pemain Muslim
Melansir dari BBC Sport, Abdoulaye Doucoure merupakan pengunjung tetap masjid di daerah tempat tinggalnya. Para jamaah di masjid tersebut pun menyadari jika dirinya adalah pemain sepak bola profesional dan dengan senang hati menerimanya.
Perasaan untuk dapat diterima itu ternyata meluas ke Liga Inggris dan Inggris secara keseluruhan, yang akhirnya Doucoure menganggap Inggris sebagai salah satu negara terbaik di Eropa.
“Kami merasa sangat percaya diri di sini, sangat diterima dan semuanya tersedia untuk dinikmati orang Muslim,” ujar mantan pemain Watford itu ketika ditanya apakah ia pernah berada dalam situasi di mana keyakinannya terganggu.
“Saya selalu ingin bermain di Liga Inggris dan saya ingin bertahan dalam waktu yang lebih lama di sini. Ini adalah liga terbaik untuk para pemain Muslim.”
Trio Muslim
Berbicara mengenai posisinya di Everton, Abdoulaye Doucoure ternyata memiliki hubungan yang sangat erat dengan rekan gelandang lainnya. Adalah Idrissa Gueye dan Amadou Onana yang bersama Doucoure menjadi trio di lini tengah The Toffees.
Uniknya, ketiga gelandang tersebut merupakan seorang Muslim. Oleh karena itu, mereka memiliki hubungan yang kuat baik di dalam dan di luar lapangan. Mereka kerap beribadah bersama di ruang ganti dan menghadiri salat Jumat bersama di masjid.
“Kami selalu berdoa bersama dan meminta ruang untuk berdoa. Orang-orang sangat ramah dan memberi kami ruang. Idrissa (Gueye) biasanya menjadi imam karena ia lebih tua dan memiliki suara yang bagus,” kata Doucoure.
Pemain kelahiran Perancis tersebut menambahkan jika posisi dan bahasa yang sama juga membantu mendekatkan mereka di dalam lapangan.
“Kami berbicara bahasa yang sama dan bermain bersama di lini tengah, yang membuat kami semakin dekat,” ujar pemain jebolan akademi Rennes itu.
Advertisement