Berpotensi Picau Konflik Horizontal, Muhammadiyah Minta Wacana Pemerintah Kontrol Tempat Ibadah Tak Dilaksanakan

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir berharap wacana pemeintah kontrol tempat ibadah tidak dilaksanakan

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2023, 13:30 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2023, 13:30 WIB
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat diwawancarai wartawan usai meresemikan Gedung Jenderal Sudirman milik Universitas Kalimantan Timur (UMKT) di Samarinda, Rabu (17/5/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Kepala BNPT, Rycko Amelza, Rabu (6/9) mewacanakan untuk mengontrol tempat ibadah. Wacana tersebut dilontarkan untuk mencegah potensi radikalisme dan promosi kebencian di tempat ibadah.

Menanggapinya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir berharap wacana tersebut tidak dilaksanakan. Sebab selain bersifat mundur ke belakang, kebijakan itu dia anggap melukai sejarah kebangsaan dan justru berpotensi menciptakan konflik horizontal baru.

“Bahwa agama dan umat beragama di Indonesia punya sejarah panjang, melekat dengan denyut nadi kehidupan bangsa, ikut memperjuangkan kemerdekaan dengan darah dan meletakkan pondasi Keindonesiaan bersama dengan seluruh komponen bangsa,” ucapnya.

“Lebih dari itu memang juga tidak proporsional karena masjid dan tempat-tempat ibadah itu menjadi sumber api nilai berbangsa, bahkan menjadi sumber nilai etika masyarakat,” kata Haedar Nashir pasca acara di Fakultas Hukum UII, Sleman, Kamis, dikutip dari laman situs muhammadiyah.or.id, Sabtu (9/9/2023).

Mendukung upaya BNPT melawan radikalisme, Haedar mendorong agar tidak melakukan generalisasi atau bahkan kriminalisasi pada agama maupun umat agama tertentu. Haedar menekankan bahwa posisi agama dan umat beragama di Indonesia adalah poros kultural ketahanan NKRI.

“(dengan kebijakan itu) Nanti dampak luasnya bahwa sosial order itu kehilangan daya kulturalnya di mana satu kekuatan kultural bangsa kita itu kan umat beragama,” ingatnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Kearifan Mekanisme Kontrol Masyarakat

Mengenai mekanisme kontrol yang diwacanakan BNPT untuk melibatkan masyarakat, Haedar juga tidak setuju. Dirinya berpendapat, pengawasan masyarakat ketika diendorse oleh negara hanya akan melahirkan konflik horizontal.

“Sejatinya masyarakat itu kan punya self-mechanism, saling kontrol satu sama lain. Tapi ketika itu diendorse oleh negara, mengawasi masjid, mengawasi gereja, dan seterusnya itu justru berpotensi menciptakan konflik horizontal. Jadi di sinilah pentingnya kearifan, kecerdasan, dan tanggung jawab yang lebih luas baik dari BNPT maupun instansi pemerintah, lebih-lebih mau pemilu 2024 yang memerlukan suasana yang kondusif,” pesannya.

Haedar berharap BNPT membatalkan wacana tersebut dan memilih cara-cara lain yang lebih arif dan konstruktif bagi ketahanan bangsa sesuai konteks Keindonesiaan.

“Jadi kami percaya Kepala BNPT dan jajaran BNPT untuk meninjau kembali dan tidak melanjutkan langkah untuk mengawasi tempat ibadah,” ucapnya.

“Jangan sampai itu menjadi kebijakan karena kalau masjid nanti ada pengawasan, lalu tempat-tempat ibadah juga ada pengawasan, habis itu sekolah, itu nambah suasana kebangsaan makin terkesan dramatis, terkesan ada alarm (bahaya),” nasihat Haedar.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya